Membuat Gajah Tua Menari
Alan “A.G.” Lafley memang seorang srati andal. Dengan caranya yang unik, lelaki sederhana yang oleh Fortune dijuluki un-CEO ? karena keenganannya disorot oleh media massa ? ini, bukan saja bisa membangkitkan kembali gajah tua 167 tahun dari keterpurukan, tetapi juga membuatnya menari lincah.
Kita lihat saja. Dalam tempo hanya tiga tahun, Lafley berhasil meningkatkan core volume Procter & Gamble Co. ? perusahaan gajah yang menduduki posisi terhormat dalam Fortune 500 itu ? rata-rata 7% per tahun. Peningkatan penjualan unit produk yang dihasilkan P&G ini mendongkrak laba operasional tahunan perusahaan sampai 17%, sehingga harga saham mereka yang berkode PG meroket hampir dua kali lipat di Wall Street.
Selama dua tahun terakhir, P&G berhasil meningkatkan hit rate produk baru dari 70% menjadi 90%. Prestasi luar biasa dalam industri yang selama 12 bulan terakhir ini hampir 50% produk baru yang diluncurkan gagal memberikan return bisa menutup biaya modal. “Selama 18 tahun mengikuti perkembangan Procter,” ujar Andrew Shore, analis Deutsche Bank, seperti dikutip Fortune, “belum pernah saya melihat perusahaan ini sebagus sekarang.”
Kuartal I/2004, P&G membukukan kinerja yang lebih hebat: 19 dari 20 merek terbesar yang mereka miliki berhasil meningkatkan pangsa pasar. Pertumbuhan core volume total yang mencapai 12% itu dihela oleh produk baru seperti Olay Regenerist (krim antipenuaan), Prilosec (obat heartburn, nyeri dada bagian bawah karena gangguan pencernaan), Swifter (pembersih debu), dan Mr. Clean AutoDry (pembersih mobil langsung kering yang tak meninggalkan noda). “Coba, perusahaan US$ 50 miliar lain mana yang mampu menumbuhkan core volume lebih dari 10%?” ujar Shore.
Hebatnya lagi, kemampuan P&G lari kencang dipacu oleh pertumbuhan organik. Bersumber pada pertumbuhan bisnis inti ? di luar gains dari akuisisi ? pertumbuhan organik sangat bernilai karena menunjukkan peningkatan kompetensi inti. “Pertumbuhan organik itu menunjukkan otot inovasi perusahaan,” ujar Lafley. “Betul-betul otot. Kalau kita bisa memanfaatkannya, ia akan semakin kuat.”
Lafley tak omong besar. Perusahaan gajah lain, termasuk Unilever yang merupakan pesaing terbesar, kedodoran dalam inovasi dan membangun merek yang mereka miliki. Padahal, seperti yang ditunjukkan oleh hasil survei Boston Consulting Group terhadap para eksekutif senior, lebih dari dua pertiga petinggi perusahaan itu menyebut inovasi sebagai prioritas ? dan sebagian besar (57%) mereka kecewa atas return yang diperoleh dari investasi inovatif yang mereka lakukan.
Apa kiat Lafley sehingga berhasil membuat perusahaan gajah sebesar P&G menari lincah di industri yang pertumbuhannya dikenal lambat? Intinya: Back to basic. Tentunya, masih ditambah upaya besar mendorong inovasi di segala bidang.
Ketika Lafley mewarisi kursi CEO pada Juni 2000, P&G sedang terpuruk. Pendahulunya, Durk Jager, yang coba mengadopsi strategi para kampiun industri farmasi ? inovatif menciptakan produk baru melalui R&D ? telah meningkatkan biaya dan membuat pertumbuhan P&G kian tersendat, dari 5% pada 1996 jadi hanya 2,6% pada 1999. Maklum, pertumbuhan core volume jalan di tempat dan margin laba produk andalan P&G ? termasuk Pampers, Tide dan Crest ? menyusut. Melalui Organization 2005, restrukturisasi besar yang antara lain memangkas 17 ribu karyawan dalam tiga tahun, Jager mengupayakan turnaround. Namun, perusahaan barang konsumsi terbesar di dunia ini justru makin kedodoran. Harga saham mereka yang terkenal blue chips itu terjun bebas 43%.
Begitu mendapat kepercayaan, Lafley langsung melakukan refokus ke upaya pemasaran produk andalan yang penjualannya miliaran US$. Mantan bos P&G Asia yang berpengalaman mengendalikan operasional divisi perawatan kecantikan ini meningkatkan belanja promosi. Upaya efisiensi, yang ditargetkan memangkas biaya total US$ 1,7 miliar, dilakukan melalui pengembangan teknologi informasi.
Untuk merambah e-commerce lebih dalam Lafley membawa P&G bergabung dengan Transora, supply exchange yang menghubungkan 49 perusahaan raksasa packaged goods, selain meluncurkan berbagai proyek unilateral dan multilateral sendiri. Tujuannya jelas: Menciptakan seamless supply chain yang bisa memangkas sampai 50% baik biaya maupun waktu proses mengubah bahan baku menjadi produk jadi di kereta belanja konsumen.
“Kami membawa P&G ke dunia maya dengan langkah besar,” ujar Lafley. “Kami akan terapkan strategi e-commerce berbasis Web sebagai bagian dari semua yang kami lakukan, karena kami yakin itu akan melipatgandakan nilai dari setiap kekuatan P&G.”
P&G adalah satu dari sedikit perusahaan yang pertama memanfaatkan Transora. Pada Juni 2000 itu juga, begitu supply exchange mulai beroperasi, mereka melakukan lelang pengadaan potato flakes di pasar online itu. Pada lelang perdana, buyer terbesar kentang (bahan baku utama Pringles yang penjualannya mencapai US$ 1 miliar/tahun) ini memperoleh harga 29% lebih murah dari perkiraan.
Pada musim panas 2000, P&G juga melelang proyek relokasi ekspatriat, memangkas jumlah penyedia jasa yang digunakan dari 350 menjadi hanya 8. “Lelang tersebut menghemat biaya relokasi ekspat sampai 30%,” tutur Steve David. Akan tetapi, penghematan terbesar berasal dari kemampuan Transora mengintegrasikan data pembelian konsumen di tingkat ritel dengan sistem pembelian P&G. Dengan demikian, masih menurut sang CIO, “Ketika seorang konsumen membeli tisu Bounty di Kroger, pemasok pulp P&G tahu bahwa mereka perlu mengirim lebih banyak bahan baku kertas itu.”
Mengombinasi sistem integrasi internal dengan retailer and supply link berbasis Web, P&G juga dapat memangkas inventori dan modal kerja sampai US$ 1,5 miliar dan meniadakan biaya pemeliharaan inventori yang mencapai US$ 100 juta/tahun. Penghematan ini dicapai pada akhir 2001, setelah berhasil mencapai target perolehan 50% order melalui Web.
Dengan penghematan besar dari proses bisnis, Lafley lebih leluasa membiayai upaya besar refokus pada pemasaran. Dia agaknya sadar bahwa sejak dulu merupakan kekuatan utama P&G. Didirikan pada 1837 di Cincinnati, Ohio oleh William Procter, imigran asal Inggris pemilik pabrik lilin, dan James Gamble, imigran asal Irlandia pemilik pabrik sabun, P&G boleh dibilang pelopor dalam branding.
Ketika boleh dibilang belum ada perusahaan yang mencantumkan secara jelas merek dagang di produknya, pada 1851 P&G telah membubuhkan logo Moon and Stars di kemasan lilin yang mereka kirim ke peritel. Belakangan, logo yang disempurnakan menjadi “manusia bulan sabit dan 13 bintang” dan dipatenkan pada 1882 ini digunakan sebagai salah satu strategi corporate branding.
Dalam hal product branding, P&G adalah perusahaan pertama yang mengiklankan produk sabun mandi andalannya, Ivory, yaitu sejak tahun 1880-an. Bahkan, perusahaan sabun inilah yang pertama memperkenalkan apa yang sekarang dikenal sebagai soap opera dengan mensponsori drama radio dan TV yang membidik pasar wanita.
P&G pulalah yang memperkenalkan riset pasar. Embrionya adalah unit yang dibentuk pada 1923 oleh D. Paul “Doc” Smelser dengan tugas menganalisis pasar minyak biji kapas dan komoditas lain. Doktor ekonomi dari Universitas Johns Hopkins ini senang melontarkan pertanyaan yang menggelitik kepada manajemen, “Berapa persen sabun Ivory yang digunakan untuk muka dan berapa persen untk cuci piring?” Ketika tak ada yang bisa menjawab, dia menyimpulkan bahwa P&G belum punya kepedulian tentang bagaimana produk mereka digunakan, dan bagaimana seharusnya dipasarkan.
Menuruti saran “Doc” Smelser, pada 1925 P&G membentuk departemen riset pemasaran. Dalam 34 tahun kepemimpinannya sampai pensiun pada 1959, “Doc” berhasil mengembangkan unit riset pasar tercanggih di dunia yang mampu menjawab hampir semua hal yang menyangkut bagaimana produk P&G dan pesaing digunakan oleh konsumen, dapat digunakan untuk bagaimana lagi produk itu, dan apa yang disukai ataupun tak disukai konsumen dari produk itu. Sangat sadar akan daya jangkau iklan di media, ?Doc? sering memberi kejutan kepada para manajer stasiun radio dengan memberi mereka statistik akurat tentang besarnya audiensi mereka ― angka yang bahkan tak dimiliki orang radio itu sendiri.
Masih kurang? P&G adalah perusahaan yang memperkenalkan apa yang kemudian dikenal sebagai brand management. Ketika itu, 1931, Neil McElroy yang frustrasi karena produk baru yang diluncurkan, Camay ? ternyata bukan saja bersaing dengan produk sabun mandi dari Lever dan Palmolive tetapi juga dengan Ivory milik P&G sendiri ? mengusulkan dibentuknya tim khusus yang mengelola pemasaran sebuah merek seperti bisnis tersendiri. Dari memo internal ini lahirlah sistem modern brand management dengan diferensiasi produk sebagai salah satu elemen kuncinya.
Formula sukses McElroy ? “temukan apa keinginan konsumen dan berikan kepada mereka” ? oleh P&G kemudian ditindaklanjuti sampai ke tingkat yang waktu itu tak terbayangkan oleh perusahaan lain. Atas prakarsa “Doc”, mereka minta ratusan ibu rumah tangga yang memanggang makanan, mencuci piring dan pakaian di rumah masing-masing melaporkan hasil kerja rumah tangga itu ke P&G. Berdasarkan riset pasar ini, produk baru dapat terus dikembangkan dan produk yang ada bisa disempurnakan. Riset pasar bahkan dilakukan melalui wawancara dari pintu ke pintu, dan memasuki tahun 1960-an melalui sarana telepon.
Saat ini, hampir semua perusahaan produk konsumsi melakukan riset pasar untuk mengembangkan bisnisnya. Kendati demikian, P&G tetaplah leader dalam hal yang satu ini. Nah, strategi back to basic Lafley mengembalikan P&G, dari meniru kompetensi para kampiun farmasi yang lebih mengandalkan R&D produk, untuk fokus pada kemampuan pemasaran yang telah terbukti selama belasan dasawarsa membuat perusahaan menjadi yang terbaik di bidangnya. Dan Lafley memoles kemampuan lama dengan inovasi untuk menghadapi pasar yang pada milenium baru ini kian terfragmetasi.
Riset pasar yang dilakukan, misalnya, tak lagi kelewat mengandalkan focus group yang merupakan metode konvensional untuk mempelajari perilaku konsumen. “You don?t really learn anything insightful,” ujarJim Stengel. Alasannya, masih menurut sang Chief Marketing Officer, P&G dan para pesaing sudah bisa memenuhi semua kebutuhan konsumen yang memang sudah terungkap jelas. Artinya, peluang merebut pasar adalah pada pemenuhan kebutuhan yang belum diartikulasi.
Untuk itu, Stengel meminta orang-orangnya menghabiskan waktu lebih banyak dengan konsumen di rumah mereka ― mengamati cara mereka mencuci pakaian, membersihkan lantai, memakaikan diaper pada bayinya, serta banyak bertanya tentang kebiasaan dan apa yang bikin mereka frustrasi. Kalau sebelumnya orang pemasaran menghabiskan rata-rata empat jam per bulan dengan konsumen, Stengel mengatakan, “Sekarang paling tidak tiga kali lipatnya.”
Sementara itu, Lafley mengingatkan setiap insan P&G afar melihat brand bukan dengan mata seorang saintis (yang terfokus pada kesempurnaan teknikal), melainkan dari sudut pandang konsumen. Dan ini dilakukan oleh Deb Henretta. Bos divisi perawatan bayi ini membuka pusat uji diaper di dekat ruang kerjanya. Di situ, lusinan ibu muda melihat anak balitanya dipakaikan diaper dan diukur segala bagian tubuhnya oleh teknisi P&G. Dari interaksi itu, dia tahu bahwa para ibu tadi frustrasi dengan lamanya waktu yang diperlukan buat mengajari si kecil menggunakan toilet.
Respons Henretta? Agust 2003 dia meluncurkan lini produk baru, Pampers Fell ?n Learn Advanced Trainers. Tak seperti ini produk yang telah ada, yang menonjolkan kemampuan segera menyerap air sehingga si kecil tetap kering, produk baru ini justru dirancang untuk tetap basah selama dua menit sehingga anak terdorong untuk ke toilet.
Perubahan cara berpikir menjadi “membantu para ibu mengembangkan si kecil” ini juga melahirkan berbagai produk serupa, dari Easy Up (celana untuk melatih si kecil ke toilet) hingga Kandoo (lap bayi). Hasilnya: Pampers yang notabene merek terbesar P&G berhasil merebut pasar Huggies, produk Kimberly-Clark, untuk pertama kalinya dalam hampir satu dasawarsa.
Contoh lain dari ekspansi kegunaan sebuah brand adalah Crest. Dengan strategi baru, A healthy, beautiful smile for life, P&G menciptakan kategori produk yang sebelumnya tidak pernah ada: Crest Whitestrip (strip yang dibubuhi peroksida buat memutihkan gigi) dan Crest Night Effects (pemutih gigi dalam bentuk gel). Mendatangkan US$ 300 juta (penjualan ritel), kedua produk baru ini mendominasi pasar dengan pangsa 70%.
Produk lain, Crest SpinBrush (sikat gigi bertenaga baterai) yang menangguk penjualan US$ 160 juta berkibar sebagai sikat gigi terlaris. Lalu, pasta gigi bercitarasa baru (seperti jeruk dan kayu manis) yang digandrungi konsumen muda dan etnik tertentu, membuat Crest mampu meningkatkan penjualan pasta gigi P&G sampai dua kali lipat dan mencuri pasar Colgate walau belum merebut posisi puncak.
Bagaimana P&G sampai pada produk dengan citarasa nonkonvensional tersebut? Bos Divisi Perawatan Mulut P&G Amerika Utara, Diane Dietz, mendapat inspirasi dari koleganya di Millstone (Divisi Kopi Spesial) dan Herbal Essence (sampo dari Clairol). Sebagai pakar aroma, para kolega tadi membantu Dietz mengembangkan fitur “kerok dan cium” pada kemasan Crest. Dietz juga minta advis pada Top 15 Meeting yang diselenggarakan CMO Stengel setiap kuartal untuk mempertemukan orang-orang kunci yang menangani 15 merek terbesar P&G.
Orang-orang R&D, tak kurang dari 7.500 yang tersebar di 20 fasilitas P&G di 9 negara, melakukan komunikasi melalui situs Web internal dan pertemuan komunitas khusus bidang keahlian tertentu. Di tingkat atas, Lafley ikut mengevaluasi pertukaran ide di antara para saintis dan pemasar ketika mengadakan innovation review tahunan yang berlangsung setengah hari di setiap unit bisnis. “People get just as much credit for giving good ideas as for receiving,” ujarnya.
Strategi ini memberikan hasil luar biasa. Ketika mengembangkan Mr. Clean AutoDry, misalnya. Bos R&D Divisi Perawatan Rumah, Karl Ronn, minta bantuan unit purifikasi air Pur dan orang-orang yang yang terkait dengan produk Cascade, yang tahu bagaimana mengeringkan piring tanpa meninggalkan noda. Kalau perlu, Ronn bahkan bisa meminjam talenta dari kedua unit tadi untuk pengembangan produk di unitnya.
Tak hanya itu. Lafley juga mendorong kerja sama dengan kalangan luar. “Para inventor itu tersebar luas di masyarakat, ” ujarnya. “Dan peluang kita untuk mendapatkan penemuan di garasi sama besar dengan di lab kita sendiri.”
Karena penemuan itu adalah “sesuatu yang langka” dan kecepatan inovasi sekarang, menurut estimasi P&G, dua kali lipat dibanding satu dasawarsa lalu, mengapa kita tak mencari ide dan teknologi dari seluruh kolam talenta yang ada? Keberanian Lafley membuka diri ini sungguh berbeda dari keyakinan lama di P&G: “Kami punya semua jawaban.”
Kendati demikian, Lafley tak bakal memangkas barisan R&D yang telah terbukti mampu menghasilkan produk shortening yang seluruhnya berbahan baku nabati (Crisco) dan diterjen kuat untuk laundry (Tide). Yang diarah Lafley adalah memboyong teknologi dari para entrepreneur seperti ketika P&G membeli SpinBrush dari inventor John Osher pada Oktober 2001.
Upaya lain mendapatkan ide dari luar adalah bekerja sama dengan perusahaan lain. Sekadar contoh, dua tahun lalu beberapa manajer P&G menemukan sebuah produk unik di toko ritel Jepang, yaitu penghapus yang dapat menghilangkan noda di tembok. Buat menciptakan produk serupa yang diberi nama Mr. Clean Magic Eraser, P&G minta bantuan raksasa kimia Jerman, BASF, mengembangkan bahan busa senyawa utama produk tersebut.
Contoh lain, Divisi Perawatan Kesehatan P&G, yang walau mengembangkan banyak inovasi, antara lain Intrinsa (plester testosteron buat wanita yang libidonya rendah), sukses terbesar yang diraih sekarang adalah memasarkan produk orang lain: Prilosec. Diluncurkan September 2003, versi OTC dari obat heartburn buatan Astra-Zeneca (yang harus dibeli dengan resep) ini adalah produk konversi dari ethical ke OTC paling sukses. Penjualan Prilosec tahun pertama diperkirakan mencapai US$ 300 juta.
Lafley bahkan tak segan mendorong P&G melakukan kerja sama dengan pesaing. Dua tahun lalu dia mengadakan lelang buat mendapatkan perusahaan yang mampu memasarkan teknologi film perekat milik P&G yang telah digunakan untuk packaging dan produk Crest Whitestrips. Pemenangnya ternyata Clorox, pemilik merek Glad (yang bersaing dengan P&G di beberapa produk, seperti sistem purifikasi air). Kemitraan yang terbentuk dan produk yang diluncurkan, Glad Press ?n Seal, menguntungkan kedua perusahaan. Glad Press ?n Seal bisa menyalip Saran, produk pembungkus makanan dari S.C. Johnson yang sebelumnya terlaris di Amerika Serikat.
Tren yang berubah cepat juga mendorong P&G lebih berani menyerbu pasar. Sangat konservatif, P&G sebelumnya selalu melakukan uji pasar yang menyeluruh sebelum meluncurkan produk. “Sekarang kami tak punya waktu lagi memberi titik semua huruf i,” Susan Arnold bertamsil. “Bisnis kami trend-based dan fashion-based. Kami harus intuitif, intinctual, dan berani mengandalkan nyali.”
Itu sebabnya ketika tahun lalu konsumen lagi keranjingan Botox, Arnold yang mengomandani divisi perawatan kecantikan itu segera meluncurkan Olay Regenerist, lini produk perawatan kulit berbasis teknologi penyembuhan luka yang sedang dikembangkan P&G dan Sederma Laboratories, Prancis. Dengan memangkas uji pasar dari biasanya tiga tahun menjadi hanya 18 bulan ? tanpa mengurangi uji ilmiah ? Regenerist bisa cepat merebut pasar krim antipenuaan yang sangat kompetitif di AS.
