Economic Issues

Mencari Solusi Membenahi Jakarta

Mencari Solusi Membenahi Jakarta

Harry Trangono, Presiden Komisaris Group Bukit Jonggol Asri

Perhimpunan Studi Pengembangan Wilayah HAP dan Urban and Regional Development Institute (URDI) menggelar seminar dengan tema Menatap Masa Depan Jakarta, sebagai Pusat Kegiatan Sosial Dan Ekonomi Nasional’. Menurut Syahrial Loetan, Direktur Eksekutif Perhimpunan Studi Pengembangan Wilayah, salah satu masalah utama yang dihadapi Jakarta adalah Ialu lintas yang sangat padat dan tanpa disiplin, sehingga membutuhkan waktu tempuh yang sangat panjang dan tak masuk akal lagi. Masalah lainnya yaitu pengembangan wilayah di lingkar luar Jakarta yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Namun, menurutnya, itu belum cukup optimal mengatasi persoalan.

Berdasarkan data BPS DKI Jakarta 2016, jumlah sepeda motor sudah sangat banyak. Porsinya lebih besar dibandingkan kendaraan lain. Sepeda motor totalnya 73,92 %, mobil penumpang 19,58 %, mobil beban 3,83 %, mobil bus 1,88 %, dan kendaraan khusus 0,79 %. Sebagai pembicara utama adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonego, persoalan di Jakarta tak harus dilihat secara menyeluruh hingga kawasan sekitarnya. Untuk menuntaskan masalah tersebut harus dilihat dari transportasi, air bersih, hingga pertumbuhan ekonomi, butuh dukungan wilayah sekitarnya, atau Jabodetabek.

Presiden Komisaris Group Bukit Jonggol Asri, Harry Tranggono, di sela-sela seminar tersebut menilai pemerintah perlu mengkaji kembali untuk memindahkan kantor Kementerian dan Lembaga di pindahkan keluar Jakarta salah satunya Jonggol, Bogor untuk mengurangi kepadatan. Apalagi kawasan Jonggol sudah memiliki peraturannya, yaitu Keppres nomor 1 tahun 1997 yang meminta agar kantor Kementerian dan Lembaga di pindahkan ke Jonggol, dengan maksud mengurangi beban dan tekanan terhadap Jakarta.

Hary menambahkan dalam Keppres itu disebutkan Jonggol akan dibangun sebuah kota Mandiri dengan luas sekitar 30 ribu hektar, dimana peruntukkannya sekitar 15 ribu hektar untuk kawasan terbuka hijau dan sisanya kawasan hunian. “Sampai saat ini dari 15 ribu hektar tersebut, sekitar 60 persen lahan sudah dikuasai untuk dijadikan sebagai kota mandiri,” katanya. Ia mengusulkan, lembaga-lembaga non teknis dan yang bersifat tidak vital bisa dipindahkan ke kawasan Jonggol ini, hal ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan Jakarta dan juga distribusi kota kota baru.

Pihak perusahaan, lanjut dia, juga sudah melakukan kerjasama dengan Perum Perumnas untuk membangun rumah subsidi sebanyak 5.000 unit. Dan perusahaan akan membangun 2.000-3000 unit rumah tapak dikawasan Jonggol. Diperkirakan investasi awal untuk pembangunan awal kota Mandiri Jonggol ini bisa mencapai Rp10 triliun dan bisa dikembangkan sampai 10 tahun ke depan. “Kalau kota mandiri perencanaan jangka panjang, diatas 10 tahun. Nanti ada rumah landed, vertikal dan lainnya,” kata dia.

Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Gani menilai, sampai saat ini pengembang sudah banyak melakukan pengembangan kota kota baru di kawasan Jabodetabek, hingga ke beberapa kota di Indonesia. Di kawasan Jabodetabek, lanjut dia, pengembang yang tergabung dalam REI sudah mencetuskan 35 kota baru, salah satunya yang sekarang dikembangkan adalah di kawasan Maja, Banten. Sudah banyak REI membangun kota-kota baru, mulai dari Serpong, Maja, Cikarang, bahkan sekarang juga ada Bogor seperti di Jonggol. “Untuk mengurangi beban Jakarta, pusat pemerintahan tidak semua harus fokus di Jakarta, tetapi bisa disebar ke beberapa titik di kawasan Jabodetabek,” kata Hari.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved