Perkuat Branding, Kunci Bisnis Pendidikan Tinggi
Para pebisnis pendidikan tinggi idealnya membuat branding yang kuat agar bisa sukses menjalankan bisnis tersebut. Artinya, pelaku usaha harus menciptakan kekhasan atau karakteristik berbeda sehingga bisnis pendidikan tinggi yang ditawarkannya berbeda dengan produk sejenis. Dengan branding yang kuat, masyarakat akan tertarik masuk dan terlibat di dalamnya. Pengamat pendidikan tinggi Darmaningtyas menuturkan, branding itu bisa berbentuk infrastruktur yang memadai, dosen-dosen yang bergelar profesor doctor atau paling tidak bergelar doctor, tapi bisa juga program studi yang menonjol. “Dengan begitu, dalam benak masyarakat sudah tertanam bahwa kalau akan belajar tentang rancang bangun maka ke perguruan tinggi negeri (PTN) atau perguruan tinggi swasta (PTS) bernama X, atau mau studi tentang moneter itu di PTN/PTS sebuatlah Y,” kata dia.
Menurut dia, penguatan branding juga membantu menciptakan PT yang berkualitas. Kualitas PT terkait mutu dosen, perpusatakaan, laboratorium, dan metode pembelajarannya. Kualifikasi dosen agar minimum 75% bergelar doctor (S3), meningkatkan perpustakaannya dengan buku-buku terbaru agar bisa meng-update perkembangan ilmu pengetahuan, melengkapi laboratorium (apapun, termasuk laboratorium bahasa), serta meningkatkan metode pembelajaran yang tidak hanya text book thinking, tapi pembelajaran yang menghadapi masalah (problem solving), terutama untuk mata kuliah yang dalam aplikasinya bersifat praktis, sehingga si mahasiswa tidak hanya tahu teori tapi juga tahu praktek.
Direktur Institut Studi Transportasi (INSTRAN) ini menambahkan, langkah itu diperlukan karena persaingan merebut calon mahasiwa ke depan semakin ketat. Ini karena jumlah PTN/PTS terus bertambah, tapi di sisi lain animo masyarakat untuk kuliah cenderung stagnan akibat kemampuan ekonomi mereka yang makin merosot. PTN/PTS yang banyak itu harus memperebutkan lulusan SMA/MA/SMK yang jumlahnya terbatas, tentu hal ini akan menimbulkan persaingan yang amat ketat. “Apalagi kalau nanti banyak perguruan tinggi asing (PTA) mendirikan PT di Indonesia, tentu itu menambah persaingan yang semakin seru, karena masyarakat Indonesia cenderung gandrung pada sesuatu yang berbau asing,” ujar dia.
Melalui upaya tersebut, pebisnis pendidikan tinggi juga diharapkan bisa survive. Selain mereka yang mampu memperkuat branding, PTN yang biasanya sudah mapan dan PTS yang didirikan berdasarkan pada basis capital cukup kuat yang akan tetap survive dan semakin besar. Ada kecenderungan masyarakat masa kini cenderung berpikir praktis pragmatis bahwa kuliah di PTN terkemuka itu sudah jelas teruji kualitasnya sehingga tidak perlu diragukan lagi, mereka tidak peduli dengan nilai akreditasi, yang penting sudah diakui publik. “Dan karena PTN tersebut merasa animo masyarakat besar, mereka akan menambah daya tampungnya. Demikian pula yang akan terjadi pada PTS yang didukung oleh basis capital akan dicari orang dengan pertimbangan praktis pragmatis juga, bahwa kuliah di sana tidak sekadar mendapatkan ilmu saja, tapi juga relasi dengan anak-anak bos sehingga akan memudahkan mendapatkan kerja atau membangun usaha setelah lulus kuliah,” katanya. (Reportase: Istihanah)