Dekati Kelas Menengah Lewat Media Sosial
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENA) mengelompokkan kelas menengah yakni golongan masyarakat dengan pengeluaran antara Rp 300.000-Rp 749.000 per bulan. Jumlah penduduk di kelompok tersebut mencapai 48% dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa, satu angka yang sangat besar.
Ujang Sumarwan, Asisten Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB mengatakan kalangan pengusaha mesti memahami perilaku konsumen kelas menengah tersebut sebelum menentukan strategi pemasaran yang tepat. “Apa saja aktivitas mereka. Bagaimana mereka menghabiskan waktu luang atau hari libur. Apa yang menjadi selera mereka karena selera sangat terkait dengan gaya hidup,” katanya.
Salah satu keunikan kelas menengah, lanjut dia, adalah seleranya terhadap produk-produk yang berkualitas. Dengan tingkat pendidikan yang bagus serta pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kelas di bawahnya, selera terhadap produk berkualitas semakin tinggi. Mereka juga kerap kali kritis terhadap suatu produk atau barang yang baru diluncurkan. Kesamaan lainnya di kelas menengah ini adalah akses terhadap internet yang sangat baik. Oleh karenanya, pemasaran terbaik adalah lewat media sosial.
“Mereka terekspos dengan media sosial dan cenderung memiliki karakter narsis. Salah satu karakter narsis adalah memamerkan barang-barang yang mereka miliki. Kegiatan mereka diluar rumah juga sangat tinggi, karena mereka suka bersosialisasi. Oleh karena itu, display product di shopping centers menjadi sangat penting,” ujarnya.
Menurut Ujang, sederet merek ternama sukses menggarap segmen kelas menengah. Contohnya, mereka yang tergabung di industri jasa makanan, seperti kafe, dan restoran cepat saji. Warga di kelas menengah ini suka bersosialisasi. Salah satu tempatnya adalah kafe dan restoran cepat saji. Starbucks sukses membuka banyak gerai. Mereka tak hanya diisi kelas menengah yang dewasa tapi juga generasi selanjutnya yang masih bersekolah di SMP atau SMA. Di kafe mereka juga melakukan kegiatan yang positif, seperti diskusi soal pekerjaan, diskusi soal PR di sekolah, dan lainnya.
Sektor industri lain yang juga sukses menangkap potensi besar di kelas menengah, lanjut dia, adalah produsen smartphone seperti Samsung dan iPhone. Tak hanya merebut hati segmen kelas atas, mereka juga punya tempat tersendiri di kelas menengah. Smartphone/iPhone dengan harga di kisaran Rp 3 juta- Rp 10 juta laris di pasaran. Kehadiran gadget dengan fitur-fitur canggih ini sangat membantu kelas menengah yang sibuk dengan pekerjaan dan sosialisasinya.
“Di kategori fast food, KFC dan McD juga relatif berhasil. Bahkan, mereka juga berhasil mendatangkan kelas di bawah kelas menengah karena kelas tersebut melihat ke atas. Lihat saja, hampir semua gerai mereka tak pernah sepi pengunjung,” ujarnya.
Ujang menambahkan, para pengusaha juga perlu meningkatkan aktivitas pemasaran below the line seperti konser musik, olah raga yang mengundang komunitas-komunitas tertentu juga akan menarik konsumen kelas menengah. Di usia yang masih tergolong muda, olahraga, musik, dan liburan merupakan gaya hidup masyarakat di kelas menengah. Untuk itulah diperlukan aktivitas marketing above the line yang menarik dan menghibur.
“Media yang dekat dengan kelas menengah adalah media elektronik. Pemasaran melalui media, itu yang disebut dengan direct marketing. Terutama melalui internet, email , dan media sosial harus dimaksimalkan karena kalangan menengah ini sangat terekspos oleh media,” katanya. (Reportase: Maria Hudaibyah Azzahra)