Langkah Gesit Tantowi Yahya Membedah Pasar Selandia Baru
Sudah sekitar dua setengah bulan Tantowi Yahya bertugas sebagai Duta Besar Indonesia di Selandia Baru, Samoa dan Tonga. Bermarkas di Wellington, ibu kota Selandia baru, begitu mulai bertugas Tantowi langsung tancap gas. Kendati di Wellington sudah memasuki musim dingin, mantan anggota DPR ini giat terjun langsung ke lapangan untuk melakukan pendataan dan melihat berbagai potensi pasar bagi berbagai produk andalan dari Indonesia.
Di bulan pertama, misalnya, Tantowi mengunjungi Invercargill, ibu kota provinsi Southland. Menurut pemusik dan penyanyi Country ini, Southland adalah provinsi paling Selatan di Selandia Baru yang tanahnya begitu subur. Dengan ketekunan dan kehebatan para petaninya, berbagai produk pertanian dan peternakan diekspor dari wilayah ini ke berbagai negara termasuk Indonesia. Provinsi ini juga penghasil daging dan susu terbesar di Selandia Baru, yang sekaligus juga merupakan lumbung pangan nasional negara.
Bagaimana hasil blusukan Tantowi selama dua setengah bulan itu di di sana? Apa saja peluang yang terbuka bagi kita?
Berikut wawancara Kemal Gani dari SWA dengan Tantowi:
SWA: Setelah menjalankan tugas sebagai Duta Besar Indonesia di Selandia Baru (plus Samoa dan Tonga) selama sekitar dua setengah bulan, dan Anda sudah mengunjungi dan menemui banyak pihak, apa saja temuan-temuan terpenting yang dapat menjadi bahan berharga bagi Indonesia untuk upaya peningkatan kerja sama ekonomi, bisnis, pariwisata dan investasi?
Tantowi: Hal yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat pengetahuan atau pengenalan rakyat dan pelaku usaha di masing-masing negara terhadap negara-negara tetangganya di Pasifik Selatan. Pada level Pemerintah, jarang bahkan belum ada pejabat tinggi kita yg berkunjung ke negara-negara kecil di Pasifik Selatan. Hal ini berimplikasi pada rendahnya neraca perdagangan, jumlah wisatawan dan investasi.
SWA: Perdagangan Indonesia dan Selandia Baru selama ini selalu defisit dari sisi Indonesia. Setelah terjun langsung ke lapangan di sana, Anda sudah dapat menemukan apa penyebabnya?
Tantowi: Ada beberapa penyebabnya. Pertama; Selandia Baru dan negara-negara di Pasifik Selatan belum dianggap sebagai pasar penting karena jumlah penduduknya kecil. Kedua; karena belum adanya hubungan pengusaha-pengusaha kita dengan pengusaha-pengusaha di sini dan negara-negara di Pasifik Selatan, banyak produk kita yang masuk melalui negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura dan UAE. Perdagangan tidak langsung ini tidak tercatat sebagai ekspor kita ke negara-negara tersebut.
SWA: Seberapa banyak ekspor produk dari Indonesia yang di ekspor melalui negara ke tiga tersebut?
Cukup besar meski saya harus cek lagi di Kementerian Perdagangan. Tapi berbagai produk kimia untuk pertanian yang masuk melalui Malaysia dan Singapura bisa dipastikan besar nilainya. Belum lagi ban mobil yang kita ekspor melalui Singapura.
Saya melihat beberapa produk kita sangat diminati. Misalnya pupuk urea, ampas sawit, semen dan beberapa produk kimia. Perdagangan dengan Selandia Baru sebagian besar melalui koperasi. Saya sudah bertemu dengan beberapa koperasi besar disini. Dan mereka sudah menunjukkan minatnya. Hayooo…siapa yang berminat untuk masuk ke pasar Selandia Baru, kami di KBRI Wellington siap memfasilitasi.
SWA: Omong-omong, kenapa ekspor melalui negara ketiga itu bisa terjadi?
Tantowi: Karena belum adanya keyakinan untuk berhubungan langsung. Dan ada juga karenanya demand masih belum signifikan untuk ekspor langsung. Jadi mereka ikut paralel ekspor negara-negara pihak ketiga tersebut.
SWA: Lalu, bagaimana solusinya?
Tantowi: Kementerian Perdagangan harus lebih intensif lagi melakukan market inteligence dan pameran perdagangan di negara-negara tersebut. Begitu juga dengan pariwisata, Kementeraian Pariwisata harus lebih banyak lagi melakukan promosi. Dan Garuda harus mulai memikirkan direct flight ke Denpasar. Sebagai gambaran, Vietnam Air terbang langsung tiap hari dari Ho Chi Mihn. Philippines Air 4 kali seminggu. Hasilnya, turis Selandia Baru yang berkunjung ke kedua negara tersebut meningkat tajam.
