Gunawan Jusuf: Efisiensi Jadi Kekuatan Sugar Group
PT Sugar Group Companies menjadi sponsor utama Pameran Tunggal 70 Tahun Karya Srihadi Soedarsono dengan tema “70 Tahun Rentang Kembara Roso”. Pameran yang berlangsung antara 11-24 Februari 2016 di Galeri Nasional Indonesia itu menyajikan 450 karya seniman lukis berusia 84 tahun itu. Gunawan Yusuf, Presiden Direktur grup bisnis yang terkenal dengan produk gula dalam kemasan dengan merek Gulaku itu, turut membuka pameran besar tersebut bersama Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sebelum pembukaan pameran pukul 19.00 pada Kamis 11 Februari 2016, Gunawan Jusuf, Presdir Sugar Group Companies bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan SWA Online. Selain Gulaku, bisnis grup ini juga merambah kopi dengan nama JJ Royal Coffee, selain produk kopi kemasan premium, merek ini juga digunakan untuk jaringan kafe dan restonya. Walau memiliki bisnis media, Koran Jakarta, Gunawan bisa dibilang bukan tipe narasumber yang mau diwawancarai media. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Sugar Group Companies bisa mendukung pameran lukisan tunggal Srihadi Soedarsono?
Kami sudah mengenal Pak Srihadi belasan tahun lamanya. Kami mengenal beliau pada sekitar tahun 1992. Saya bukan kolektor lukisan Srihadi sebenarnya. Dukungan saya ini karena saya meneruskan relasi yang sudah dibina lama Ibunda saya ibu Rachmiwati (alm.) dengan Pak Srihadi dan Ibu Farida. Ibu saya punya hubungan baik sekali dengan mereka sebagai dukungan penuh beliau pada karya seni Indonesia.
Dukungan dari masyarakat, termasuk Ibu Rachmi, juga keluarga saya kepada seni Indonesia, merupakan keharusan sebagai suatu bangsa. Sebagai suatu bangsa kita tidak bisa terpisahkan dari kultur, seni dan budaya. Itu semua adalah bagian dari hidup kita sebagai bangsa Indonesia
Apakah selain Srihadi, ada seniman lain yang didukung Sugar Group dalam pengembangan karyanya?
Kami mendukung semua pelukis dan senirupawan, semua artis sebenarnya dari smua kultur. Tapi Pak Srihadi ini adalah salah satu yang tertua dalam perjalanan hidup ini yang mempunyai sejarah paling panjang, dengan usia 84 tahun beliau sudah berkarya selama 70 tahun. Ceritanya lebih panjang.
Apakah ini bagian dari CSR Sugar Group?
Saya rasa ini bukan CSR, lebih ke relasinya dengan kehidupan manusia
Anda sendiri pribadi ada kegiatan apa lagi selain mendukung seni budaya, yang kaitannya dengan sosial kemanusiaan?
Sebagai manusia kita tidak terlepas dari kehidupan seni. Kultur dan budaya adalah aset bangsa. Ini kalau kita lihat negara maju dan negara dengan sejarah panjang, seni itu sangat bernilai, jadi harta suatu bangsa
Anda sendiri punya koleksi barang seni?
Saya tidak punya, tapi saya mewarisi apa yang dikoleksi almarhum ibu saya. Saya tidak secara aktif menjadi kolektor, hanya mendukung kegiatan seni budaya saja, salah satunya acara seperti ini. Ini merupakan konsern kami agar masyarakat lebih sadar betapa pentingnya ini menjadi bagian perkembangan negara.
Masuk ke pertanyaan bisnis, apa sebenarnya impact dari mendukung acara ini ke grup? Bagaimana sebenarnya pengembangan bisnis Sugar Group saat ini?
Kegiatan ini menyadarkan kepada pengurus perusahaan kami, bahwa hidup ini bukan satu sisi saja, kelengkapan itu dari segala sisi termasuk seni rupa. Sugar Group sendiri secara bisnis, kami fokusnya di perkebunan tebu di Lampung. Dasarnya kami dari produksi gula dan segala turunannya. Turunammya itu bermacam-macam termasuk Etanol dan Bio etanol. Juga produk-produk sampingan agar jadi bagian kelengkapan dari produksi dari hasil bumi yang mengarah pada green production dan green energy.
Hingga saat ini bagaimana pengembangan produk Sugar Group Companies? Kemana saja pasarnya?
Hingga saat ini produk kami fokus untuk pasar domestik 100 persen. Karena Indonesia masih kekurangan untuk kebutuhan industri, tapi untuk rumah tangga sudah surplus. Kami pikir apapun yang bisa dibangun untuk produksi tambahan, siapapun oleh kami atau pihak swasta lainnya, ataupun PTPN, itu bisa mengurangi kebutuhan impor.
Bagaimana Sugar Group Companies mempersiapkan diri menghadapi persaingan global, khususnya MEA sendiri?
Saya pikir sejak dulu kita harus bersaing secara global, tapi kita juga harus realistis, negara lain pub tidak akan membiarkan pemain lokal mereka bersaing tidak seimbang dengan pemain di luar negaranya. Kenyataannya, negara maju pun Pemerintahnya mensubsidi petani dan perkebunan mereka secara besar-besaran serta masih melakukan tariff barrier. Jadi masih membatasi ekspor-ekspor negara lain dalam hal pangan. Mereka masih membela petani atau pemain lokal di pangan mereka, karena itu bukan saja bagian dari ketahanan pangan tapi juga bagian dari national security.
Jadi pangan itu adalah kunci dari national security juga sehingga pemerintah di negara maju pun 100 persen membela habis pemain lokalnya. Kita ini harus sadar, apabila mereka mensubsidi secara total petani atau perkebunan mereka secara tidak adil bersaing di dunia, maka Pemerintah kita juga harus tahu bagaimana menangani itu.
Kalau kita dilepas melawan satu negara yang mengekspor karena disubsidi pemerintahnya, tentu barang mereka akan lebih murah, bukan karena mereka lebih efisien tapi karena mereka disubsidi.
Apa harapan Anda sebagai pelaku bisnis ke Pemerintah dengan kondisi tersebut?
Kita sebagai swasta, belajarlah untuk tidak terlalu tergantung pada proteksi. Tapi saya juga memberikan masukan pada Pemerintah, bagaimana kita bisa menghadapi persaingan tanpa proteksi, sedang negara lain melakukan proteksi dan dukungan ke pebisnis mereka dan produk-produk mereka membanjiri barangnya di Indonesia. Apakah kita membiarkan petani kita kesulitan atau melakukan sesuatu?
Apa kekuatan Sugar Group hingga besar dan berkembang saat ini?
Saya pikir efisiensi itu penting sekali. Cost of production itu serendah mungkin.
Saya pikir menarik, Anda sangat fokus di bisnis dan berkembang sangat bagus, tapi juga punya concern tinggi di seni. Bagaimana Anda melihat relasi ini?
Kita harus sadari, manusia itu bukan satu sisi, tapi harus secara utuh. Bukan bisnis saja, tapi budaya dan seni itu penting. Untuk bisnis, harus dipahami, seni dan budaya ini bagian dari kemanusiaan. Kalau ini tidak dipahami sebagai kebutuhan kemanusiaan yang seutuhnya hidup kita akan pincang. (EVA)