Property

Potensi Industri Properti di Australia Saat Pandemi

Menurut KPMG Economics, harga properti Australia telah meningkat jauh di atas apa yang seharusnya terjadi jika COVID-19 tidak pernah terjadi, analisis baru menunjukkan. Menurut laporan The Impact of COVID on Australia’s Residential Property Market selama 18 bulan terakhir dibandingkan dengan skenario tanpa COVID-19, mereka menemukan bahwa secara nasional, harga rumah sekarang antara 4% hingga 12% lebih tinggi dari prediksi awal dan harga unit apartemen naik hingga 13% lebih tinggi daripada jika dunia tetap “normal”.

Dr. Brendan Rynne, Kepala Ekonom KPMG Australia, mengatakan, penurunan suku bunga hipotek; penghematan ekstra dari tidak menghabiskan liburan; dan dukungan pendapatan yang besar dari pemerintah dan dukungan pasar perumahan secara khusus, telah melihat harga properti naik secara dramatis dalam enam hingga sembilan bulan terakhir, melewati titik di mana mereka akan meningkat di bawah skenario tanpa COVID.

Menurut Direktur Penjualan Crown Group, Prisca Edwards, harga hunian terus menggelembung di Sydney, sebagai akibat langsung dari pandemi COVID-19. “Kami melihat penelitian yang menunjukkan terdapat kesenjangan harga sebesar 66% antara pasar rumah tapak dan apartemen. Di Crown Group, kami telah melihat minat baru dalam pembelian apartemen terutama dari konsumen lokal yang menghuni yang ingin meningkatkan kualitas kehidupan mereka ke depan jika Lock Down COVID terus berlanjut, yang tercermin dalam penjualan baru-baru ini,” ujarnya.

Ia menambahkan sepanjang Lock Down Sydney terbaru ada permintaan yang lebih tinggi daripada sebelumnya, melihat tren yang berkelanjutan dan Prisca tidak akan terkejut melihat harga segera naik.

Senada dengan penjelasan tersebut, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo, mengungkapkan bahwa seperti halnya pisau, pandemi Covid-19 ini memiliki 2 sisi yang saling bertentangan “Kami tidak menutup mata bahwa kerusakan yang dihasilkan oleh pandemi ini sangatlah luar biasa terutama jika dilihat dari varian baru yang lebih menular. Namun di sisi lain, pandemi yang telah berjalan sekitar 1,5 tahun ini menciptakan kebiasaan baru terutama dalam hal keuangan,” jelas Tyas.

Menurutnya kombinasi dari stimulan dan kebijakan bunga rendah pemerintah, ditambah pengeluaran rumah tangga yang jauh lebih selektif, jumlah populasi yang rendah karena penurunan angka imigrasi turut mempengaruhi kondisi pasar properti khususnya di Australia. “Ditambah kebutuhan masyarakat domestik saat ini akan tempat tinggal yang memiliki konsep biofilik akan terus memberi bahan “aditif” kepada pasar” . Pertumbuhan harga rumah tapak secara alami juga akan ikut mengerek harga unit apartemen,” terangnya.

Menurut alumnus University of Sydney ini, meskipun Australia sedang menghadapi gelombang kedua Covid-19 seperti halnya di Indonesia, namun Tyas memiliki keyakinan bahwa pasar properti Austalia akan lebih siap. “Mengingat pengalaman dan keberhasilan Negara Kangguru dalam menangani gelombang pertama Covid-19, saya memiliki keyakinan bahwa pasar properti di Australia kali ini akan lebih tahan banting,” ujar Tyas.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved