Management Strategy

Pembangkit Listrik Thorium Jadi Energi Alternatif

Pembangkit Listrik Thorium Jadi Energi Alternatif

Pengembangan industri terus dipacu guna meningkatkan kesejahteraan dan penguatan daya saing produk nasional. Proses produksi industri itu membutuhkan pasokan energi yang berkesinambungan. Karena itu, pemerintah memacu produksi energi baru dan terbarukan lantaran energi fosil minyak bumi dan batubara harganya fluktuaktif.

Guna pemenuhan kebutuhan tersebut, pemerintah terus berupaya melakukan diversifikasi energi yang bisa memenuhi aspek ramah lingkungan, murah dan mudah didapatkan. Sejauh ini penyediaan energi alternatif seperti tenaga Matahari dan angin masih terkendala dengan tingginya biaya produksi tinggi. Untuk itu diperlukan pengembangan penghasil energi lain seperti thorium. Energi tenaga thorium mudah didapatkan dan jumlahnya melimpah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Sumber daya thorium di Babel sebesar 170 ribu ton dan harganya relatif terjangkau.

Jika dihitung-hitung, satu ton thorium mampu memproduksi listrik sebesar 1.000 megawatt (MW) per tahun dan mengoperasikan 170 unit pembangkit listrik selama 1.000 tahun. Total biaya produksi termasuk operasional, pembangkit listrik thorium (PLT) juga lebih murah, yakni senilai US$ 3 sen per kwh. ”Thorium jauh lebih murah dibanding batubara sebesar US$ 5,6 sen, gas US$ 4.8 sen, tenaga angin US$ 18.4 sen dan panas matahari USD 23.5 sen,” Saleh Husin, Menteri Perindustrian (Menperin) dalam keterangan tertulisnya.

Saleh Husin dalam Seminar Indonesia & Diversifikasi Energi di Jakarta, Selasa kemarin. Thorium Bisa Jadi Sumber Energ di Masa Depan. (Foto : Dok Kemenperin).

Saleh Husin Berbicara dalam Seminar Indonesia & Diversifikasi Energi di Jakarta, Selasa kemarin. Thorium Bisa Jadi Sumber Energ di Masa Depan. (Foto : Dok Kemenperin).

Pengembangan thorium sendiri terhitung sebagai rencana jangka panjang untuk memenuhi kemandirian energi dengan memanfaatkan bahan baku tersedia. Selanjutnya, membangun kemampuan teknologi industri energi berbasis thorium serta mengembangkan kemampuan industri pendukung terkait, termasuk industri komponen. ”Penggunaan thorium bagian diversifikasi energi sebagai salah satu kunci ketahanan dan kestabilan pasokan energi,” ucap Husin.

Husin juga menyinggung urgensi rasionalisasi harga energi gas. Pasalnya, harga gas untuk industri masih bertengger di kisaran USD 10.2 per million metric british thermal unit (MMBTU). Bandingkan dengan negara industri sekaliber Amerika Serikat (AS) harga gas justru turun dari USD 5 per MMBTU di Januari 2014 menjadi USD 2.94 per MMBTU pada Desember 2014. Begitu juga dengan harga gas alam Asia mengacu pada impor LNG Jepang turun dari USD 15.5 per MMBTU. ”Jika ingin punya daya saing maka harga energi harus lebih kompetitif,” tukas Husin.

Kalau harga gas untuk industri diturunkan maka memberi multiefek yang luas karena menggerakkan industri, penciptaan lapangan kerja dan mendongkrak daya beli masyarakat. Penguatan daya saing industri harus menjadi salah satu prioritas nasional. ”Untuk itu, energi termasuk gas seharusnya menjadi bagian proses produksi dan tidak hanya sebagai komoditas,” imbuh Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN). (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved