Profile Profil Profesional zkumparan

Passion Anne Mutia pada Industri Komunikasi

Anne Mutia Ridwan, CEO Ogilvy & Mather Indonesia.

Anne Mutia Ridwan, CEO wanita Indonesia pertama di Ogilvy & Mather Indonesia ini telah lama menggeluti industri komunikasi. Sejak tahun 1994, ia bekerja di bidang brand & advertising di Bates Mulia.

Ia pernah menangani sektor FMCG, migas, keuangan, dan lainnya yang memungkinkan untuk terus belajar. “I am a people person. Saya senang berinteraksi dengan orang lain, senang mendengarkan cara orang lain berpikir, dan industri ini sangat cocok bagi saya,” ungkapnya. Kesempatan memasarkan sebuah produk, mengharuskan ia bicara dengan departemen yang berbeda.

Menurutnya, belajar tentang orang lain dan belajar untuk pendekatan dengan orang lain adalah kombinasi yang menarik bagi karier yang ditekuninya ini. Pada tahun 90-an, industri komunikasi masing sangat baru dan dipenuhi oleh ekspatriat. Namun, baginya justru bagus karena dapat belajar dari mereka mengenai maturity stage industri ini.

Kariernya berlanjut di J. Walter Thompson (JWT) Adforce menangani berbagai industri. Lalu, tahun 2000 – 2005, Anne melanjutkan pendidikandi Harvard University jurusan Business Administration & Management dan di Emerson College, jurusan Global Marketing Communication & Advertising. Selepas menyelesaikan kuliah, ia kembali ke JWT dan menjabat sebagai General Manager/Client Service Director. Kiprahnya di bidang komunikasi berlanjut ke Leo Burnett & Publicis One dan sempat menjabat sebagai CEO.

Jabatannya saat ini sebagai CEO Ogilvy & Mather Indonesia mengharuskan ia menggeser pola pikir (shift mindset) dari unit bisnis yang terpisah antara public relation, advertising, digital, social, dan production. “Semuanya diharapkan dapat saling berkolaborasi lebih kuat dengan shared value yang sama. Saya berusaha membentuk kultur perusahaan yang terbuka sehingga tercipta kolaborasi antar unit,” jelasnya. Hal ini dikarenakan masih ada silo antar organisasi atau unit bisnis yang cenderung tertutup dengan unit lain.

Selain itu, Anne harus meningkatkan proses kerja, sehingga semua orang inklusif dan bergerak dengan sinkron. Menjadikan Ogilvy semakin relevan di pasar dengan melihat demand dari pasar supaya dapat lebih agile dilakukan serta menempatkan klien sebagai center dan bisa merespons lebih cepat. “Bagaimana kombinasi antara kecepatan, kualitas, dan cost efficient dapat tercapai. Saya berupaya agar dengan semakin besarnya perusahaan namun tidak membuat organisasi terlalu birokratis dan kaku,” harapnya.

Menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi CEO di Ogilvy dan Leo Burnett, ia ingin menginspirasi bahwa anak Indonesia dapat mencapai mimpinya hingga posisi puncak. Perjalanannya yang dimulai dari bawah memberikan motivasi dan kepercayaan terhadap apa yang dilakukan dan tetap untuk fokus. “Visi personal saya adalah menunjukan bahwa menjadi wanita Indonesia bukan halangan untuk menjadi pemimpin di multinational company,” ujar perempuan yang juga aktif di Citra Pariwara selama 7 tahun terakhir.

Sebagai pemimpin, ia memberikan kesempatan untuk memberdayakan karyawan. Selain memberi kesempatan, skill yang tepat juga perlu diberikan kepada karyawan. Melalui skill tersebut akan memberikan level kepercayaan diri yang tinggi kepada mereka. Anne pun mempromosikan talent muda, milenial yang mampu beradaptasi dengan baik, sementara kualitas leadership dibimbing olehnya.

“Bagi saya, sebagai pemimpin adalah terbuka sebisa mungkin, saya menerapkan open door policy, jadi siapapun bisa masuk,” jelas Anne. Ia juga ingin semua karyawannya mengerti kondisi yang dijalani peruashaan. Maka dari itu, sebisa mungkin transparan dalam diskusi, karena agensi bukanlah hanya satu orang , tetapi terdiri dari banyak orang.

Melihat kondisi industri komunikasi saat ini, baginya cukup menantang terlebih didorong oleh teknologi dan media sosial dalam pengaruhnya pada masyarakat. Mau tidak mau perusahaan harus berubah dengan embrace new technology, namun secara bersamaan harus melakukan twist agar menjadi benefit. Anne menyadari adopsi teknologi baru lebih cepat dibandingkan perusahaan mengadopsinya dan untuk menjawabnya harus lebih cepat melakukan perubahaan dan mengambil keputusan.

Untuk masalah kompetensi, inovasi menjadi cara dan peranan people paling penting. Skill adalah investasi yang diberikan kepada karyawan. Menurutnya agensi komunikasi saat ini tidak hanya membuat press release, white pages, konferensi media, dan sebagainya, melainkan bagaimana berperan dalam influence and reputation. “Peran agensi komunikasi adalah sebagai creative business solution provider yang harus bisa menjadi mitra klien melalui tugasnya untuk menyaring segala informasi dan menyederhanakannya menjadi lebih bermakna dan berdampak,” ungkapnya.

Perempuan dengan prestasi seperti Anne menjadi gambaran Kartini masa kini. Peran wanita tidak hanya sebagai pemegang peran domestik, namun dapat mencapai apa yang ia inginkan. “Kuncinya adalah negosiasi dan kompromi melalui komunikasi yang terbuka kepada keluarga dan kompromi. Saya tetap berpegang teguh untuk memprioritaskan keluarga karena ketika kita telah tiada di dunia ini yang dikenang adalah bagaimana kita untuk keluarga,” ujarnya.

Di bawah kepemimpinannya, saat ini Ogilvy bekerja dengan lebih kolaboratif serta memiliki all the right talents yang dapat membantu dalam proses strategic thinking dan implementasi yang lebih menyatu. Selain itu, Ogilvy berusaha memberikan one stop solution bagi kliennya.

Sebagai pemimpin, Anne ingin menyeimbangkan antara pekerjaan dan personal. “Secara profesional saya hanya ingin fokus dengan tugas saya. Tetapi secara personal saya ingin memiliki yayasan di bidang pendidikan. Suatu hal yang mulai saya pikirkan untuk masa depan,” ucap wanita 46 tahun ini tentang mimpinya.

Reportase: Jeihan Kahfi Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved