Companies zkumparan

BFI Finance Indonesia, Terus Membangun Inisiatif Baru Human Capital

BFI Finance Indonesia, Terus Membangun Inisiatif Baru Human Capital
Andrew Adiwijanto (tengah), Direktur Operasional dan SDM BFI, bersama team

Melakukan transformasi, termasuk di bidang pengelolaan SDM, untuk beradaptasi dengan kondisi bisnis yang terus berubah menjadi sebuah tuntutan. Hal ini pun dilakukan PT BFI Finance Indonesia Tbk. Bisnis utama perusahaan pembiayaan ini (98 persen) tersalur ke pembiayaan tradisional, terutama pembiayaan mobil (76 persen), alat berat (13 persen), dan motor (9 persen).

BFI juga mulai masuk ke produk-produk baru (dua persen) seperti properti, edukasi syariah, dan leisure. Di samping itu, BFI pun mempunyai beberapa proyek yang ada dalam inkubator, antara lain pharmacy supply chain financing, travel agent supply chain, FMCG supply chain, dan maternity financing.

“Ini yang terus kami kembangkan karena kami menyadari bahwa tradisional bisnis seperti ini akan ada masanya dan kami akan menghadapi kompetisi yang begitu ketat. Maka, perubahan mindset itu betul-betul luar biasa dan kami membutuhkan energi yang cukup panjang, tidak bisa hanya sprint satu tahun kemudian selesai, mindset akan berubah,” papar Andrew Adiwijanto, Direktur Operasional dan SDM BFI.

Tentunya, untuk bisa melakukan transformasi atau perubahan itu tidaklah mudah. “Kami mau berubah. Itu bukan sesuatu yang mudah. Sementara kami tahu bahwa ancaman itu begitu luar biasa sehingga kami tetap harus berpikir apa ke depannya yang harus kami transformasikan,” kata Andrew. Menurutnya, ada beberapa bidang yang harus ditransformasi. Pertama, product centric, yang harus bertumpu pada kebutuhan pelanggan. Kedua, agency and repeat order. Sebagai agensi tradisional, pihaknya harus mencari sosok bisnis yang baru, yakni dengan kolaborasi dan aliansi.

Ketiga, survey process by people. Proses survei kredit yang selama ini dilakukan secara manual tradisional itu harus berubah menjadi credit scoring dan data analytic. Keempat, human resouces. HR yang dulu lebih banyak berperan sebagai admin harus berubah menjadi unit capital dan people tech yang betul-betul mendorong kebutuhan bisnis. Kelima, bucket handling. Sistem collection BFI yang begitu beragam berawal dari paket handling harus diubah menjadi telecollection dan zoning. “Ini tranformasi besar dalam korporasi yang kami akan lakukan,” ungkap Andrew.

Sejalan dengan transformasi bisnis tersebut, bagian HC juga mempunyai HR strategy yang berbasis pada lima pilar, yaitu organization and people strategy; people hiring and nurturing; culture, leadership, and engagement; performance and rewards; serta credible human capital business partner and excellence human capital services. “Kami coba bangun inisiatif-inisiatif baru terkait human capital untuk menunjang transformasi tadi. Tentu saja, ini tidak akan bisa jalan kalau tidak di-support oleh teknologi,” kata Ariyo Putro, Kepala HC BFI.

Saat ini, ada lima teknologi yang dikedepankan manajemen BFI, yaitu Reliable Human Capital Information System (HCIS), Learning Mobile Apps, Chatbot Contact Center, Employee Collaboration Apps (media sosial dalam perusahaan), dan Flexywork Realtime Performance Apps. “Indikator kesuksesan kami yaitu employee effectiveness index dan people productivity metrics, lalu kami ingin menjadi employer of choice,” Ariyo menjelaskan.

Transformasi pertama yang dilakukan BFI ialah mengubah kompetensi, dari tadinya 22 menjadi sembilan kompetensi yang di-branding dengan nama BECOCO (BFI Enhanced Core Competencies). Ke-9 kompetensi ini adalah organizational commitment, strategic execution, customer focus, innovation, entrepreneurship, strategic partnership, leading change, agile decision, dan nurturing people.

Jika dibandingkan, BECOCO berbeda dengan kompetensi sebelumnya karena ada tambahan kompetensi seperti strategic partnership dan entrepreneurship. “Jadi, tadinya tidak ada, sekarang kami coba partnership dan kolaborasi. BECOCO juga men-shift kami merekrut orangnya seperti apa, learning dan modul-modulnya, assessment, performance management, dan rewarding system-nya kami ganti,” Ariyo memaparkan.

BECOCO dijelaskan kepada seluruh karyawan dengan dua cara, secara tradisional dan digital. Secara tradisional melalui banner dan poster, sedangkan secara digital dengan menggunakan video animasi yang disebarkan di seluruh medsos BFI, seperti YouTube, dengan durasi 1-30 menit. “Jadi, orang tahu perilaku setiap kompetensi itu seperti apa dalam bentuk animasi karena kami merasa bahwa kompetensi itu bukan sesuatu yang harus kami rahasiakan,” kata Ariyo.

Transformasi kedua, menginternalisasi budaya perusahaan karena BFI mempunyai green values. Cara yang dilakukannya juga sama dengan yang pertama, yaitu secara tradisional dan digital.

Transformasi ketiga, memiliki teknologi yang harus mendukung. Untuk teknologi bidang HR, BFI membuat Employee Self Service (ESS) yang mulai berjalan pada 2017. Di tahun 2018 ada live Human Capital Dashboard; dengan fitur ini, semua pemimpin bisa melihat grafik karyawan, posisinya seperti apa, produktivitasnya bagaimana, dan turnover-nya seperti apa.

Selain itu, BFI pun membuat learning mobile apps bernama M-BEAT (Mobile BFI Edustream and Training Application) pada 2018. Ada juga chatbot contact center bernama BELLA (BFI Employee Virtual Assistant) sejak 2018. “Ke depan, kami akan membuat real-time performance apps dan employee collaboration apps,” ucap Ariyo. Teknologi yang sudah dijalankan saat ini yaitu M-BEAT, Human Capital Dashboard, dan BELLA.

Bagaimana hasilnya? “Human capital kalau tidak impact ke bisnis, percuma. Kinerja kami pun selama 2015-2018 tumbuh. Uniknya, kami mencoba menghitung rata-rata pertumbuhan BFI dibandingkan multifinance lain yang asetnya di atas Rp 10 triliun dan ternyata rate productivity kami, seperti revenue, tumbuh 13,31persen. Kami tumbuh lebih tinggi dibandingkan rata-rata industrinya yang berada di angka 12,84 persen,” Ariyo membandingkan.

Net profit before tax (NPBT) BFI juga tumbuh 34,67 persen, lebih tinggi daripada rata-rata industrinya yang tumbuh 24,92 persen. Demikian juga asetnya, tumbuh 19,51 persen, lebih tinggi dari rata-rata industrinya yang tumbuh 17,78 persen. Pada 2018, BFI membukukan aset Rp 19,4 triliun, memiliki 397 gerai dan 11.157 karyawan – 95 persennya didominasi kaum milenial.

“Dari sisi engagement, di HR Asia 2017 dan 2018, kami dinobatkan sebagai The Best Companies to Work in Asia,” ungkap Ariyo bangga. Selain itu, BFI juga telah meraih berbagai penghargaan lain, di antaranya Indonesia’s Top 100 Most Valuable Brand 2017 dan Indonesia Most Admired Companies (IMACO) Award 2017.

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved