Dimas Wikan Pramudhito, Menjadi Salah Satu Direktur Termuda di BUMN
Di usianya yang relatif muda, Dimas W Pramudhito telah menempati posisi strategis, yaitu Chief Financial Officer (CFO) di PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Kendati masih muda, namun pria kelahiran Solo, 5 September 1982 ini memiliki kompetensi yang mumpuni di bidang keuangan. Selain memang memiliki latar belakang pendidikan di bidang keuangan, ia juga dalam perjalanan kariernya tak jauh-jauh dari bidang yang sama. “Karier saya mulai dari awal memang sudah di financial. Kerja saya pertama kali di Franklin Tampleton Investments, di California,” katanya. Posisi di perusahaan mutual fund (reksa dana) di Amerika Serikat (AS) itu adalah Compliance Analyst Portofolio.
Setelah itu, lulusan jurusan Finance dari University of San Fransisco, McLaren School of Business (2000 – 2003 ) ini kembali ke Jakarta pada 2006. Untuk mengasah kemampuannya ia pun bergabung dengan Rabobank, sebuah bank yang khusus untuk mendanai agribisnis. Karena ingin meningkatkan kompetensinya di bidang perbankan yang lebih luas, peraih gelar MBA dari Golden Gate University, Ageno School of Business (2004 – 2005) ini pun bergabung dengan Standard Chartered Bank hingga menduduki posisi Associate Director.
Empat tahun berselang, Dimas hijrah ke Bank of Tokyo Mitsu. Di bank asal Jepang inilah ia mulai bersentuhan dengan BUMN. “Selama 4 tahun di Bank of Tokyo, saya mengetok pintu dan membangun relasi sehingga bank ini mengalirkan dananya, termasuk pendanaan untuk BUMN,” ujar mantan Vice President Bank of Tokyo ini. Beberapa BUMN yang menjadi nasabahnya saat itu di antaranya Pertamina, Pupuk Indonesia. PTPN III, Antam, dan PLN.
Kemampuan Dimas pun semakin menanjak sehingga ia akan dipromosikan ke Singapura oleh Bank of Tokyo. Namun hal itu urung dilakukan karena ada yang menyarankan agar Dimas bisa bergabung di BUMN yang sedang membutuhkan seorang profesional yang memiliki kemampuan seperti dirinya. Hingga akhirnya setelah mengikuti fit and proper test, ia ditempatkan di Antam sebagai CFO sejak Oktober 2015.
Saat masuk Antam, kondisi perusahaan ini sedang penuh tantangan karena harga komoditas seperti bauksit, emas, nikel dan fero nikel yang menjadi bisnis Antam sedang merosot harganya. “Jadi saat saya masuk itu memang betul sekali, Antam sedang menghadapi tantangan yang luar biasa,” ujarnya. Selain itu, saat ia masuk Antam, ada aturan baru dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) bahwa perusahaan tambang tidak boleh lagi mengekspor bahan tambang mentah secara langsung, namun harus diolah terlebih dulu, baru kemudian boleh diekspor. “Jadi tantangannya, pada saat saya datang ke Antam, harga komoditas sedang merosot, sehingga perusahaan tidak mampu membukukan profit yang bagus,” ucapnya berterus terang.
Tentunya kondisi ini membuat Dimas semakin banyak belajar. Yang menjadi cita-cita saat ini adalah ingin membawa Antam kembali lagi bisa membukukan kinerja yang positif. “Setelah itu tercapai, target saya untuk karier tentu ingin tantangan dan tanggungjawab yang lebih besar lagi jika diberi kesempatan. Di manapun tempatnya, di manapun keberadaan saya, itu yang menjadi dorongan bagi saya untuk menjadi profesional yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Lalu saat ditanya soal kompensasi yang diberikan di Antam, ia mengatkan kalau perusahaan yang sudah menjalankan good corporate governance (GCG) ini sangatlah terbuka. “Bahkan gaji dan remunerasi direksi itu kan terpampang. Saya juga sudah mengetahuinya sejak pertama saya ambil tes dan di-interview,” katanya. Selain gaji take home pay, ada juga tunjangan kesehatan, program masa tua. “Kalau yang lain-lain seperti tunjangan rumah, mobil dan yang lainnya itu kan sudah mengikuti standar yang sudah ada,” ungkap Dimas yang disebut-sebut sebagai salah satu direktur BUMN termuda ini.
Dede Suryadi dan Arie Liliyah
Twitter & IG : @ddsuryadi