Ekspansi Kerja Sama Adaro Power di Bisnis Kelistrikan
PT Adaro Energy Tbk. memulai bisnis kelistrikannya tahun 2008, saat anak perusahaannya, PT Makmur Sejahtera Wisesa (MSW) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
PLTU yang terletak di Tanjung, Kalimantan Selatan ini berkapasitas 2 x 30 MW dan mulai beroperasi tahun 2013.
Ketenagalistrikan merupakan sektor strategis bagi Adaro, selain pertambangan batubara, jasa, dan logistik. Pembangunan PLTU berfungsi untuk suplai listrik bagi keperluan pertambangan Adaro. Di tahun 2010, Adaro membentuk PT Adaro Power yang bergerak di bidang pembangkitan listrik dan menjadi induk perusahaan di bidang ketenagalistrikan.
Di bawah Adaro Power, kini perusahaan mengoperasikan pembangkit listrik total berkapasitas 2.260 MW. Menurut Presiden Direktur PT Adaro Power, Mohammad Effendi, kehadirannya menjadikan bisnis utama Adaro terintegrasi dari tambang hingga pembangkit listrik. “Integrasi bisnis ini menjadi keunggulan kompetitif yang membedakan dari perusahaan lain,” tambahnya.
Upaya ini sekaligus memungkinkan sinergi lebih kuat dan mampu menjalankan operasional perusahaan dengan biaya rendah. Melalui cara ini juga, perusahaan dapat menciptakan aliran pendapatan yang stabil di masa depan dan meminimalkan dapak volatilitas dari siklus sektor batubara.
Dalam perjalanan bisnisnya, Adaro Power bersama perusahaan asal Jepang, J-Power dan Itochu,membentuk perusahaan baru bernama PT Bhimasena Power Indonesia (BPI). Perusahaan konsorsium ini dibentuk untuk mengikuti lelang dalam pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik berkapasitas 2 x 1000 MW yang berlokasi di Batang, Jawa Tengah.
“BPI berhasil memenangkan lelang tersebut dan menandatangani perjanjian jual beli listrik dengan PLN pada bulan Oktober tahun 2011. Pada Juni 2016, BPI mencapai Financing Close (FC) dan rencananya mencapai Commercial Operation Date (COD) pada tahun 2020,” cerita Effendi. Tahun 2017, perkembangan kegiatan konstruksi telah mencapai 35%.
Ekspansi bisnis kelistrikan terus dilakukan Adaro Power dengan bekerja sama kembali. Kali ini perusahaan asal Korea Selatan, East West Power (EWP) digandeng. Perusahaan konsorsium dibentuk dengan nama PT Tanjung Power Indonesia (TPI) untuk mengkuti lelang pembangkit listrik 2 x 100 MW di Kalimantan Selatan.”TPI ditargetkan selesai tahun 2019 dan saat ini telah mencapai 86%,” ungkapnya.
Adaro Power dengan tiga anak perusahaan pembangkit listriknya mampu menyerap 200-300 tenaga kerja di setiap perusahaan. Dari ketiga tersebut, MSW telah beroperasi dengan baik untuk memasok kebutuhan listrik ke tambang batubara Adaro Energy dan PLN dalam bentuk kerja sama yang disebut excess power atau daya lebih.
Investasi senilai US$140 juta untuk membangun MSW , lalu US$4,2 miliar untuk pembangunan PLTU Batang (BPI), dan US$540 juta untuk investasi PLTU di Tabalong (TPI).K etiga pembangkit listrik tersebut menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Menunjang optimalisasi operasionalnya, Adaro Power memasang instalasi teknologi mutakhir di pembangkit listrik MSA dan TPI, yaitu Circulating Fluidized Bed (CFB) pada ketel uapnya.
Teknologi CFB berguna untuk menghasilkan emisi karbon yang rendah dari pembakaran berbagai jenis batubara, termasuk yang berkalori rendah. Untuk pembangkit listrik BPI menggunakan Pulverized Coal (PC) di ketel uap dengan sistem Ultra Super Critical (USC). “Teknologi ini cukup efisiensi karena uap bekerja pada titik temperatur yang tinggi sehingga menghasilkan efisiensi panas pada boiler dan menghemat pemakaian bahan bakar,” urai Effendi.
Pendapatan pembangkit listrik tergantung pada kapasitas dan daya listrik yang disalurkan ke PLN serta harga batu bara acuan. Effendi mengilustrasikan bahwa proyeksi pembangkit listrik berkapasitas 2 x 100 MW akan menghasilkan pendapatan US$100 juta per tahun dan kapasitas 2 x 1.000 MW menghasilkan sekitar US$900 juta per tahun. Melebarkan ekspansi bisnis litriknya, Adaro Power juga berencana mengikuti lelang di luar negeri.
Reportase: Herning Banirestu
www.swa.co.id