SWA: Seperti Anda sampaikan, mulai Sabtu 27 Mei lalu, Air New Zealand sudah memulai seasonal flight-nya, terbang langsung Auckland-Denpasar dua kali seminggu dan akan meningkat tiga kali seminggu pada bulan September dan Oktober 2017 dengan menggunakan Boeing 789. Dan yang menggembirakan, booking sampai Oktober 2017 sudah 75%. Bagaimana ceritanya hal ini bisa terjadi?
Tantowi: Ini adalah inisiatif Air New Zealand dengan melibatkan tour operator, hotel dan Spa dari Bali. Mereka ciptakan acara yg namanya Table Top setiap tahunnya di Auckland dimana tour operator dan calon wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan tour operator serta pengelola hotel dan spa yang mereka bawa dari Bali. Ini ide brilian Air New Zealand setelah mereka mempelajari keinginan dan ekapektasi turis dari Selandia baru dan dipadukan ketersediaan fasilitas yang ada di Bali.
Dan yang perlu dicatat, bagi turis Selandia Baru, price does not really matter. Yang penting bagi mereka adalah direct flight. Turis dari sini kelasnya premium.
SWA: Saya dengar, Anda sudah mengunjungi Invercargill, ibukota provinsi Southland, provinsi paling Selatan yang menjadi lumbung pangan nasional Selandia Baru. Apa pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kunjungan ini, khususnya bagaimana provinsi ini dapat menghasilkan, misalnya, daging dan susu terbesar di negara ini?
Tantowi: Usaha pertanian di Selandia Baru 90% dilaksanakan dengan sistem koperasi yang dijalankan secara fair dan transparan. Quality control sangat ketat dan alam mereka memang mendukung.
SWA: Bagaimana provinsi ini dapat menghasilkan berbagai produk pertanian dan perternakan dan diekspor ke suluruh dunia termasuk ke Indonesia? Bagaimana sistem pertanian di sana bekerja? Bagaimana bisa tumbuh dan berkembang para petani dan peternak handal di sana? Apa saja saja peran Pemerintah?
Tantowi: Peran Pemerintah tentu besar, khususnya dalam memberlakukan berbagai kebijakan dalam rangka memproteksi produk dalam negeri. Kita sering tersandung oleh non tarrif barrier ini. Peran Pemerintah juga besar dalam penyediaan infrastruktur vital seperti jalan dan pelabuhan.
SWA: Betulkah hal itu juga bisa terjadi karena peran koperasi? Seperti apa bentuk koperasi khususnya untuk para petani dan peternak di sana? Kenapa koperasi bisa bisa berjalan dengan baik? Apa bedanya dengan koperasi di Indonesia? Bagaimana mekanisme beroperasinya koperasi di sana?
SWA: Koperasi disini berbeda dengan di Indonesia. Para petani yang menjadi anggota koperasi haruslah warga negara dan pemukim permanen. Mereka diwajibkan membeli saham sesuai output produksi mereka. Peningkatan saham terjadi seiring dengan peningkatan output produksi. Harga beli koperasi ke petani sangat baik. Dan setiap kali koperasi mencatat keuntungan, petani yang notabene adalah anggota koperasi akan mendapatkan dividen.
SWA: Berdasarkan temuan Anda di sana, apa saja produk dari Indonesia yang diminati mereka? Apa saja step-step yang harus dilakukan pengusaha Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut? Siapa saja pesaing kita? Apa keunggulan yang bisa kita tawarkan? Ini terutama supaya jangan sampai lagi ekspor kita harus melalui negara ketiga.
Tantowi: Produk-produk kita yang diminati untuk sektor pertanian adalah ampas kelapa sawit (palm kernel expeller) dan pupuk urea. Untuk lifestyle adalah kopi. Kopi Mandailing kita mulai banyak digemari dan disajikan baik sebagai pencampur maupun sebagai single origin. Rakyat Selandia Baru saat ini telah menjelma menjadi penikmat kopi khususnya di 10 tahun terakhir. Warung-warung kopi muncul dimana-mana dan menyajikan hanya kopi-kopi terbaik dari seluruh dunia. Dari 60.000 ton yang kita ekspor setiap tahun, 5000 ton masuk ke Selandia Baru setiap tahun dan ini dipastikan akan meningkat.
Furniture kita juga diminati khususnya untuk kelas atas. Begitu juga dengan ban mobil.
SWA: Apa saja The Do’s and Don’t yang harus dipegang pengusaha Indonesia dalam berhubungan bisnis dengan pengusaha Selandia Baru?
Tantowi: Kita harus mengeskpor produk-produk terbaik yang diproduksi dengan memperhatikan keamanan lingkungan. Mereka sangat perduli terhadap isu ini. Pengusaha kita juga harus pegang komitmen. Sekali dilanggar, kepercayaan mereka akan hilang.
SWA: Sekarang ini berapa nilai ekspor dan impor Indonesia – Selandia Baru? Berapa USD nilai defisitnya? (data per akhir 2016 dan 2015). Berapa sasaran penurunan defisit (atau mungkin malah bisa terjadi surplus) pada akhir 2017 dan 2018? Berapa nilai ekspor dan impor Indonesia – Selandia Baru pada akhir 2017 dan 2018?
Data 2016, volume perdagangan Selandia Baru ke dunia US$ 68 miliar. Porsi kita baru US$ 1.4 miliar, dengan komposisi US$ 900 juta impor, dan US$ 500 juta ekspor
SWA: Terkait dengan pariwisata, berapa jumlah turis dari Selandia Baru yang sekarang mengunjungi Indonesia per akhir 2015 dan 2016?
Data terakhir 2016 jumlah turis Selandia Baru yang berkunjung ke Indonesia 70.000 orang. Tapi dari angka ini, lebih dari 60% nya adalah orang Selandia Baru yang tinggal di Australia. Turis Selandia Baru yang berangkat dari negaranya baru sekitar 16 ribuan.
SWA: Apa saja langkah-langkah yang sudah dan akan dilakukan untuk mendongkrak jumlah turis Selandia Baru ke Indonesia?
Tantowi: Kita harus melakukan lebih banyak lagi promosi, baik pameran maupun iklan di media cetak dan televisi. Kita juga harus mengadakan penerbangan langsung. Vietnam, Malaysia, Thailand dan Philippines telah membuktikannya.
SWA: Berapa sasaran jumlah turis Selandia Baru ke Indonesia pada akhir 2017 dan 2018?
Tantowi: Saya perkirakan akan bisa menyentuh angka 100 ribu di tahun 2017 dan meningkat ke 150 ribu di tahun 2018.
SWA: Apa yang sudah dan akan Anda lakukan supaya Garuda Indonesia juga bisa menghubungkan Selandia Baru dan Indonesia, sehingga jumlah turis ke Indonesia bisa lebih banyak lagi?
Tantowi: Garuda sudah menandatangani dua MOU dengan Air New Zealand di tahun 2012 dan 2016. Sayangnya belum ada yang terealisasi. Kami berharap kerjasama ini dapat segera terealisir. Idealnya Air NZ dua kali penerbangan dan Garuda dua kali setiap minggunya.
SWA: Terkait dengan pariwisata dan ekspor, Tantowi juga bercerita tentang “ekspor” bisnis kuliner Indonesia di Selandia Baru. Ini ceritanya:
Di Wellington setiap Jumat dan Sabtu malam diselenggarakan Night Market di ujung Cuba Street, jalan yg paling terkenal di Wellington dan dipenuhi kalangan muda di akhir pekan.
Di Night Market ini hadir lebih dari 30 food truck yang menjual makanan dan minuman khas dari berbagai negara. Diantara deretan truck tersebut, terdapat dua food truck milik orang Indonesia: “Wok Bro” milik Pak Ipung dengan menu spesial nasi goreng, dan “Garuda Food Truck” milik Pak Burhan yang mengkhususkan diri di Mie Goreng. Kedua truck ini dipadati pengunjung dan setiap malam ada antrean menjalar meski mereka masing-masing sudah berjualan disini masing-masing 1,5 dan 4 tahun. Hal ini secara nyata menunjukkan makanan Indonesia digemari oleh masyarakat Selandia Baru.
KBRI Wellington terus mendukung semaksimal mungkin kemajuan kulinari Indonesia. Beberapa kali kami mendatangi kedua truk tersebut dalam rangka mengapresiasi dan menyemangati sembari menantikan hadirnya Restoran Indonesia di ibukota Selandia Baru ini.
Mudah-mudahan Pak Menteri Pariwisata bisa mendorong para investor RI untuk berani buka resto di Luar Negeri. Jika ada Keppres tentang nsentif bagi para investor RI yg buka resto di Luar Negeri, mungkin bisa mempercepat penambahan jumlah restoran-restoran Indonesia di Luar Negeri.
SWA: Sekarang mengenai negara Samoa dan Tonga, yang juga berada di wilayah perwakilan Kedutaan Besar Anda. Sekarang ini bagaimana kondisi perdagangan Indonesia dan mereka? (mohon dapat diberikan angka ekspor-impor pada 2015 dan 2016 sebagai gambaran).
Tantowi: Kecil sekali. Pengusaha kita harus bisa memanfaatkan pasar yang saat ini hanya diisi oleh China. Pengusaha kita harus mulai melakukan kunjungan. Dan Kementerian Perdagangan juga harus mengundang pengusaha dan pedagang dari kedua negara ini ke Indonesia dengan treatment khusus. Hide original message
SWA: Apa saja peluang bisnis yang dapat digarap dengan mereka, supaya perdangangan kita dengan mereka meningkat signifikan?
Tantowi: Pariwisata. Mereka masih memerlukan banyak hotel untuk mengantisipasi lonjakan turis di tahun-tahun mendatang. Kemudian, pabrik pengolahan hasil bumi mereka seperti ubi, talas, dsb.