Jadi Holding, Inalum Mulai Proses Harmonisasi Internal
PT Indonesia Asahan Inalum resmi menjadi holding Badan Usaha Milik Negara industri pertambangan pada akhir November 2017.
Sebelumnya pemerintah memegang 65% saham PT Antam (persero) Tbk , 65,02% di PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT 65% di PT Timah (Persero) Tbk. Dengan pembentukan holding ini maka saham yang berupa seri B itu itu telah dialihkan ke Inalum, sementara pemerintah masih mengempit saham seri A atau dwi warna di tiga BUMN tersebut.
Menyoal mengenai adanya inbreng (permodalan aset ke dalam PT) saham yang dilakukan pemerintah terhadap Inalum, tentunya banyak pekerjaan rumah yang timbul setelahnya. Harmonisasi internal dari ke-empat perusahaan bisa jadi menjadi isu paling krusial. “Harmonisasi merupakan program utama yang sedang kami jalankan,” ujar Direktur Umum dan SDM Inalum, Carry EF Mumbunan.
Untuk memuluskan proses harmonisasi ini, ia menceritakan beberapa hal telah dilakukan Inalum. Salah satunya adalah melakukan pertemuan-pertemuan dengan seluruh serikat pekerja dari seluruh perusahaan yang tergabung dalam holding.
Setelah ada pembentukan holding ini, ia menceritakan, jumlah karyawan Inalum tercatat menjadi sebesar 12.000 orang. Bersinergi untuk menyatukan banyak budaya perusahaan merupakan salah satu agenda yang harus dijalankan. “Kami bertemu mereka melalui serikat pekerja untuk memberitahukan arah perusahaan ke depan,” ungkapnya.
Selain itu, untuk memuluskan proses harmonisasi, Inalum juga telah membentuk beberapa pokja yang tugasnya untuk menginventaris celah-celah dan peluang paska pembentukan holding. Pokja-pokja itu misalnya di bidang SDM, IT, Logistik, Investasi dan sebagainya. “Nantinya Pokja akan memberikan masukan-masukan mengenai potensi apa yang bisa digarap holding, maupun membereskan masalah-masalah yang sifatnya teknis,” ungkapnya.
Sebagai contoh ia mengungkakan untuk infrastruktur IT, setiap perusahaan baik Antam, PTBA maupun Timah mempunya standar dan sistem bawaannya masih-masing. Dengan adanya holding ini, pokja akan memikirkan bagaimana agar sistem-sistem tersebut bisa terintegrasi guna memudahkan pekerja. “Itu juga merupakan salah satu tantangan besar,” dia menjelaskan.
Adapun untuk bidang SDM juga tidak kalah kompleks tantangannya. Setiap perusahaan pasti punya program-program dan standar gaji dan benefit yang berbeda satu sama lain. Jika hal tersebut tidak di harmonisasi, tentunya akan timbul kecemburuan. “Nah ini kami sedang menggandeng konsultan untuk melakukan review, model seperti apa yang pas,” ujarnya.
Sementara itu Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno,menjelaskan, salah satu bentuk kerja holding tambang jangka pendek adalah saling mengisi kebutuhan antara perusahaan perusahaan tambang yang tergabung dalam holding.
Harry menjelaskan, ke depan Inalum dan Antam akan membangun smelter yang juga menjadi bagian dari kebutuhan hilirisasi tambang. “Di Halmahera, Antam kan membangun smelter feronikel, ini butuh listrik yang besar. Nantinya, pasokan listrik ini akan disuplai oleh PT Bukit Asam,” ujar Harry
Harry menjelaskan, sinergi ini akan membuat ongkos produksi menjadi lebih hemat. Batubara yang dihasilkan oleh PT Bukit Asam nantinya akan langsung diproduksi menjadi listrik dan gas untuk bahan bakar produksi smelter baik Inalum, Antam dan PT Timah.
Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi konsen holding tambang kedepan. Salah satunya masalah gasifikasi batubara Menteri BUMN, kata dia, meminta agar tidak ada aliran keluar masuk batu bara secara besar besaran. “Ke depan batubara produksi dari holding tambang akan diproses ditempat menjadi listrik dan gas,” kata Harry.
Editor : Eva Martha Rahayu
www.Swa.co.id