Property

Berkaca dari Kasus Meikarta, PUPR Siapkan Skema Penjaminan Pembiayaan Perumahan

Megaproyek Meikarta (Foto: Antara/Pradita Kurniawan Syah).
Megaproyek Meikarta (Foto: Antara/Pradita Kurniawan Syah).

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna menyinggung kasus Meikarta yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini.

“Bagaimana di Meikarta itu orang beli rumah malah dituntut balik,” kata Herry dalam acara Pendandatangan MoU Ekosistem Pembiayaan Perumahan yang disiarkan secara langung melalui kanal YouToube Kementerian PUPR, Rabu, 25 Januari 2023.

Herry menilai kasus sengketa proyek Meikarta terjadi lantaran tidak ada skema penjaminan pembiayaan. Sehingga, konsumen tidak memiliki kepastian.

Oleh karena itu, Herry mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyusun skema penjaminan pembiayaan rumah. Pihaknya ingin masyarakat yang membeli rumah mendapat kepastian meskipun rumahnya belum selesai dibangun. “Jadi ada semacam completion guarantee dan sebagainya,” ungkap Herry.

Belakangan, kasus Meikarta memang muncul ke permukaan. Megaproyek tersebut mangkrak dan ratusan pembeli apartemen menuntut pengembaliann dana karena tidak ada kepastian sejak pembayaran pertama lima tahun lalu.

Sengketa ini memanas setelah pihak pengembang, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), menggungat 18 konsumen ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan tuduhan pencemaran nama baik. Gugatan itu dilayangkan setelah para konsumen melakuka unjuk rasa guna menuntut pengembalian hak mereka setelah tidak ada kejelasan ihwal proyek Meikarta.

Salah satu korban Meikarta, Idris Achmad, bercerita membeli tiga apartemen untuk diwariskan ke ketiga anaknya. Pembelian dilakukan pada 14 November 2017 dengan cara mencicil atau kredit pembelian apartemen (KPA).

“Saya membeli saat mereka melakukan launching atau promosi di kota saya di Kota Serang,” kata Idris di depan Komisi VI DPR RI, Rabu, 18 Januari 2023.

Pada saat ia membeli tiga unit apartemen itu dalam Pesanan, Penegasan dan Persetujuan Pemesanan Unit (P3U) tertulis akan diserahterimakan pada 30 November 2019. Pada 2018, sebenarnya sudah ada permasalahan perizinan Meikarta. Pada 2019, dia pun menanyakan kapan unitnya dibangun

“Tapi, saat itu saya masih berkeyakinan ini pengembang besar, maka saya yakin pasti di-hand over,” tuturnya.

Akhirnya pada April 2019, karena unitnya belum diserahterimakan, dia pun dipindahkan ke tower lain, yakni ke 56010 dengan luasan yang setara.

“Nah saat itu 2019, saya hanya melakukan cicilan, tidak ada tambahan DP. Nah, di P3U April 2019, unit 56010 dijanjikan akan di-hand over-kan di tanggal 30 November 2020,” ujar Idris.

Hingga 2020, apatemen masih belum diserahterimakan. Namun, dia masih yakin bahwa pengembang besar tidak akan ingkar. Selanjutnya, pada 2021 Idris mulai bergerak mempertanyakan sendiri ke Meikarta melalui email, WhatsApp (WA), atau telepon. Akhirnya, pada 18 Desember 2021 dia mendatangi pihak Meikarta.

Idris kemudian ditawarkan relokasi ke Distrik 1 pada Februari 2022 dan dijanjikan akan serah terima pada Mei 2022. Menurut Idris, di Distrik 1 sudah ada unitnya. Pada saat relokasi di Februari 2022, dia juga sudah membayarkan sekitar Rp 546 juta.

“Tetapi, unit yang direlokasi ini dihitung sebagai unit baru dengan harga baru. Jumlah uang yang saya setorkan hanya dihargai Rp 354 juta sekian atau lebih kurang saya rugi sudah hampir Rp 200 juta,” kata dia.

Namun hingga Mei atau saat dijanjikan itu, Idris mengaku tidak ada serah terima. Bahkan, hingga 28 November 2022 masih nihil. Dia pun bersurat dan menyatakan enggan membayar cicilan.

“Nah, saya setop mencicil. Tapi, hingga saat ini Bank Nobu selalu melakukan penagihan via WA, SMS, maupun email dan ada sedikit ancaman. Jadi, kalau saya tidak melakukan pencicilan, mereka akan melakukan warning, BI checking, sehingga saya tidak bisa lagi melakukan kredit di bank,” tuturnya.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved