Property

Beli Properti di Australia Dipastikan Dapat SHM

Manajer Penjualan Crown Group Indonesia, Reiza Arief

Crown Group perusahaan properti yang bermarkas di Australia, yang fokus bisnisnya adalah property development, property investment dan serviced apartments menjadikan Indonesia sebagai bidikan pasarnya. Dan di setiap proyeknya, pasar Indonesia termasuk penyumbang penjualan utama. Namun, selalu ada pertanyaan bagaimana status surat kepemilikan properti yang konsumen beli.

Manajer Penjualan Crown Group Indonesia, Reiza Arief menjawab beberapa pertanyaan yang kerap muncul perihal legalitas kepemilikan apartemen di Australia. Menurutnya, setiap orang asing yang memiliki apartemen di Australia akan mendapatkan SHM atas unit apartemen yang dimiliknya.

“Banyak calon konsumen yang mempertanyakan hal ini kepada kami perihal pembeli asing di Australia. Terutama ketika mereka memperbandingkan dengan pengalaman membeli unit apartemen di Indonesia,” ungkap Reza (09/02/2020).

Orang asing tetap akan mendapatkan jenis sertifikat yang sama dengan penduduk lokal, yaitu SHM yang berlaku seumur hidup dan dapat diwariskan. Bedanya, legalitas kepemilikan properti bagi orang asing, di Australia hanya berlaku satu jenis sertifikat saja, yaitu Freeholdcertificate dan lahan di atas gedung akan dibagi dalam bentuk strata ke setiap unit.

“Sementara di Indonesia terdapat beberapa tipe sertifikat tergantungdari kepemilikan lahan gedung, dan strata hanya merupakan kepemilikan ruang unit dan tidak termasuk lahan dimana gedung itu berdiri,” imbuhnya.

Reza mengatakan walau di Australia saat ini sudah menggunakan sistem digital untuk penyimpanan data, namun SHM-nya masih berbentuk fisik. Menariknya, biasanya hanya dua minggu sebelum jadwal serah terima unit, sertifikat sudah keluar. “Di Australia, serah unit tidak akan terjadi apabila sertifikat belum ada,” tandasnya.

Untuk diketahui, pendaftaran sertifikat saat ini sudah menggunakan sistem pendaftaran digital e-documents, sehingga memudahkan bagi pembeli yang berdomisili di luar negeri.

Reza juga mengungkapkan, sampai saat ini, selama pengalaman Crown memasarkan proyek propertinya, orang Indonesia lebih memilih membeli apartemen ketimbang rumah tapak. Ini karena harga kepemilikan rumah tapak lebih tinggi dibandingkan unit apartemen, terutama di area yang strategis seperti di dekat CBD dan area sekitar kampus. Selain itu biaya pemeliharaan dan pajaknya pun lebih mahal. “Pajak rumah tapak jika kosong lebih dari 6 bulan besarannya sendiri sekitar 1% dari nilai properti yang dimiliki,” ujarnya.

Lagi pula, lanjut Reza, memiliki apartemen juga lebih mudah disewakan dibanding rumah tapak, sehingga memudahkan para investor yang menggunakan KPA me-leverage pembayaran cicilan bulannya. Apalagi 70% tipe pembeli dari Indonesia adalah investor yang mengharapkan bisa cepat disewakan dan mendapat imbal hasil tinggi.

Reza mengungkapkan calon penyewa unit apartemen lebih besar dibanding rumah tapak di Australia. Terlihat dari, persentase penyewa rumah tapak adalah sebesar 14% pada tahun 2009 dan hanya naik sebesar 1% menjadi 15% pada tahun 2019. Sedangkan persentase penyewa unit apartemen sebesar 43% pada tahun 2009 dan naik menjadi 56% di tahun 2019.

Meskipun SHM masih berbentuk fisik, namun sistem registrasi sertifikat sebaiknya di digitalisasi untuk mencegah tumpang tindih sertifikat yang masih sering terjadi di Indonesia. Menurutnya, kepemilikan lahan di atas gedung apartemen yang memiliki sertifikat terpisah juga melemahkan posisi pembeli.

Untuk itu, menurutnya, perlu campur tangan dari pemerintah Indonesia untuk dapat menjamin hak konsumen mendapatkan sertifikat atas unit yang dibeli sehingga meningkatkan kepercayaan dan antusiasme konsumen dalam membeli proyek off the plan, karena sering terjadi sertifikat tidak keluar walaupun mereka sudah membayar lunas.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved