Capital Market & Investment

Saham Kino Melonjak 36,30%, Laba Bersih Melejit 155,33%

Saham Kino Melonjak 36,30%, Laba Bersih Melejit 155,33%

PT Kino Indonesia Tbk mengantongi penjualan di tahun 2015 sebesar Rp 3,60 triliun . Pencapaian itu lebih tinggi 8,10% dari tahun 2014 senilai Rp 3,33 triliun. Perseroan berhasil menurunkan beban penjualan sebesar 2,8% dari Rp 2,19 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 2,13 triliun pada 2014. Efisiensi operasional mampu mendongkrak laba kotor sebesar 28,07% atau menjadi Rp 1,46 triliun dari Rp 1,14 triliun. Laba bersih melonjak 155,33% hingga mencapai Rp 263 miliar dari Rp 103 miliar.

Kino merupakan perusahaan manufaktur barang-barang konsumsi dan kerapkali meluncurkan produk inovatif. Harry Sanusi, CEO Kino Indonesia, mengatakan perusahaan mengawali kiprah di manufaktur saat perekonomian Indonesia terguncang krisis moneter 1997. “Kami lahir dari krisis, saat itu market hancur dan bermasalah. Kami mencoba survive, masuk ke market yang belum ada kompetitornya dan berinovasi dari segi pricing dan pemakaian,” tutur Harry. Inovasi produk merupakan resep perseroan menghadapi tantangan bisnis dan perekonomian yang saat itu sedang diterjang krisis. “Dari inovasi, bisnis kami tetap sustain dan berdampak ke konsumen karena produk memiliki diversifikasi khusus dan diterima pasar,” tandas Harry.

Melalui inovasi, Kino berhasil menurunkan biaya dalam melakukan efisiensi. Perseroan menargetkan pendapatan pada 2016 tumbuh 15% dibandingkan 2015. Laba juga ditargetkan tumbuh hingga 40% hingga akhir tahun ini. Karena perusahaan sudah banyak melakukan efisiensi melalui inovasi. Untuk itu, Kino pun terus membenahi proses berinovasi, di antaranya memperbaiki sumber daya manusia dan mengadopsi teknologi yang mampu menciptakan nilai tambah. “Inovasi akan menghasilkan revenue dan omset yang signifikan. Kami terus membenahi SDM dan teknologi dan menjadi perusahaan yang dikenal sebagai chamber of innovation,” ungkap Harry. “Hasil inovasi terbesar adalah Ellips, sebuah vitamin rambut, keunggulannya adalah dalam bentuk kapsul, risetnya saja butuh 3,5 tahun, kapsul Ellips terbuat dari gelatin sapi yang dijamin halal. Saat ini, pangsa pasarnya mencapai 77% dan bahkan ditiru kompetitor,” ujar dia.

Harga Saham Melejit

Dia menyebutkan founder Kino menerapkan kultur inovasi sejak masa-masa awal mendirikan perusahaan. Tahun ini, Tahun ini, Kino menambah fasilitasi riset dan inovasi yang rencananya akan mengoperasikan Kino Innovation Centre di Alam Sutera,Tangerang Selatan. “Sejak awal mendirikan perusahaan, founder Kino menerapkan kultur inovasi yang harus diikuti karyawannya,” imbuh Harry. Bahkan, perseroan mempelajari inovasi ke sejumlah negara, semisal Hongkong, Jepang, atau China. Atau mengunjungi perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri untuk mencari talenta-talenta yang inovatif.

Harry Sanusi, CEO PT Kino Indonesia Tbk. (Foto : SWA).

Harry Sanusi, CEO PT Kino Indonesia Tbk. (Foto : SWA).

Praktik inovasi dan produk yang inovatif menambah kepercayaan diri Kino untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (IPO) pada Desember tahun lalu. Disamping itu, perseroan juga menerapkan keterbukaan informasi, mempraktikan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (GCG/good corporate governance) yang mencakup aspek transparansi, akuntabilitas, independensi, dan bertanggung jawab. Rencananya, KINO akan mengalokasikan 27% dana dari hasil IPO untuk mengakuisisi merek atau pembelian aset. Kemudian, sebanyak 50% dari dana IPO digunakan untuk belanja modal guna menunjang pertumbuhan organik dan 23% sebagai modal kerja perusahaan atau anak perusahaan. Ekspansi organik Kino Indonesia diantaranya membeli mesin, menambah gudang, dan meningkatkan kapasitas produksi dan penambahan gudang. Selain berencana mengakuisisi merek produk, perseroan juga bakal mengakusisi perusahaan lokal.

Saham perusahaan yang berkode KINO ini meraih dana segar sebesar Rp 868,57 miliar dengan menawarkan saham sebanyak 228.571.500 lembar seharga Rp 3.800 per lembar. Pada awal perdagangan perdana pada 11 Desember tahun lalu, harga saham KINO dibuka menguat menjadi Rp 4.250 per saham, meningkat sekitar 11% dibandingkan harga saham perdana yang ditawarkan sebesar Rp 3.800. Saham Kino pada 13 April 2016 meroket 36,30% ke harga Rp 5,200 dari Rp 3,815 pada 4 Januari (year to date).

Reza Priyambada, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, menyebutkan pergerakan saham KINO akan berada di level Rp 5 ribu hingga Rp 5.500 di pekan ini. “Harga saham KINO mengindikasikan penguatan dan berpeluang mencapai level tertinggi,” ucap Reza dalam riset yang dirilis pada awal pekan ini. Dia menyebutkan investor sebaiknya membeli saham Kino apabila harganya masih bertengger di harga Rp 5 ribu. Atau menjualnya ketika harganya menyentuh level Rp 4.750.

Kino memproduksi produk-produk yang terbagi dalam empat segmen yakni yakni personal care, food and candy, beverage, dan farmasi. Sejumlah brand Kino di antaranya Sleek, Liang Teh Cap Panda, Ellips, Eskulin Cologne Gel, Ovale, permen Kino, Cap Kaki Tiga Anak, Absolute, dan lain-lain. Segmen yang dibidik Kino beragam, mulai dari anak-anak hingga keluarga. Berkat inovasi, perseroan mampu mempertahankan eksistensi bisnisnya di pasar dalam negeri hingga luar negeri. Cikal bakal Kino berasal dari sebuah perusahaan distribusi bernama PT Duta Lestari Sentratama yang berdiri pada 1991. Pada 1997, bisnis perusahaan berkembang menjadi perusahaan manufaktur, yang ditandai dengan berdirinya PT Kino Sentra Industrindo dan mengoperasikan pabriknya di Semarang, Jawa Tengah. Kino memproduksi permen, snack dan serta cokelat. Perusahaan itu merupakan embrionya Kino menggeluti manufaktur makanan dan minuman. “Siapa pun CEO-nya dia harus mengawal inovasi perusahaan,” ungkapnya.

Produk Inovatif

Keseriusan Kino melestarikan budaya inovasi adalah menyediakan Pusat Inovasi (Innovation Centre) yang mengelola Kino Laboratorium Centre dan R&D yang dilengkapi fasilitas support data centre. Pusat Inovasi ini berada di bawah naungan Divisi Pemasaran serta terintegrasi dengan Pusat Pengembangan Produk. Proses pengembangan ide ke produk biasanya menghabiskan waktu selama 1,5 tahun. Untuk produk yang tingkat kesulitannya cukup tinggi maka prosesnya lebih lama lagi, yaitu sekitar tiga tahun. Tahapan pengembangan ide dan inovasi ditangani oleh Departemen Pengembangan Produk (Product Development Department) beserta Divisi Riset dan Pengembangan (R&D) yang menjadi pilar terdepan Kino untuk memuluskan inovasi suatu produk. Mereka dibantu oleh SDM yang menghuni di setiap lini bisnisnya. CEO Kino mengawal hasil inovasi perusahaan yang selaras visi-misi perusahaan dan budaya Kino, yaitu Innovate Today, Creating Tomorrow.

Untuk mengembangkan inovasi, manajemen perusahaan menyisihkan omzetnya untuk membiayai riset sebesar 0,5% dari total omzet. Sedangkan, porsi belanja iklan produk sebesar 15%. Harry menuturkan biaya promosi lebih tinggi dari biaya riset. “Ini untuk semua total company spending,” cetus Harry. Berbagai tahapan inovasi yang konsisten diterapkan Kino itu menghasilkan produk-produk unggul, salah satunya Ellips yang dirilis pada 2005.

Perseroan mencermati tren konsumen di 15 tahun yang silam adalah mewarnai rambut. Pewarna itu umumnya merusak rambut. Kino melakukan riset produk dari tren tersebut. Ellips pun dihadirkan ke pasar sebagai produk perawatan rambut yang bervitamin.Berbagai kendala dijumpai Kino, salah satunya mencari gelatin yang halal. Pasokan gelatin non halal lebih mudah dijumpai di pasar. “Kapsul gel Ellips terbuat dari gelatin sapi yang dijamin halal, karena biasanya gelatin terbuat dari babi. Selain itu ring capsul dibuat kuat sehingga melindungi isi kapsul di dalamnya,” Harry membeberkan inovasi Ellips.

Kino jeli melihat peluang pasar dan menjadikan Ellips sebagai tren pasar yang sulit diikuti kompetitor. Penjualan Ellips meningkat sejak tahun 2005-2014. Ellips pada 2014 menguasai pangsa pasar sebesar 77% di segmennya. “Setelah 12 tahun di-launch ternyata Ellips diikuti oleh kompetitor,” Harry menambahkan. Dove dan Sunsilk sejak tahun lalu meramaikan pasar vitamin rambut dengan memasarkan produk sejenis Elips.

Harry menuturkan Kino memiliki 17 merek dari empat kategori di perawatan tubuh, makanan dan permen, minuman dan farmasi. Harry menuturkan sejauh ini kontribusi penjualan personal care sebesar 50% terhadap total penjualan. Minuman menyumbang 36%, makanan dan permen 13%, dan farmasi 1%. Kino di tahun 2016 membidik pertumbuhan penjualan sebesar 15% dari tahun lalu. “Lalu profit bisa tumbuh sekitar 40% dari tahun 2015,” imbuhnya. Inovasi di Kino, menurut Harry, juga diterapkan di kegiatan operasional keseluruhan divisi yang bisa memangkas biaya hingga 2% per tahun. Kini, Kino menjelma sebagai salah satu raksasa perusahaan makanan dan minuman.Mereka sudah berekspansi ke Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura. (***)

Reportase : Tiffany Diahnisa/Riset : Muhamad Khoirul Umam


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved