Listed Articles

Java Spices, Bisnis Rempah ala Organik

Oleh Admin
Java Spices, Bisnis Rempah ala Organik

Siapa yang tidak mengenal rempah-rempah? Sebagai produsen rempah-rempah ternama hingga Belanda pun jatuh hati, Indonesia memang diagungkan oleh pasar internasional. Namun, bukan berarti bisnis ini semulus jalan layang. Demi menggaet pelanggan global, Java Spices bahkan memperkenalkan rempah organik.

“Dulu, rempah-rempah kita diekspor oleh Belanda. Namun kini, pamor rempah-rempah mulai menurun. Padahal, potensi rempah-rempah sangatlah besar,” ujar John S. Tumiwa, pendiri PT Dwipa Java Spices yang memproduksi rempah-rempah Java Spices. Produk yang mencakup semua jenis rempah-rempah itu tidak hanya ditemui di toko premium seperti Ranch Market, Kem Chick, Grand Lucky, Alun-Alun Indonesia, tetapi juga diekspor ke manca negara.

Pada awal berbisnis di 2011, John memilih Vanila karena memiliki pamor yang tinggi di luar negeri. Selain itu, tanah kelahiran kedua orang tuanya di Tombatu, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara adalah salah satu penghasil vanilla. “Jadi saya mudah mendapat pasokan barang,” ujarnya. Untuk memasarkan, John hanya mengandalkan internet. Dirinya rajin ‘bergaul’ di dunia maya, khususnya di kalangan pebisnis. Dia mengaku mencari calon pembeli dari situs maya tersebut. “Kita lebih enak di situ. Semuanya langsung, tidak ada perantara.” Di masa kejayaan itu, John mampu meraup pangsa pasar Amerika, Eropa dan beberapa negara Asia. Sebagai gambaran, saat itu, tiap kilogram vanilla dihargai US$ 425.

Sayangnya, masalah muncul saat vanilla menjadi pujaan. Banyak petani yang ‘nakal’ dengan memasukkan kawat dan paku ke dalam batang vanilla yang diekspor untuk menambah bobot vanilla. “Tragisnya, perilaku ini juga diperbuat petani dari negara penghasil vanilla lainnya,” kata dia. Kondisi ini membuat bisnis vanilla kacau. Dalam waktu singkat, harga vanilla langsung merosot tajam. Dari semula USD 425/kg menjadi USD 15/kg di tahun 2004. “Seketika itu juga, bisnis saya hancur,” John mengenang. Bahkan, John terpaksa menjual beberapa asetnya di masa kebangkrutannya ini. “Bahkan rumah mertua habis saya jual,” ujar suami Dyah Puspita ini.

Telah jadi rahasia umum kalau entrepreneur harus pantang menyerah. Keterpurukan diawal bisnis vanilla itu tidak membuat pria kelahiran Surabaya, 23 Mei 1967 ini menyerah.. Jalan organic diambil John sebagai nilai lebih produk Java Spices. “Dari awal, saya ingin produk Java Spices diolah secara organik. Organik itu bukan sekadar tanpa bahan kimia. Tetapi dari proses penanaman hingga pengemasan, produsen harus memperhatikan unsur organik,” tegas pemegang gelar Master Manajemen dari Golden Gate University, San Francisco ini.

Agar bisa masuk ke pasar luar negeri, John harus mengantungi sertifikat organik dari lembaga luar negeri. Sejak 2004 memulai produksi, dua tahun kemudian Java Spices berhasil mengantongi EU-Organic. “Menyusul NOP-USDA, dan 2008, perusahaan dapat sertifikat dari Japan Agriculture Standard,” kata John bangga. Kini dari 3.500 petani plasma, 1.300 di antaranya telah mengantungi sertifikat organik dari tiga lembaga tersebut. “Jadi, lahan yang digarap oleh 1.300 petani itu telah dinyatakan organik sesua standar internasional,” katanya.

John punya cerita menarik soal proses organik ini. Menurutnya, tidak gampang mengajak petani untuk mengikuti kaidah-kaidah organik. Apalagi kultur petani yang sulit menerima teori. “Mereka harus ditunjukkan dengan bukti,” kata dia. Bukti di sini bukan berupa contoh bagaimana berperilaku-tanam organik. “Tetapi bukti kalau dampak ekonominya lebih besar,” kata dia. John menjanjikan akan membeli hasil panen petani organik lebih besar. Misalnya, harga vanilla di pasaran Rp 20.000/kg. Untuk petani organik dibeli dengan harga Rp 25-30 ribu/kg.

“Awalnya saya ajak beberapa petani dulu untuk memberikan bukti. Ini strategi mengajak petani agar maju bersama,” katanya. John sedikit memberikan bocoran strategi lain untuk bekerjasama dengan petani. Menurutnya, bekerjasama harus dengan petani dari daerah asal. “Kan orang tua saya dari Tombatu. Jadi, ada keterikatan emosi dengan kita,” ujar bungsu 4 bersaudara pasangan AA Tumiwa-Evi Emor ini. Perlahan tapi pasti, banyak petani yang meminta seleksi sertifikat organik. Sebab, margin petani juga lebih besar dibanding yang tidak organik.

Hasilnya, sekarang produk Java Spices mulus melenggang ke pasar Eropa, Amerika, dan Asia. Sayangnya, John enggan membeberkan berapa besar volume ekspornya. Yang pasti, komposisi ekspor masih 20%, sedangkan 80% sisanya mengandalkan pasar lokal. Harganya di pasaran berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu dalam kemasan 30 gram hingga 50 gram. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved