Bisnis Miliaran Mantan Penjual Koran
Uang bukan segalanya. Hal itu dibuktikan Afdhal Tanjung, 33 tahun, ketika memulai usaha. Hanya dengan modal kecil, Afdhal berhasil mengembangkan bisnisnya secara pesat. Kini ia mengendalikan investasi total bernilai Rp 100 miliar. Meski belum bisa disebut sebagai konglomerat, Grup Sinabung, kelompok usahanya, memiliki unit-unit bisnis yang prospektif.
Bisnis taksi, umpamanya. Bisnis ini baru dikembangkan setahun lalu, dengan nama Den-Taksi. Investasi yang ia tanamkan sekitar Rp 30 miliar. Saat ini armada Den-Taksi lalu lalang di kawasan Jabotabek, dengan jumlah sekitar 100 kendaraan. “Akhir tahun 2004 kami harapkan sudah 1.000 taksi,? kata Afdhal yakin.
Selain bisnis taksi, Afdhal juga melirik sektor kesehatan. Ia mendirikan pusat layanan kesehatan Lasik Center (eye center) di RS Cipto Mangunkusumo, dengan investasi Rp 10 miliar. Ia menjalankannya dengan sistem KSO (Kerja Sama Operasi), menggandeng manajemen RSCM. Untuk itu, berarti Afdhal menguasai 80% kepemilikan. “Banyak orang berobat mata harus ke Singapura dengan biaya minimal Rp 15 juta. Itu pun belum termasuk biaya perjalanan,? kata suami Ovie P. Lestari ini membandingkan. Karena itulah, Afdhal melihat peluang cukup menjanjikan di bisnis kesehatan ini. Selain pasarnya terbuka, nama RSCM pun sudah dikenal. Kalau tidak meleset, Lasik Center mulai melayani pasien tahun 2004.
Masih bekerja sama dengan RSCM, Afdhal juga akan mendirikan rumah sakit untuk kelas A+. Bedanya, karena biaya investasinya diperkirakan sangat besar — Rp 407 miliar, kali ini ia menggandeng mitra lain yang membantu pembiayaan, Adhikarya Realty, anak perusahaan Adhikarya. RS yang diberi nama International Wings Cipto Mangunkusumo ini berlokasi di belakang RSCM dan juga akan beroperasi tahun 2004.
Pada tahun yang sama, 2004, Afdhal juga akan meluncurkan maskapai penerbangan baru, Den-Air, dengan mengoperasikan 6 pesawat. “Tahun 2004 siap jalan,? katanya. Di bisnis ini Grup Sinabung bekerja sama dengan Malaysia Airlines. Rencananya, maskapainya akan diposisikan sebagai pesawat perintis yang menerbangi rute-rute yang banyak ditinggalkan pemain lama, seperti Jakarta-Bandung. Dari 6 pesawat itu, 30% dipergunakan untuk penerbangan Sumatera, 30% Kalimantan, dan sisanya Jawa-Bali.
Sebelum menggelar bisnis-bisnis besar yang bakal dikembangkan tahun depan, Afdhal sesungguhnya sudah punya bisnis sendiri. Di antaranya, bisnis penggemukan sapi di atas tanah 10 hektare di Bekasi, bisnis pengolahan kelapa sawit di Riau, bisnis hotel di Sumatera Utara, pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara, serta bisnis money changer dan Bank Perkreditan Rakyat. Bisnis money changer ia kembangkan melalui PT Megasari Investment -? gerainya ada di Pasaraya dan Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Ia juga punya bisnis trading di Singapura, Sinabung Trading Singapore, didirikan tahun 2000. Perusahaan ini berdagang bahan baku industri dan pertanian dari hulu sampai hilir (Lihat Pohon Bisnis Grup Sinabung).
Lalu, dari mana semua kemampuan bisnis ini diperoleh? Afdhal enggan menjawab. Yang pasti, ketika datang ke Jakarta tahun 1990, ia hanya bermodal ijazah SMA. Orang tuanya yang membuka usaha empek-empek di Sumatera tidak memberi bekal uang sama sekali. Saat itu, Afdhal bertekad menjadi pebisnis, bukan birokrat. “Kalau masuk ke birokrasi, tak ada kesempatan menciptakan lahan kehidupan buat orang lain,? demikian alasannya.
Demi merealisasi obsesi, sebagai langkah awal, Afdhal berjualan koran. Semacam keagenan koran dalam skala kecil, beroperasi di seputar kawasan Pramuka, Jakarta Timur. Ia juga mencoba berjualan es bungkus. Kulkas di rumahnya ia manfaatkan untuk membuat es yang dibungkus kecil-kecil lalu menyuruh orang menjajakannya berkeliling. Hasilnya, katanya, lumayan. “Setidaknya cukup buat makan”.
Tak berbeda dari kebanyakan orang yang baru lulus SMA, Afdhal pun ingin merasakan bekerja di perusahaan besar. Maka, akhir 1990 ia melamar sebagai karyawan PT Asahimas, perusahaan produsen kaca, dan diterima. Namun, karena bosan, setahun kemudian pindah ke PT Asuransi Jiwasraya. Ia tertantang sebagai pemasar asuransi, terutama untuk menempa kemampuannya bergaul dan meyakinkan orang. Sembari bekerja di asuransi, ia kuliah di Jurusan Hukum Universitas Ibnu Chaldun.
Diakui Afdhal, bekerja di perusahaan asuransi merupakan salah satu momentum penting dalam hidupnya. Karena, dari sinilah semangatnya untuk terus berbisnis terbakar. Kemampuannya membangun relationship dengan orang lain juga mulai terasah. Apalagi, ia juga banyak mendapat teman baru setelah masuk Universitas Ibnu Chaldun. Setahun bekerja di perusahaan asuransi membuatnya yakin bahwa yang terpenting dalam bisnis ialah membangun relasi dan jejaring yang baik. “Bayangkan, asuransi itu kan produknya nggak kelihatan. Jualnya hanya janji. Tapi, bisa jalan dan menguntungkan. Apalagi jualan produk nyata, seharusnya lebih mudah,? katanya meyakinkan.
Dengan tekad semacam itu, ia perlahan-lahan merealisasi obsesinya. Kebetulan, tahun 1992 ia mendengar PT Pelni hendak membeli sejumlah kapal. Dengan jaringan yang ia miliki, tahun 1993 ia berhasil menjadi mitra KSO bagi pengadaan kapal Pelni. Afdhal bekerja sama mencarikan kapal yang kemudian dinamakan KM Sinabung — nama yang kemudian ia pakai sebagai nama grupnya. Hanya, ia mengakui, di bisnis ini ia hampir tak punya share. “Kecil sekali, karena saya cuma membantu pengadaan. Hanya success fee. Itu yang punya pemerintah,? ujarnya. Kini ada empat KM Sinabung, dengan tujuan Batam, Belawan, Bengkulu dan Pontianak.
Namun dari kerja sama dengan Pelni ini, kepercayaan dirinya untuk bermitra dengan pebisnis lain makin menguat. Ia mulai bersemangat memiliki bisnis sendiri. Tahun 1994, ia membeli tanah di Batam, kemudian dijadikan sebagai pusat workshop pakaian jadi. Workshop ini disewakan dengan sistem bagi hasil. “30% untuk saya, 70% mereka,? ujar pemilik STIE Tunas Nusantara, Jakarta, yang kini punya 600 mahasiswa ini. Tak lama kemudian, melihat banyaknya penumpang yang berlalu-lalang Batam-Singapura, ia terpikir membuka trayek kapal feri Batam-Singapura p.p.
Betul, akhirnya ia mencari mitra dari Singapura untuk menggarap bisnis ini. “Kawan saya di Singapura yang cari kapal, saya yang mengurus operasional dan perizinannya,? katanya. Kini ada dua kapalnya di trayek tersebut. Menurut Afdhal, bisnisnya yang saat ini sudah menguntungkan, antara lain pelayaran (feri), perdagangan (Singapura), hotel, sawit dan peternakan sapi.
Bila diamati, hal menarik dari bisnis bapak dari tiga putra dan seorang putri ini adalah sisi permodalannya. Dalam hal ini, polanya selalu sama: mencari mitra untuk diajak KSO. Dengan cara ini, modal tak harus seluruhnya ia tanggung. Bisnisnya bisa membesar tanpa harus menguras modal yang kelewat besar. Seperti disebut di atas, di bisnis eye center dan rumah sakit, ia menggandeng RSCM dan PT Adhi Karya. Di bisnis kelapa sawit, ia bermitra dengan investor Malaysia, di bisnis perkapalan dan trading dengan mitra Singapura, dan di bisnis penerbangan menggandeng Malaysia Airline.
Bagaimana di bisnis taksi? Di bisnis ini pun tak berbeda. Hanya, yang menjadi mitra adalah para sopir taksi. Pasalnya, pada tahap awal taksi-taksi itu diurus dan ditanggung manajemen PT Sinabung, tapi ke depan akan dimiliki para sopir dengan cara kredit — uang muka sekitar Rp 6 juta dan cicilan Rp 150-200 ribu/hari.
Lalu, bagaimana Afdhal mendanai semua proyeknya? Afdhal tak menampik bahwa dirinya dibantu perbankan. Besarnya pinjaman bervariasi, tergantung proyeknya. Ada yang 70% didanai bank, ada pula yang hanya 30%. Selama ini ia banyak dibantu bank pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank Damamon, Bank Bukopin, BNI, Bank Syariah Mandiri dan BII. Yang pasti, ia menolak didanai pejabat atau mantan pejabat. Ia juga menepis bahwa dirinya ada hubungan dengan Akbar Tanjung atau Feisal Tanjung.
Ketika ditanya kenapa dirinya berani mengembangkan bisnis, termasuk pinjam modal ke berbagai bank untuk masuk di bisnis yang sudah banyak pemain, ia menjelaskan, “Berbisnis memang harus ada keberanian. Tanpa keberanian, tak akan maju. Yang penting, jangan lupa kalkukasi risiko.? Selain itu, menurutnya, tak perlu risau dan takut dengan kemampuan pesaing yang jauh lebih bagus. “Silau dengan pemain lain bikin kita nggak jadi bergerak. Di Tanah Abang ada 18.000 pedagang toko dan 4.000 pedagang kaki lima jualan produk yang relatif sama, tapi semua laku,? ujarnya memberi persamaan.
“Bisnis saya mengandalkan kemitraan dan kerja sama operasi. Dengan kemitraan, kami bisa memanfaatkan mereka, dan mereka bisa memanfaatkan kami,? ujar Afdhal. Menurutnya, pesatnya perkembangan bisnisnya karena ia menjaga hubungan baik dengan semua orang dari berbagai lapisan. “Anda tahu sendiri, kantor saya tak mewah,? ujarnya sembari menunjukkan ruang kerjanya yang memang cukup sederhana di Jalan Wahid Hasyim, Menteng. Menurut dr. Ririn, karyawan Afdhal yang juga General Manager di Lasik Center, kehebatan bosnya itu dikarenakan jujur dan apa adanya dalam berbisnis.
Sebut saja, dalam kasus Eye Center di RSCM. Sebenarnya, kata Ririn, sebelumnya dirinya sudah mengajak beberapa investor untuk kerja sama dengan RSCM, tapi selalu gagal. “Begitu saya ajak Pak Afdhal dan menjelaskan visi serta hitungan bisnisnya, manajemen RSCM langsung setuju. Orangnya terbuka dan menceritakan rencana bisnisnya apa adanya,? ujar Ririn yang juga berpofesi sebagai dokter. Selain itu, dikatakannya, Afdhal juga tak suka show of force, serta pandai menjalin relationship dan lobi.
Hal senada juga dikemukakan Masril Tasar, mitra Afdhal yang kini menbawahkan bisnis taksi (GM bisnis taksi). Menurut Masril, selain antusias, Afdhal juga biasa mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan secara total. Sehingga, anak usaha diberi kebebasan mengembangkan diri sesuai rencana bisnis masing-masing. Hal ini diakui Afdhal, karena dirinya memang lebih suka menggunakan pendekatan target. “Terserah tiap perusahaan mau menggaji manajer dan karyawannya berapa, yang penting target tercapai. Kami tak mau mencampuri manajemen tiap anak usaha,? kata pemilik rental mobil ini tegas.
Tentu saja, ini tak berarti Afdhal tak mau tahu persoalan anak usaha dan tak menjalankan fungsi pengawasan. Karena menggunakan pendekatakan target, sedari rekrutmen ia menetapkan hanya mau mencari manajer yang punya kemauan kuat untuk berkembang dan jujur. Selain itu ia juga punya tim kecil, terdiri dari empat orang, yang tugasnya memantau anak-anak usaha. Merekalah yang selalu mengaudit anak usaha. “Mau tak mau kami juga harus ngerti akutansi,? kata pehobi golf dan tenis ini.
Saat ini, menurut Afdhal, bisnis-bisnisnya yang sudah berjalan memberikan pendapatan sekitar Rp 1,5 miliar. “Masih kecil kok,? ungkapnya merendah. Menurutnya, kebanyakan bisnisnya saat ini masih dalam tahap investasi. Saat ini investasi yang ditanamkan Afdhal Rp 100 miliar, melibatkan sekitar 1.000 karyawan. Menurutnya, yang penting bisnisnya bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Bisnis taksi, misalnya, marginnya tak besar: per tahun 2,5%.
Bisnis taksi, menurut Afdhal, akan berkembang pesat dan dijadikan salah satu andalan. Pasalnya, dalam hitungannya, persentase pengguna taksi di Jakarta masih kecil sementara penduduk Jabotabek 17 juta orang. Den-Taksi nantinya akan mendirikan 8 pul: lima di DKI dan tiga di Botabek. Untuk menjalankan bisnis taksinya, ia merekrut profesional perusahaan taksi lain, seperti Jakarta Inter Taksi, Blue Bird, Kosti dan Citra.