Untung Melimpah dari Budidaya Udang Vaname Super Intensif
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan terus mengembangkan budidaya udang vaname secara super intensif. Dengan cara budidaya itu, per siklus panen bisa diperoleh laba operasional Rp 234-338 juta. Hal itu diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam program nasional Indonesia sebagai poros maritim.
Kesuksesan budidaya udang vaname super intensif ditunjukkan dengan digelarnya panen parsial komoditas itu di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Punaga, Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulsel, pada Selasa (16/6).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP yang diwakili Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros Andi Parenrengi menyatakan, upaya penelitian dan pengembangan (litbang) perikanan budidaya akan terus dikembangkan untuk memberi kontribusi dalam program nasional Indonesia sebagai poros maritim.
Para peneliti diharapkan mampu terus berinovasi dengan memperkuat azas scientific dalam pemecahan masalah perikanan. “Jembatan litbang perikanan budidaya dan pemerintah daerah perlu terus dikembangkan agar hasilnya nyata dapat dinikmati masyarakat,” kata dia dalam rilisnya.
Dari tiga petak tambak seluas 1.000 meter persegi dengan kepadatan 750 ekor per meter persegi, diperoleh 7,5 ton udang vaname. Hasil penjualan dari produksi panen parsial tersebut akan menjadi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bagi BPPBAP. PNBP itu akan menjadi pencapaian indikator kinerja Balai di bawah Puslitbang Perikanan Budidaya.
Andi menjelaskan, panen perdana itu dilakukan secara parsial yaitu pada pemeliharaan super intensif hari ke-60. Tujuan panen parsial ini adalah untuk menyeimbangkan biomassa udang dalam pemanfaatan ruang dan komponen abiotik seperti lingkungan perairan, khususnya kandungan oksigen. Panen parsial merupakan salah satu bagian penelitian yang sudah berjalan tiga tahun ini.
Bagi BPPBAP, pengembangan budidaya udang vaname super intensif di tambak kecil (small scale intensive farm) adalah satu penelitian strategis. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 meter persegi, kedalaman air lebih dari 2 meter, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal, dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.
Inisiasi sistem akuakultur ini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui peningkatan produksi yang berdaya saing. Balitbang KKP berperan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy.
Budidaya udang vaname super intensif berawal dari kajian awal Rachman Syah pada 2013, peneliti utama di BPPBAP Maros, dengan menginisiasi kajian tentang kinerja budidaya udang vaname super intensif pada padat penebaran yang berbeda sebagai acuan untuk menentukan padat penebaran optimal udang vaname super intensif pada tambak kecil.
Kinerja yang didapatkan sangat memuaskan yang mana selama masa pemeliharaan 105 hari. Produksi yang diperoleh pada usaha budidaya udang super intensif kepadatan 500 ekor per meter persegi adalah 6.376 kg, sedangkan pada kepadatan 600 ekor per meter persegi dihasilkan 8.407 kg. Laba operasional dari kegiatan tersebut sebesar Rp 234-338 juta per siklus.
Pada 2014, hasil penelitian pada lokasi yang sama menunjukkan bahwa pada padat penebaran 750, 1.000, dan 1.250 ekor per meter persegi didapatkan produksi masing-masing 7.200, 10.700, 12.200 kg selama 105 hari pemeliharaan. Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1.000 meter persegi didapatkan produksi yang besar.