Satu hal lagi perubahan positif dalam pemasaran P&G. Di bawah Lafley, perusahaan ini tak lagi hanya memasarkan produk, melainkan juga pengalaman konsumen terhadap produk mereka ? bagaimana penampakan, aroma, teksturnya. Untuk itu, Lafley mengangkat Claudia Kotchka sebagai kepala desain yang melapor langsung kepada sang CEO. Para desainer sekarang terlibat dengan semua aspek pengembangan produk.
Untuk peluncuran SK-II baru-baru ini, misalnya, para desainer ikut merancang materi pemasaran dan kios in-store di Saks, toko yang menjual produk itu secara eksklusif. SK-II adalah upaya pertama P&G masuk ke pasar kosmetik mahal. Hasilnya memang belum bisa ditebak. Kendati demikian, sejak P&G mencaplok Max Factor, pemilik merek itu pada 1991, SK-II telah berkibar dari hampir nol menjadi produk perawatan kulit mahal terlaris di Asia, dengan penjualan US$ 500 juta.
Asia dan kawasan lain yang sedang berkembang mendapat perhatian khusus Lafley, yang menyadari bahwa selama ini struktur biaya P&G relatif tinggi sehingga negara berkembang hanya bisa menyumbang 20% penjualan total dibanding Colgate yang mencapai 45% dan Unilever yang 35%. Buat menyiasati hal ini, P&G meninggalkan cara lama yang lebih suka menggunakan peralatan milik sendiri yang mahal dan melakukan toll manufacturing (antara lain untuk produk sabun Safeguarnd dan pembalut wanita Always).
Di Cina, P&G bahkan mengadopsi strategi Coca-Cola untuk memproduksi Tide: Pabrik P&G hanya memproduksi “konsentrat” rahasia diterjen pembersih itu, lalu menyerahkan kepada para kontraktor penambahan bahan-bahan standar (seperti sulfat dan fosfat) dan pengemasan produk jadinya. Sementara itu, di Rusia yang menurut riset pasar para wanitanya tak kelewat suka dengan Always yang berteknologi tinggi sehingga dibuat tipis, P&G tak segan menyesuaikan diri dengan memberikan pembalut yang lebih tebal (yang dipersepsikan sebagai memberi rasa lebih aman). Strategi ini membuat penjualan P&G di pasar negara berkembang melejit 19%, dengan margin tidak di bawah rata-rata perusahaan.
Di AS, P&G memberi perhatian khusus pada pasar Hispanic. Dengan populasi yang meningkat pesat, sekarang mencapai hampir 39 juta, warga berbahasa Spanyol (dan Portugis) ini merupakan pasar potensial di AS. Tak heranlah, sejak awal 2000 P&G membentuk unit pemasaran multikultural. Unit yang terbagi dua tempat ini ? kantor pusat Cincinnati dan Puerto Rico ? bukan hanya merancang promosi khusus (seperti penayangan iklan berbahasa Spanyol di CBS pada acara Grammy Awards), tetapi juga produk yang sesuai dengan selera masyarakat Hispanic (yang antara lain lebih suka wewangian yang keras).
Buat menggarap pasar remaja, P&G mengayun strategi yang berbeda. Melalui Tremor, unit pemasaran milik sendiri, mereka melakukan pemasaran viral. “Kami membedakan antara trend-setter dan trendspreader atau ?konektor?,” ujar Erika Brown, Manajer Merek Tremor. Para konektor ini, masih menurut Brown, sekitar 10% populasi remaja yang memiliki jaringan sosial luar biasa luas.
Pada pemasaran Pringles, misalnya, para remaja yang dipilih sebagai konektor diminta memilih lagu yang akan digunakan buat iklan produk makanan ringan tersebut. Dengan demikian, para remaja gaul itu merasa memiliki iklan tadi dan dengan sukarela memperkenalkannya kepada teman-teman mereka.
Secara organisasi, Lafley melakukan perombakan buat menekankan pentingnya divisi perawatan kecantikan dan divisi perawatan rumah bagi perusahaan. Jumlah vice chairperson pun ditambah dari dua menjadi empat orang, masing-masing membawahkan global beauty care, global operation, global household care, dan global health, baby & family care. Reorganisasi ini penting karena P&G telah masuk lebih dalam ke bisnis perawatan kecantikan melalui akuisisi Wella dan Clairol seraya melepaskan bisnis yang tumbuh lambat, termasuk Jif (selai kacang), Sunny Delight (jus jeruk), dan Crisco (shortening).
