Kebijakan Ekonomi Jangka Pendek Lebih Dibutuhkan
Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dengan tujuan memperkuat daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum, dan peningkatan kepastian usaha.
Poin pertama, pemerintah menyiapkan sejumlah peraturan presiden, keputusan menteri untuk mempercepat birokrasi. Penyederhanaan izin, penguatan sinergi, dan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat.
Selanjutnya, mempercepat implementasi proyek strategis nasional dengan menghilangkan hambatan yang ada, menyederhanakan izin, mempercepat pengadaan barang serta memperkuat peran kepala daerah untuk mendukung program strategis.
Ketiga, pemerintah mendorong peningkatan investasi di sektor properti. Caranya, dengan mengeluarkan kebijakan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat kecil dan membuka peluang investasi seluas-luasnya.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah memang harus merevisi kebijakan yang tidak efektif atau bahkan menghambat laju perekonomian.
Saat ekonomi Amerika Serikat belum menentu, sebagian mengatakan sudah pulih pulih, dan ekonomi Tiongkok serta Jepang melambat, RI memang harus bertumpu pada kekuatan ekonomi domestik.
Hanya saja, pemerintah mesti punya strategi jitu untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi selain belanja negara, investasi dan ekspor-impor.
Perusahaan yang mengandalkan ekspor seperti tekstil dan industri padat karya lainnya mesti mendapat pertolongan pertama agar gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak terus berlanjut.
“Pemerintah harus fokus pada poin ini jika tak ingin angka kemiskinan melonjak pada akhir tahun. Saat ini, kebijakan jangka pendek yang hasilnya jelas lebih dibutuhkan,” kata dia.
Kebijakan Tekan Kemiskinan
Stimulus dana desa Penambahan beras raskin Kenaikan batas PTKP Peningkatan kesejahteraan keluarga lewat pemberdayaan masyarakat
Sumber: Kementerian Keuangan & Kementerian Desa
Pemerintah dan stakeholder lain seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mesti menebar insentif untuk pengusaha agar bisa melewati masa-masa sulit ini dengan tetap menjaga fundamental perusahaan tetap baik.
Yang paling mendesak saat ini adalah insentif berupa kelonggaran pembayaran utang bank karena komponen pembiayaan salah satu yang terbesar selain bahan baku yang sebagian besar harus dipenuhi dari impor.
“Alangkah baiknya ada moratorium pembayaran bunga. Dengan demikian, pengusaha membayar utang pokoknya saja. Ini akan meringankan beban pengeluaran sehingga opsi PHK bisa ditunda,” katanya.
Kebijakan jangka pendek, selain hasilnya terlihat jelas, akan memperbaiki persepsi dunia usaha di Tanah Air. Pelaku usaha akan menilai prospek bisnis tak sesuram perkiraan sebelumnya jika pemerintah mengambil langkah-langkah tepat.
Pemerintah sendiri punya strategi jitu untuk menekan angka kemiskinan. Seperti dana desa, kebijakan tambahan beras untuk masyarakat miskin, peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak, dan penghapusan kebijakan pajak penjualan atas barang mewah.
Badan Pusat Statistis angka kemiskinan per Maret 2015 mencapai 28,59 juta atau naik 11,2 persen. Terjadi kenaikan sekitar 860 ribu orang jika dibandingkan pada September 2014. Dengan tingginya gelombang PHK pada kuartal II dan III-2015, angka kemiskinan kemungkinan besar akan naik.