Technology

“Kotak Musik” Ajaib Bernama Pandora.com

“Kotak Musik” Ajaib Bernama Pandora.com

Tak banyak pemain di era awal gelombang dotcom yang mampu bertahan dan terus berkembang. Dengan model layanan yang fair dan dukungan teknologi mumpuni, Pandora berhasil memperoleh loyalitas dan respek dari semua kalangan.

Di ranah dotcom, masih ada satu pemain era gelombang dotcom pertama (akhir 1990-an hingga awal 2000-an) yang bukan hanya mampu bertahan, tetapi hingga kini masih menunjukkan prospeknya. Namanya Pandora Media Inc. (biasa disebut Pandora.com atau Pandora). Jumlah pengguna layanannya yang terdaftar sampai Februari 2010 mencapai 48 juta orang di Amerika Serikat. Per kuartal akhir 2009, pertama kalinya Pandora berhasil mencatat profit. Pada dasarnya, layanannya adalah distribusi musik secara online (via Internet).

Dulu, nama penyedia jasa distribusi musik online yang lebih terkenal adalah Napster, situs penyedia layanan file sharing musik. Namun, umurnya tak bisa diperpanjang karena terkena isu royalti dari pemilik lagu ataupun perusahaan rekaman (label). Bahkan, situs file sharing top Youtube terkena gugatan dari perusahaan media Viacom lantaran menjalankan klip di situsnya. Lantas, bagaimana Pandora bisa bertahan hingga kini?

Dari sisi jenis bisnisnya, Pandora tidaklah sama dengan Napster. Pandora memosisikan diri sebagai penyedia layanan radio Internet (atau Web radio). Lewat jasanya, para artis musik – bahkan artis independen yang belum dikenal sekalipun – dapat menempatkan musik karyanya di situs ini, agar bisa didengarkan oleh para pecinta musik. Di sisi lain, pemirsa musik (listener) dapat menikmati musik, baik secara gratis maupun menggunakan layanan premium berbayar. Yang juga istimewa, pengguna dapat menciptakan semacam stasiun radio online-nya sendiri, yang bersifat personal dan interaktif. Hebatnya lagi, pendengar dapat menikmati musik sesuai dengan seleranya (ini yang membedakannya dari pemain Web radio lainnya), karena mesin cerdas Pandora dapat memadukan lagu-lagu yang secara genetis (musikologis) hampir sama.

Sejarah Pandora dimulai pada Januari 2000, ketika Tim Westergen, mantan rocker dan komposer musik, mendirikan the Music Genome Project (MGP), yang menjadi cikal bakal Pandora. Untuk menjalankan proyek ini, Westergen menggandeng kalangan musisi dan ahli teknologi yang menyukai musik. Tujuannya, menciptakan alat analisis musik yang paling komprehensif.

Dengan modal US$ 1,5 juta dari kalangan angel investor, Westergen mengembangkan start-up yang awalnya bernama Savage Beat Technologies. Bisnisnya menjual layanan rekomendasi musik ke kalangan bisnis seperti ke Best Buy. Ide bisnis ini tak berjalan bagus, kendati alat (aplikasi) analisisnya berhasil diwujudkan.

Hingga akhir 2001, Westergen punya 70 karyawan, tetapi tak punya cash cukup. Tiap dua minggu, ia sampai harus mengadakan rapat guna meminta mereka tetap bekerja walau tanpa dibayar dulu. Ini berlangsung sampai dua tahun. Lalu, meletuslah gelembung dotcom, yang membuat banyak pemilik duit takut menaruh investasinya di bisnis dotcom.

Untunglah masih ada Larry Marcus, musisi dan juga pemodal ventura dari Walden Venture Capital yang pada Maret 2004 bersedia mengucurkan investasi US$ 9 juta. “Saya melihat Westergen sebagai wirausaha tulen yang berani bilang tak akan gagal,” ujar Marcus. Dengan modal itu, Westergen mengubah fokus perusahaannya untuk lebih menggarap segmen konsumer ketimbang bisnis, dengan memosisikan diri sebagai penyedia layanan radio Internet, sekaligus mengubah namanya menjadi Pandora. Tentu saja, bekal aplikasi cerdas dari MGP ikut menjadi andalannya. Untuk mengemudikan Pandora, Wastergen merekrut Joe Kennedy (kini CEO), yang berpengalaman luas membangun produk konsumer ketika masih di E-Loan dan Saturn. Setelah jumlah pendengarnya terus bertambah, per Desember 2005, Pandora berhasil menjual iklan pertamanya.

Memang, dari sisi model bisnisnya, Pandora diproyeksikan bisa mendapat revenue, selain dari biaya berlangganan layanan premium (yang bebas iklan) dari para pengguna (listener), juga dari layanan iklan ataupun komisi dari penjualan CD mitra bisnisnya (Amazon dan iTunes). Adapun biaya yang harus ditanggung Pandora, tentu saja biaya operasional dan karyawan serta royalti buat pencipta lagu dan label.

Berkat keistimewaannya, dan juga peran pemasaran word of mouth para pengaksesnya, Pandora memperoleh perhatian besar lebih besar dibanding radio konvensional, radio satelit, bahkan pemain sejenisnya (radio Internet) seperti Rhapsody, Slacker, ataupun MOG. Pada 2007, Pandora mampu menggaet hampir 10 juta pemirsa. Dan, per awal 2010, jumlah pemirsanya mencapai 45 juta orang.

Kesederhanaan pada website-nya tampaknya justru menjadi kelebihan Pandora. Simpel pula penggunaannya. Kalau Anda sudah sign-in, tinggal ketikkan saja nama seorang artis ataupun sebuah lagu, maka segera sebuah stasiun radio online tercipta khusus buat Anda.

Akan tetapi, di balik kesederhanaan tampilan itu, ada sebuah mesin rekomendasi musik yang diklaim Westergen tercanggih sejagat. Ia meyakini dapat lebih baik dalam memadankan musik (dengan selera personal) dibanding pemain lainnya karena selama 10 tahun lebih, ia bersama tim risetnya telah menghabiskan banyak waktu mendengarkan musik dan mengompilasi karakteristik dari tiap lagu. “Bersama-sama kami membuat rancangan yang mampu menangkap esensi musik di level yang paling mendasar. Kami perlu merakit ratusan atribut musik (yang diistilahkan genes) ke dalam sebuah Music Genome yang sangat besar. Secara bersama-sama, atribut-atribut ini menghasilkan sebuah identitas musik yang unik dari setiap lagu,” Westergen yang kini menjabat Chief Strategist Officer, memaparkan di halaman web Pandora. Identitas itu mulai dari melodi, ritme, harmoni, orkestrasi, instrumentasi, aransemen, lirik, hingga kekayaan vokal.

“Kami punya 25 pakar (analis) musik yang mendengarkan setiap lagu dan mereka mengategorikan lagu-lagu itu berdasarkan 400 dimensi musik,” Tom Conrad, Chief Technology Officer Pandora, menambahkan.

Dengan bantuan mesin canggih MGP itu, Westergen mencontohkan, jika Anda menyukai Steely dan Anda pun menggemari musik Pink Floyd. Begitu pula, bila Anda menyukai lagu Every Breath You Take dari The Police, mesin tersebut dengan informasi musikologisnya akan membantu Anda menemukan lagu-lagu yang berkarakter serupa.

Karena itu, untuk mendapatkan benefit terbaik dari Pandora, pendengar disarankan untuk menggunakan fitur thumbs up jika suka dan thumbs down jika tak suka tatkala tengah mendengarkan sebuah lagu di Pandora. “Ini mirip ketika kita membuat bonsai,” kata Westergen, memberikan amsal, “ada cabang-cabang yang Anda potong dan ada yang dibiarkan tumbuh sehingga memberikan bentuk tertentu.”

Dengan fitur tersebut, seorang pendengar bisa menambahkan artis-artis ke stasiun radio personalnya, atau membuat yang baru lagi. Fitur lainnya yang tak kalah menarik adalah QuickMix, yang bisa mencampurkan musik dari genre yang berbeda-beda.

Kepustakaan musik Pandora sejauh ini baru mengoleksi 710 ribu lagu. Kalah jauh dibanding pesaingnya seperti Rhapsody ataupun Slacker yang memiliki 4-6 juta lagu. Toh, dengan menawarkan “kecocokan dengan selera personal” membuat angka yang dimiliki Pandora jadi lebih istimewa.

Ada sisi istimewa Pandora lainnya, terutama bagi artis independen, termasuk yang belum punya nama: Pandora sama sekali tak memedulikan aspek popularitas dalam memilih lagu. Berarti ada peluang besar yang fair bagi setiap pemusik. Buktinya, kebanyakan artis yang musiknya diputar lewat Pandora sebelumnya tak punya kesempatan sebesar ini. Menurut pengakuan Westergen, sekitar 70% dari artis yang musiknya dimainkan di Pandora adalah artis independen (tak terikat kontrak dengan label). “Satu hal yang penting buat pendengar: penemuan (bakat baru). Inilah yang membuat pengalaman pendengar tetap segar,” ujar Westergen. Maka, bagi Pandora, rumus simpel buat artis baru untuk bisa dimainkan musiknya di Pandora adalah punya musik yang bagus. “Nothing more, nothing less,” katanya dalam sebuah wawancara. Karena itu, sarannya buat para artis baru cukup simpel: “Make a great music, and submit it.”

Memang, ada syarat lainnya yang kini diterapkan Pandora sebelum artis pemusik bisa mendaftarkan karya musiknya ke Pandora, yakni sang artis harus menaruh CD musiknya di Amazon. Tidakkah ini kendala seperti kata para kritikus? “Biaya untuk ikut dalam program Amazon itu hanya US$ 35. Saya rasa itu bukan kendala buat setiap artis. Terutama buat mereka yang bersungguh-sungguh ingin profesional,” kata Westergen menjawab kritikan itu.

Perkembangan Pandora belakangan memang tergolong luar biasa. Bukan hanya jumlah pemirsanya yang sudah mencapai angka 40 juta orang lebih, tetapi loyalitas mereka pun cukup kuat. Dalam sebulan, rata-rata pengguna terdaftar ini menghabiskan waktu 11,6 jam untuk mendengarkan ataupun mencari lagu yang baru dari Pandora.

Bukan berarti jalan hidup Pandora mulus-mulus saja. Setelah geger letusan dotcom, tantangan kedua yang tak kalah berat terjadi pada 2007. Penyebabnya, keputusan the Copyright Royalty Board Pemerintah Federal AS yang menetapkan fee untuk memutar lagu di radio Web dinaikkan dari US$ 0,08/lagu/pendengar pada 2006 menjadi US$ 0,19/lagu/pendengar pada 2010 (ketika ketetapan tersebut akan diterapkan secara penuh). “Saat mendengar kabar ini di Treo saya, saya sedang di dalam bus,” kata Westergen. “Saya pikir, matilah kami.”

Maklumlah, berbeda dari radio konvensional ataupun radio satelit, radio Internet seperti Pandora bisa memainkan banyak lagu secara simultan.

Menurut pihak SoundExchange, organisasi yang mewakili performer (artis) dan perusahaan rekaman, Royalty Board mendukung penetapan royalti yang lebih tinggi karena musisi berhak memperoleh bagian keuntungan yang lebih besar dari pemain radio Internet. Namun, menurut pendapat Westergen dkk. hal ini tidak fair. Sebab, radio tradisional tak diharuskan membayar royalti penampilan (walau SoundExchange juga menginginkan perubahan aturan ini). Adapun stasiun radio satelit hanya membayar 6%-7% dari revenue-nya, atau kalau diperkirakan US$ 0,016/jam/pendengar, sedangkan stasiun radio Internet mesti membayar US$ 0,029/jam/pendengar. “Dalam sehari, bisnis kami bisa bubar,” ujar Westergen.

Ketimbang menyerah, Pandora kemudian menyewa seorang pelobi di Washington DC. Pandora juga meminta tolong pendengar setianya untuk menulis keberatan mereka. “Memang, banyak pengguna Pandora yang menyatakan diri mereka lebih sebagai pelanggan ketimbang pengguna semata,” kata Willy C. Shih, profesor di Harvard Business School, yang telah menuliskan studi kasus mengenai Pandora. “Ini semacam langkah pemasaran pula.”

The Royalty Board akhirnya setuju bernegosiasi ulang. Setelah berdebat dua tahun dan adanya permintaan khusus dari Kongres, dewan ini akhirnya memutuskan untuk menurunkan fee royalti menjadi US$ 0,02/jam/pendengar.

Pada 2009, menurut Tim Westergen, perusahaannya yang bermarkas di Oakland, Kalifornia ini membayar biaya royalti ke SoundExchange saja sebesar US$ 28 juta. Di tahun itu, Pandora (yang belum listed) disebut-sebut mampu meraih revenue US$ 50 juta. Dengan jumlah pengguna terdaftar saat ini yang lebih dari 45 juta dan menyumbangkan royalti radio online sebesar 45%, wajarlah Pandora kini mendapat banyak perhatian. Tak terkecuali dari kalangan pemodal ventura. Selain dari Walden Venture Capital (berbasis di San Francisco), investor terbesar lainnya adalah Crosslink Capital (San Francisco) dan King Street Capital Management LLC (New York). Dengan dukungan seperti itu, Westergen mengaku pihaknya belum punya rencana menjual sahamnya ke publik (melakukan initial public offering).

Dari mana revenue US$ 50 juta Pandora? Menurut penuturan Westergen, arus revenue utamanya adalah iklan (baik visual ad maupun audio ad) yang menghasilkan US$ 40 juta lebih setahun. Berikutnya, dari sebagian pengguna yang membayar layanan premium US$ 3/bulan (US$ 36/tahun) yang bebas iklan dan tanpa batasan 100 jam gratis per bulan. Lalu yang ketiga, komisi dari penjualan CD musik di Amazon.com dan dari pembagian pendapatan di iTunes.

Selain negosiasi royalti yang cukup sukses, prospektifnya masa depan Pandora juga lantaran kemunculan gadget berteknologi terbaru, khususnya iPhone dari Apple Inc. Pandora tercatat sebagai penyedia music app gratis pertama yang masuk ke iTunes App Store ketika dibuka pada Juli 2008. “Dalam sehari, pertumbuhan pengguna kami dobel,” ujar Joe Kennedy. Bahkan, pada Natal 2008, jumlah pendaftar baru mencapai 200 ribu. Yang lebih penting lagi, lanjut sang CEO, hal ini membuktikan bahwa layanan radio Internet bukan cuma bisa diakses lewat PC, tetapi bisa pula dinikmati lewat aneka gadget non-PC, di mana pun pengguna berada. Misalnya, pada 2009 layanan Pandora sudah bisa dinikmati lewat BlackBerry, handset keluaran RIM.

Pada Januari 2010, Pandora meneken kesepakatan dengan Ford untuk memasukkan layanannya ke sistem komunikasi-dalam-mobil buatan perusahaan otomotif ini, Sync, sehingga para pengendara mobil Ford juga bisa menikmati layanan musik personal. “Kami punya 20 juta pengguna yang mendengarkan musik secara bergerak. Sekitar 50% darinya menggunakannya di dalam mobil,” ungkap Tom Conrad, sang CTO.

Menyusul kemudian, perusahaan elektronik konsumer seperti Samsung, Sonos dan Vizio, telah mengagendakan mengintegrasikan layanan Pandora ke dalam sistem musik, TV, radio jam, dan pemutar Blu-ray mereka. Menurut Conrad, selanjutnya para pengguna Twitter dan Facebook akan bisa berbagi stasiun radio personal mereka masing-masing. Implementasi layanan Pandora di gadget berbasis Android pun akan tengah dijajaki.

“Impian kami memang memiliki jutaan pemirsa di seluruh dunia,” kata Joe Kennedy. Ya, karena kendala licensing musik, hingga saat ini layanan Pandora baru bisa dinikmati di AS. “Kami berharap suatu waktu akan ada solusi yang baik bagi masalah music licensing,” kata sejawat erat Westergen ini. Buat Westergen sendiri, perkembangan perusahaannya sejauh ini cukup menggembirakan, demi mewujudkan misinya membuat para musisi kebanyakan bisa menjadi warga kelas menengah.

Riset: Rahmanto Aris D.

BOKS 1:

Pandora dalam Angka

Jumlah pendengar terdaftar: 48 juta orang

Revenue 2009: US$ 50 juta

Prediksi revenue 2010: US$ 100 juta

Koleksi lagu: 710 ribu lagu

Rata-rata penggunaan: 11,6 jam/bulan

Musisi independen: 70%

BOKS 2:

Model Bisnis Pandora

Profit = Revenue – Biaya

Arus Revenue:

Iklan

Langganan layanan premium

Komisi penjualan CD/lagu

Arus Biaya:

Biaya royalti

Biaya karyawan

Biaya lainnya

BOKS 3:

Keistimewaan Pandora

Menyediakan layanan stasiun radio online personal bagi pengguna.

Menyediakan mesin canggih yang mampu mengolah 400 atribut musik guna mengenali identitas unik sebuah lagu.

Mampu menyesuaikan lagu yang diminta dengan selera pengguna.

Dapat diakses dengan berbagai jenis gadget.

Menggunakan ukuran level playing field (bukan popularitas) dalam pemilihan lagu.

Memberikan kesempatan yang sama bagi semua musisi, termasuk artis independen yang belum punya nama sekalipun.

Memberikan pemasang iklan target audiens yang pas.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved