Management Strategy

Adaro Konsisten Cetak Profit

Adaro Konsisten Cetak Profit

Produksi batubara PT Adaro Energy Tbk (Adaro) terus menanjak dalam 5 tahun terakhir meski sempat turun di sepanjang 2012. Jika pada tahun 2010, produksinya mencapai 42,19 juta ton, pada tahun 2014 mencapai 55,32 juta ton.

Sayang, kenaikan produksi tidak berbanding lurus dengan nilai penjualan. Nilai penjualan batubara Adaro terus turun karena harga batubara di pasar global yang jatuh. Nilai penjualan Adaro pada tahun 2014 turun 11,8% dibanding realisasi di 2011.

Harga batubara menunjukkan tren menurun selama kurun 2011-2014, dari US$ 100 per ton menjadi US$ 57 per ton. Meski begitu, perseroan tetap konsisten mencetak profit. Bagaimana caranya? “Itu karena perseroan terus meningkatkan efisiensi,” kata Senior Manager External Relation Adaro, Fadjar Widijanta.

Salah satunya dengan membangun pembangkit listrik sendiri. Menurut Fadjar, Adaro sudah membangun dua power plant berukuran 2×30 megawatt dan 2×100 megawatt di Kalimantan Selatan untuk mendukung proses bisnis.

“Karena salah satu post biaya yang paling besar adalah energi. Berikutnya Adaro akan menambah lagi power plant di Sumatera Selatan,” katanya.

adaro

Adaro menyuplai batubara dalam negeri dengan prosentase 25-30 % dari total penjualan, terutama untuk kebutuhan PLTU di pulau Jawa-Bali yakni PLTU PEC, PLTU Paiton 1-2, PLTU Jawa Power, PLTU Suralaya dan PLTU Indonesia Power), industri semen dan industri pulp & paper.

Batubara produksi Adaro dikenal merek dagang Envirocoal. Produk ini diekspor ke lebih dari 18 negara di seluruh dunia antara lain India, Jepang, Tiongkok, Spanyol dan Amerika sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Envirocoal adalah jenis batubara sub bituminous dengan kadar abu dan sulfur yang rendah, juga kadar Nox yang rendah. Batubara jenis ini menghasilka kadar emisi yang sangat rendah, tingkat pembakaran yang sempurna.

“Sehingga, mengurangi dampak pencemaran lingkungan, menekan biaya produksi untuk pembangkit listrik, tidak memerlukan teknologi desulphurisasi, menghasilkan sisa pembakaran yang sangat sedikit,” katanya.

Sebagai perusahaan yang inti bisnisnya adalah eksploitai sumber daya alam Adaro mengklaim telah memenuhi tanggung jawabnya untuk melestarikan lingkungan khususnya di areal bekas tambang.

Adaro membangun nursery sendiri untuk menghasilkan bibit pohon yang akan dipakai di area revegetasi (penanaman kembali). Nursery tersebut seluas 2 ha, dengan kapasitas 70 – 130 ribu bibit, produksinya rata-rata 10-30 ribu bibit per bulan.

Ada lebih dari 50 jenis bibit yang dikembangkan di nursery tersebut, diantaranya adalah akasia, pulai, durian, waru, dan sengon. Khusus untuk kegiatan pembangunan hutan bekas tambang, Adaro bekerjasama dengan Balai Penelitian Kehutanan di daerah setempat. (Reportase: Arie Liliyah)

Selain membangun kembali hutan, Adaro juga membuat program pemanfaatan air operasi tambang bagi warga sekitar. Adaro membangun instalasi Water Treatment Plant (WTP T-300) untuk memproduksi air bersih yang sesuai dengan standar baku mutu Peraturan Menkes RI.No.416/MENKES/PER/IX/1990.

Air tersebut didalam WTP T-300 tadi melewati 5 tahap pemrosesan untuk kemudian keluar menjadi air layak pakai. Sebanyak 1.110 KK telah mendapat suplai air minum dengan gratis. (Reportase: Arie Liliyah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved