Pendapatan Emiten Penyewa Menara Naik Tipis
Pendapatan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk., pada semester I/2015 tercatat sebanyak Rp 1,67 tirliun. Raihan pendapatan itu lebih tinggi 5,67% dibandingkan semester I tahun lalu. Per 30 Juni 2015, emiten berkode TBIG ini memiliki 19.416 penyewaan dan 12.159 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik perseroan terdiri dari 11.154 menara telekomunikasi, 941 shelter-only dan 64 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 18.411, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) perseroan menjadi 1,65.
“Di semester pertama tahun ini, kami menambah 419 menara dan 956 penyewaan ke dalam portfolio kami. Kebijakan untuk tidak mengikutsertakan penyewaan dan pendapatan Bakrie Telecom telah mengurangi keseluruhan penyewaan kami di semester pertama namun kami terus melaksanakan pesanan dari pelanggan operator telekomunikasi kami.”, tutur Hardi Wijaya Liong, CEO TBIG dalam keterangan tertulisnya Senin (31/8).
Adapun laba bersih perseroan turun 14% menjadi Rp 570,53 miliar dibandingkan dengan semester I tahun lalu. Penurunan laba bersih dipicu oleh rugi selisih kurs pada paruh pertama tahun ini sebesar Rp 100,02 miliar, sedangkan pada semester I/2014 perseroan mengantongi laba selisih kurs bersih Rp 22,4 miliar.
Perseroan berhasil mencatat pendapatan dan EBITDA masing – masing sebesar Rp1,67 miliar dan Rp 1,41 miliar untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2015. Jika pencapaian triwulan kedua ini disetahunkan, maka total pendapatan dan EBITDA Tower Bersama mencapai Rp 3,37 miliar dan Rp 2,85 miliar Total pinjaman (debt) perseroan, jika pinjaman dalam mata uang dollar Amerika Serikat yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya itu senilai Rp 14,38 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp 6,76 miliar. Dengan saldo kas yang mencapai Rp 323 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp14,06 miliar dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) perseroan menjadi Rp 6,442 miliar. Menggunakan EBITDA triwulan kedua 2015 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 2,25 kali dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 4,92 kali.
Helmy Yusman Santoso, Direktur Keuangan Tower Bersama mengungkapkan pihaknya melakukan kebijakan lindung nilai terhadap pinjaman berdenominasi dollar AS sejak tahun 2010 dan terus melanjutkan strategi konservatif untuk meminimalisir risiko nilai tukar mata uang asing. “Alhasil, kami telah melakukan lindung nilai terhadap sekitar 90% dari pinjaman berdenominasi US Dollar dengan menggunakan instrumen lindung nilai, ditambah dengan proteksi lebih lanjut dari pendapatan senilai US$ 40 juta per tahun dari kontrak jangka panjang dengan pendapatan dollar Amerika Serikat,” ucap Helmy.
Ia menambahkan instrumen derivatif yang diambil perusahaan sesuai dengan jatuh temponya pinjaman .” Kebijakan lindung nilai kami telah terbukti sangat efektif dan melindungi TBIG dari volatilitas yang dihadapi oleh rupiah dan mata uang negara-negara berkembang lainnya,” tutur Helmy. Tower Bersama adalah perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi bagi penempatan BTS oleh para operator telekomunikasi di Indonesia. Perseroan dimiliki oleh Saratoga Capital dan Provident Capital.
Sebelumnya, laba PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) di semeseter I tahun ini sebesar Rp 1,2 triliun, naik 121% dibandingkan dengan laba periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 542 miliar. Peningkatan laba bersih tersebut dipengaruhi pertumbuhan kinerja kilang minyak perseroan dan dari hasil reklasifikasi PT Merdeka Cooper Gold Tbk. (MDKA) dari metode ekuitas ke biaya karena efek dilusi pasca IPO.
Di sisi lain, penurunan pendapatan anak perusahaan ADRO, MPMX dan TBIG berdampak pada menurunnya kontribusi perusahaan terhadap laba bersih Saratoga sebesar 51,4% menjadi Rp 244 miliar dibandingkan dengan Rp 501 miliar pada tahun lalu. Pendapatan perseroan pada periode ini mencapai Rp 2,3 triliun dengan total nilai aktiva bersih sebesar Rp 20 triliun yang dihitung berdasarkan nilai pasar perusahaan publik dan nilai buku dari perusahaan investee nonpublik.
Saat perekonomian sedang melambat, Saratoga bertekad memperkuat portofolio investasi agar kinerja perusahaan dapat terus tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Sejalan dengan indikator makro-ekonomi Indonesia, saat ini sektor infrastruktur telah menyerap 60% dari bisnis Perseroan secara keseluruhan, yang ditandai dengan peresmian jalan tol Cikopo-Palimanan serta masuknya Paiton Energy ke dalam portofolio investasi Saratoga. (***)