Konsep Baru Hilo Green Leader
Untuk yang ke-5 kalinya, produsen susu kalsium Hilo menggelar Hilo Leader. Ini adalah program pemilihan brand ambassador yang memiliki jiwa kepemimpinan. Berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya, konsep Hilo Leader 2015 berubah dengan nama “Hilo Green Leader”. Alasannya, kepemimpinan menekankan pada aspek lingkungan. Dari ribuan peserta yang mendaftar, akhirnya terpilih 12 grand finalis. Salah seoarng grand finalis itu adalah Biondi.
Biondi menjelaskan, bencana asap yang terjadi akhir-akhir ini merupakan cermin rendahnya kepedulian terhadap lingkungan. Padahal menjaga lingkungan merupakan tugas kita bersama. “Seharusnya kepentingan ekonomi tidak mengabaikan kepentingan masyarakat,” ujarnya. Biondi bergabung dengan opentsreetmap.com, yaitu sebuah website yang membantu memetakan berbagai tempat untuk menanggulangi bencana. Website ini berfokus untuk membantu 3 bencana yaitu, banjir, gempa, dan gunung meletus. Website ini juga mengajak masyarakat secara langsung untuk ikut serta dalam pemetaan wilayah. Selain Biondi, ada 11 finalis HiLo Green Leader yang fokus dengan isu lingkungan.
Menurut Angelique Dewi Permatasari, Nutrifood Head of Green Comittee, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya Hilo Leader dikemas dalam nuansa berbeda. Selama ini pemilihan HiLo Leader, hanya berupa beauty pageant biasa, kini ia ingin menampilakan sesuatu yang berbeda. Ke 12 grand finalis merupakan orang-orang yang memiliki fokus di bidang lingkungan.
Mereka adalah orang-orang yang terjun langsung ke masyarakat untuk bersama-sama melestarikan lingkungan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah Cahyadi, finalis asal Jawa Tengah, yang merupakan seorang Green-Social Entrepreneur. Pria lulusan Universitas Dipenogoro ini berfokus dengan isu hutan bakau. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jenis bakau paling banyak di dunia.
Namun rendahnya kesadaran lingkungan membuat hutan bakau hampir punah. Contoh, di Semarang ada 350 hutan bakau, namun saat ini hanya tersisa 15 saja. Sayangnya 11 di antaranya dalam keadaan kritis, ia pun berinisiatif untuk memanfaatkan buah bakau sebagai pewarna alami untuk batik. Ia mengajak warga para pesisir pantai terutama ibu-ibu untuk membuat batik dengan pewarna ini. Munculnya penghasilan baru, diharapkannya menjadi salah satu manfaat dari menjaga hutan bakau di pantai utara Jawa Tengah.
Selain dirinya, ada pula Sugeng yang melakukan konservasi di hutan Gunung Kidul, tempat kelahirannya. Ia pun bercerita di mana 10 tahun yang lalu, masyarakat menebang hutan dan mengambil bebatuan dari gunung untuk dijual. Akibatnya debit air di sumber-sumber air desa menurun sehingga petani hanya bisa panen dalam setahun.
Ia dan teman-temannya pun merintis pengelolaan ekowisata, mereka memberdayakan 48 hektar sebagia kawasan ekowisata. “Saat ini kami mampu memperoleh omset 4 milyar pertahun, dan keseluruhan jumlah itu langsung masuk ke masyarakat,” jelasnya.
Ekowisata berarti memunculkan masalah baru, yaitu masalah sampah. Oleh karena itu pun dan warga berinisiatif untuk mengolah sampah-sampah tersebut menjadi sesuatu yang bernilai jual. Melihat berbagai perjuangan ini, HiLo berencana akan mengapreasisasi kedua pemenang dengan memberikan dana dukungan mengikuti konferensi lingkungan tingkat internasional dan ASEAN.
Angelique berharap agar para pemenang mampu memperluas jaringan dan meningkatkan koloborasi mereka dengan organisasi dan komunitas lingkukngan lainnya. Ia berharap mereka bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi kepada lingkungan. (EVA)