Anabatic Technologies Go Public, Lepas 30% Saham
PT Anabatic Technologies, salah satu group perusahaan teknologi informasi terbesar di Indonesia, sedang menggelar corporate action. Perusahan yang berdiri tahun 2002 itu akan segera mencatatkan sahamnya di BEI dengan cara menerbitkan 30% saham baru. PT Anabatic Technologies akan menjual maksimal 30% saham baru perusahaan atau 642.857.200 unit saham dengan nilai nominal Rp 650-800 per saham. Penawaran perdana direncanakan pada 29 Juni-21 Juli 2015 dan penjatahan pada 2 Juli. Sedangkan listing akan dilakukan pada 6 Juli 2015.
“Rencana kami, dari hasil penawaran saham, sebesar 60% akan digunakan untuk mengembangkan bisnis perseroan dan entitas bisnis anak, meliputi pengembangan produk dan perluasan pasar. Lalu 20% untuk melunasi utang perusahaan, dan 20% sisanya digunakan untuk menambah modal kerja,” ujar Handojo Sutjipto, Presiden Direktur PT Anabatic Technologies.
Anabatic memiliki empat bisnis inti yaitu: Mission Critical System Integration, IT Services Outsourcing, Business Process Outsourcing dan Value Added Distribution. Pelanggan Anabatic sebagian besar datang dari perbankan dan lembaga keuangan non bank, sedangkan sisanya dari beberapa perusahaan sektor riel. Sejauh ini 9 dari 10 top perbankan nasional telah menjadi pelanggan Anabatic.
Sejak berdiri pada 2002, Anabatic memang menjadi salah satu perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di industrinya. Kini Anabatic juga telah meluaskan usahanya ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia, India, dan Filipina. Mayoritas saham Anabatic saat ini dimiliki oleh PT Artha Investama Jaya sebesar 50,26% dan memiliki tujuh anak perusahaan. Total asset Anabatic yang didirikan Handoko Tanuadji dkk ini mencapai Rp 1,974 triliun.
Pertumbuhan Anabatic khususnya bisa diilihat dari penjualannya yang melejit, sudah mencapai level Rp 2,57 triliun pada 2014, demikian juga laba komprehensif yang dicatat pada akhir 2014 sebesar Rp 81,35 triliun. Anabatic menduduki peringkat kedua dari sisi revenue bila dibandingkan dengan 3 emiten lain yang sudah lebih dulu tercatat di BEI untuk sub sektor computer dan jasa pendukung, yaitu Multipolar, Astra Graphia, dan Metrodata. Saat ini Anabatic menjadi mitra perusahaan software dan hardware dunia seperti Temenos, SAP, WKFS , IBM, dan Microsoft. “Kami menyediakan berbagai macam solusi end-to-end dimulai dari core banking system (konvensional, berbasis Islam, microfinance), business intelligence, enterprise data warehouse, finance resource planning, enterprise content management, enterprise IT infrastructure, hingga Software-as-a-Service,” ungkap Handojo.
Ada beberapa pilar yang kedepan akan menjadi driver pertumbuhan Anabatic. Pertama, tingkat pertumbuhan sektor TI yang sangat pesat di Indonesia. Jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, tingkat belanja untuk IT terhadap GDP masih sangat kecil, yaitu 1,60%. Sedangkan Singapura 6,37% dan Malaysia 6,42%. Kedua, Anabatic memiliki portofolio produk dan jasa yang cukup lengkap.
Selain itu, Anabatic juga tengah memperkuat dari sisi SDM dan pemasaran. Dari sisi SDM, di jajaran manajemen, belum lama ini mengangkat Betti Alisjahbana sebagai komisaris. Betty sebelumnya sudah malang melintang di dunia bisnis, termasuk sebagai CEO IBM Indonesia. “Saya sudah kenal lama jajaran manajemen Anabatic, sehingga saya bersedia bantu bergabung. Saya yakin kedepan Anabatic bisa tumbuh ke level yang lebih baiik dan di tingkat regional Asia,” Betti Alisjahbana mengungkapkan. Sedangkan dari sisi, programer, Anabatic banyak mendidik para programer muda untuk melakukan training di dalam dan luar negeri.
Di bidang pemasaran, Anabatic akan menggenjot pertumbuhan dengan cara ekspansi ke luar negeri. Saat ini Anabatic sudah membuka cabang di India, Singapora, Malaysia dan Philipina dan dalam tahun ini diperkirakan akan membuka kantor cabang di Vietnam. Dua anak usaha yang akan ekspansi, terutama di bisnis sistem integrasi dan jasa distribusi. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, Handojo juga optimis pasarnya akan makin cerah. “Apalagi sudah ada rencana regulasi baru dari pemerintah bahwa bank-bank asing harus memindahkan datacenter dan data recovery center ke dalam negeri. Hal itu menjadi peluang bagi provider TI seperti kami dan kami sudah siap menangkapnya,” ujar Handojo optimis.
Sudarmadi