Mesin Cuci, Arena Pertarungan Samsung dan LG
Masih kecilnya pasar mesin cuci di Indonesia disebabkan beberapa hal. Antara lain, budaya masyarakat Indonesia yang masih banyak mengandalkan tenaga pembantu rumah tangga untuk mencuci.
Saat ini, beberapa merek yang bersaing memperebutkan pasar mesin cuci di Indonesia: National, Samsung, LG, Electrolux, Sharp, Sanyo, Toshiba, Sanken, Denpoo, Akira, Sanusi, Daichi, dan Daewoo. Dari beragam merek dan jenis mesin cuci itu, dikelompokkan menjadi tiga kategori: twin tab (semiotomatis) atau mesin cuci dengan dua tabung, single tab-top loading, dan single top-front loading. Penguasaan pasar masing-masing: twin tab 72%, top loading 21%, dan front loading 7%.
Menurut Sung Khiun, Manajer Pemasaran & Penjualan Nasional PT LG Electronic Indonesia (LGEI), hingga akhir 2003 LGEI menargetkan penjualan mesin cuci sekitar 125 ribu unit, dengan penjualan rata-rata 12 ribu unit/bulan. Adapun PT Samsung Electronics Indonesia (SEI), menurut Direktur Penjualan Christian Sudibyo, menargetkan penjualan mesin cuci Samsung 150 ribu unit. “Tahun ini kami menargetkan pertumbuhan sekitar 25%,” kata Christian, yang mengklaim tahun lalu penjualan mesin cuci Samsung mencapai 130 ribu unit.
Christian mengklaim berdasarkan hasil riset Good For Knowledge (GFK) periode Januari-September 2003, dari total pasar mesin cuci, produk Samsung merupakan market leader. Hanya saja, pada periode Juli-Agustus 2003, ia mengakui LG sempat menyalip dan menjadi pemuncaknya. “Kami kecolongan dua bulan karena stok kosong,” katanya.
Berbeda lagi penuturan Sung. Ia mengklaim LG berhasil mendobrak dominasi Samsung sejak Februari lalu, dan hingga kini masih market leader. Keberhasilan LG mengambil alih posisi pemimpin pasar, menurutnya, karena kejelian melihat pasokan produk Samsung agak kosong. “Kesempatan ini tidak kami sia-siakan,” ujarnya. LG pun melancarkan strategi dengan membanjiri produk mesin cuci di pasar dengan special price, dan memberi insentif khusus bagi dealer. Caranya: sedikit menurunkan harga dan menyamakan positioning produknya dengan Samsung. “Produk kami sudah masuk ke dealer, sehingga dengan strategi itu ternyata dealer tahu kekuatan produk LG,” ia berujar.
Menurut sumber di GFK, untuk kategori mesin cuci, hingga Agustus lalu penguasaan pangsa pasarnya adalah: LG (16,9%), Samsung (16,3%), National (11,6%), Daichi (8,6%), Sanken (7,7%) dan Denpoo (7,6%). Masih menurut sumber ini, pada periode Juli-Agustus 2003, LG berhasil menyalip Samsung dengan pangsa pasar 19%, sedangkan Samsung sekitar 14,8%.
“Meskipun LG mengklaim sebagai market leader, dari segi value kami lebih besar,” ujar Christian, yang menyatakan Samsung menguasai penjualan jenis produk single tab. Untuk jenis ini, menurutnya, citra dan positioning Samsung lebih kuat dibanding pemain lain.
Sung mengakui rival terberatnya yang juga asal Korea itu memang kuat di tipe top loading. Hal senada diakui Dick Chandra Adrianus, Presdir Electronic City, yang mengungkapkan secara garis besar untuk kategori top loading masih dikuasai Samsung, sedangkan twin tab dikuasai LG, Sanken dan Denpoo. Adapun tipe front loading masih dipegang Electrolux dan dibuntuti LG.
Diakui Christian, dari total penjualan mesin cuci Samsung, kontribusi tipe top loading sekitar 45%, sedangkan 55% berasal dari penjualan tipe twin tab. Dengan target omset tahun ini sekitar US$ 300 juta, mesin cuci memberikan kontribusi sekitar 20% total penjualan SEI, sedangkan kontribusi terbesar dari penjualan teve, yakni 55%-60%.
Christian menyebutkan, keberhasilan produk mesin cuci Samsung, karena menjalankan strategi 4-P (product, price, place dan promotion) secara benar. Ia mengklaim, mesin cuci Samsung memiliki kisaran produk paling lengkap dan teknologi paling canggih di Indonesia. Harganya pun terjangkau. Dari segi distribusi, produk Samsung dijual di sekitar 80% toko elektronik di seluruh Indonesia — penjualan dari gerai modern hanya berkontribusi 25%.
Untuk promosi, dijelaskan Christian, tahun ini Samsung menganggarkan dana sekitar US$ 1,25 juta. Pada program promosi bekerja sama dengan Surf yang digelar 1 Oktober-31 Desember 2003, Samsung memberikan Surf gratis untuk pembelian tipe twin tab (5 kg) dan top loading (10 kg). Untuk program kerja sama promosi ini saja Samsung menganggarkan dana Rp 2 miliar.
Ketika para peritel menggelar program trade in (tukar tambah) dan bunga 0%, Samsung pun tidak ketinggalan mendukung program itu. Hanya saja, diakui Christian, “Trade in dan bunga 0% bukan program yang efektif untuk mesin cuci.”
Di mata SEI, para dealer pun memiliki peranan penting. Untuk menjaga loyalitas dealer, dipaparkan Christian, akhir November lalu Samsung membawa sekitar 300 dealer di seluruh Indonesia mengunjungi pabrik Samsung di Kor-Sel. Bukan hanya itu, Samsung pun rutin mengadakan dealer gathering setiap tiga bulan sekali dengan memberikan berbagai hadiah promosi: insentif bonus dalam Rp, hadiah undian hingga jalan-jalan ke mancanegara.
“Apa yang dilakukan Samsung, tidak ada dampak terhadap penjualan mesin cuci LG,” kata Sung, yang mengakui, LGEI memilih tidak jorjoran. Bukan berarti, LGEI tidak melakukan apa-apa untuk menguasai pasar mesin cuci. Ketika Samsung menggandeng Surf, LG pun tidak mau ketinggalan menggandeng Philips dalam kerja sama promosi periode Oktober lalu — setiap pembeli mesin cuci (full automatic) merek LG memperoleh bonus setrika Philips. Mengingat penjualannya relatif konstan, anggaran iklan LG untuk mesin cuci hanya sekitar Rp 5 miliar/tahun.
Menurut Sung, dalam hal produk LG melakukan diferensiasi baik model maupun kanal pemasaran, sehingga tidak semua model dikeluarkan, dan harus pintar-pintar membedakan saluran pemasarannya. Selain itu, lanjutnya, LG juga menciptakan fighting brand/product untuk menandingi produk andalan pesaing. Hal ini dilakukan untuk membatasi gerak lawan. Bahkan untuk produk full auto, LG tidak ingin terkesan produknya murahan, sehingga berani mematok harga lebih tinggi (3%-5%) dari produk Samsung, khususnya top loading dan front loading. “Ini kebijakan dari LG Korea,” katanya.
Dengan teknologi andalan turbo drum yang menfokuskan distribusi di Jawa saat ini, LG masih fokus menggarap tipe twin tab yang memberikan kontribusi sekitar 60%, top loading 30% dan front loading 10%. Dengan target penjualan sekitar US$ 300 juta, kontribusi mesin cuci LG mencapai 12%, disusul teve 40% dan kulkas 25%.
Paling tidak, hingga tahun depan kedua pemain asal Negeri Ginseng ini masih akan bertempur untuk membuktikan siapa yang paling perkasa di bisnis mesin cuci.