Agak ricuh dengan pemegang saham minoritas, integrasi Wella mungkin masih memerlukan waktu. Toh, Lafley telah membuktikan bahwa dia punya kemampuan untuk itu. Buktinya, Clairol yang diakuisisi pada 2001 sekarang telah berkembang pesat. Sebelumnya, Clairol kehilangan pangsa pasar karena pemilik lamanya, Bristol-Myres Squibb, tak mau membelanjakan cukup fulus buat investasi dan gagal berinovasi.
P&G juga sudah membuktikan kepiawaiannya menangani akuisisi perusahaan lain, Iams. Memasarkan produk (pakan hewan peliharaan)-nya di toko-toko khusus, Iams memiliki pelanggan yang punya keterlibatan emosional tinggi. Para pelanggan itu khawatir, di tangan P&G yang notabene perusahaan konsumsi, produk kesayangan mereka akan jadi komoditas.
Kenyataannya? P&G memang memperluas jaringan pemasaran Iams ke gerai ritel yang bersifat massal. Toh, R&D mereka yang kuat memberikan produk itu nilai lebih yang dibutuhkan. Tim R&D menemukan bahwa para pemilik hewan peliharaan takut sahabat berkaki empat itu mati mendahului mereka. Orang-orang tua itu takut kesepian. Maka, dikembangkan kolaborasi dengan para ahli kesehatan manusia yang telah mempelajari jantung, tulang, otot, gusi, dan organ lain secara mendalam untuk menghasilkan pakan yang dapat memperpanjang umur anjing dan kucing peliharaan ― formula untuk memelihara berat badan, mengandung campuran antioksidan, berisi zat pencegah karang gigi.
Dengan inovasi ini, Iams berkibar sebagai pakan ternak terlaris di dunia dari hanya peringkat ke-5. Penjualan pakan hewan peliharaan ini meningkat 100% ke angka US$ 1,6 miliar di seluruh dunia, mendatangkan laba tiga kali lipat. Untuk menarik para dokter hewan, P&G memperluas Iams ke bisnis magnetic resonance imaging khusus hewan peliharaan, bahkan asuransi hewan buat membantu pembayaran biaya pemindaian secara magnetis itu yang mencapai US$ 1.200.
Mampukah P&G mempertahankan pertumbuhan tinggi dalam waktu lama? Untuk perusahaan gajah dengan penjualan US$ 50 miliar lebih, Lafley sadar hal ini bukan pekerjaan mudah. “Hukum matematika mengatakan bahwa akan semakin sulit melakukan hal yang lebih baik,” ujarnya jujur. Satu-satunya cara terus berlari kencang adalah berinovasi tanpa henti.
Buat mendorong inovasi Lafley menjanjikan bonus besar atau merekrut tenaga andal dari luar? Sama sekali tidak. Lafley tak mau mengubah sistem kompensasi yang telah mapan, tetapi cukup dengan tak memberikan promosi kepada mereka yang tak mampu menyumbangkan ide bagus buat perusahaan. Kalau pun ada insentif untuk ide yang kreatif, jumlah yang diberikan tak kelewat besar ? cuma 50 opsi saham ? dan dengan menampilkan sang inovator di situs internal P&G.
Lafley juga tak mau mengimpor talenta untuk posisi tinggi. Mempertahankan tradisi promosi dari dalam, P&G merekrut orang luar untuk posisi menengah hanya untuk mengisi posisi yang membutuhkan keterampilan khusus. Budaya kekeluargaan inilah agaknya yang lebih memudahkan Lafley mengajar sang gajah tua P&G terus menari lincah dengan inovasi-inovasi baru.
Riset: Ely Chandra.
BOKS:
Trik Lafley Membuat P&G Menari
Untuk membuat perusahaan sebesar P&G menari lincah, apalagi di industri yang tumbuh lambat, diperlukan trik yang tepat. Inilah strategi yang diayun CEO Alan Lafley:
brandrevenuebottom linebrandbrand expansionA healthy, beautiful smile for lifeTop 15 Meetingtrend-basedfashion-basedlay-outtoll manufacturingreward