Personalized Skincare, Cara Shinta Priantika Sari Orbitkan Callista
Afra Sausan sudah cukup lama bermasalah dengan kulitnya. Suatu hari ia tertarik dengan online skin analysis dari Callista. ”Aku mencoba konsultasi soal produk yang aku pakai selama ini. Ternyata, mendapat gambaran yang meyakinkan,” demikian cerita Afra. Lalu, ia pun mencoba produk Callista. “Aku puas, sudah dua tahun menjadi pelanggan setia Callista,” lanjut Afra yang senang karena selalu mendapatkan notifikasi proses belanjanya lewat surat elektronik. “Jadi, aku tahu bahwa belanjaanku sudah dikirim atau belum,” katanya tentang pengalamannya.
Adalah Shinta Priantika Sari, wanita di balik cara pemasaran digital Callista, produk perawatan kulit milik perusahaan keluarga yang berawal dari klinik kecantikan, CV Callista. Sebagai generasi kedua, Shinta berinovasi dengan membuat platform digital untuk memasarkan produk-produk over the counter Callista sekaligus membuat fitur konsultasi online mengenai berbagai masalah kulit wanita seperti jerawat, kulit kusam, dan kulit kering. Pelanggan tinggal mengisi kuesioner terkait permasalahannya, kemudian konsultan kecantikan Callista akan menghubungi pelanggan melalui WhatsApp. Setelah itu, pihak Callista akan merekomendasikan varian paket produk yang cocok dengan kulit pelanggan.
“Dari pemasaran digital ini, kami mencatat, masalah yang paling banyak dihadapi pelanggan adalah masalah jerawat, lalu kulit kusam dan anti-aging,” kata Shinta, pendiri dan CEO PT Claban Inovasi Teknologi, yang ditunjuk untuk menggarap pemasaran digital Callista. Pihaknya menyediakan paket-paket yang disesuaikan dengan jenis kulit dan masalahnya. “Paket untuk kulit berjerawat dan sensitif berbeda dengan (paket untuk) masalah jerawat dengan kulit normal,” ia menjelaskan. Menurut Shinta, cakupan produknya memang cukup banyak, ada 38 produk dan masih terus dikembangkan. Intinya, Callista ingin membuat rangkaian produk yang benar-benar personalized untuk setiap orang.
“Saat ini, kami sedang berusaha melengkapi (treatment untuk) semua masalah kulit semua orang, tapi fokusnya tetap di kulit jerawat, kulit kusam, dan anti-aging,” kata sarjana kedokteran gigi dari Fakultas Kedokeran Gigi Universitas Indonesia itu. Produk di klinik Callista kurang-lebih sama dengan produk yang dipasarkan secara digital. Hanya saja, bagi pelanggan yang datang ke klinik dengan kasus khusus yang benar-benar berat, biasanya ada produk tambahan dengan resep dokter.
Sebenarnya, masalah kulit orang kebanyakan tidak berat-berat amat. Namun, yang datang ke klinik biasanya yang hormonal dan memerlukan perubahan gaya hidup hingga konsumsi obat minum. Itu memang ranahnya dokter. “Yang kami ambil adalah ranah masalah kulit yang umum, namun bila diatasi sendiri oleh pelanggan, (mereka) bingung. Banyak sekali orang yang mengalami hal ini,” kata lulusan Jurusan Keuangan, Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi UI itu.
Diakui Shinta, Callista berangkat dari bisnis konvensional dengan mempunyai klinik kecantikan. Saat ini kliniknya ada dua, yaitu di Bogor dan Bekasi, masing-masing ada dokternya. Dalam perkembangannya, ia melihat sekarang trennya semua orang mau cepat dan mudah. Karena sibuk, orang-orang tidak punya waktu untuk treatment atau datang ke klinik hanya untuk konsultasi. Hal itu dianggap buang-buang waktu, apalagi mereka sudah lelah. “Kami berpikir bagaimana caranya agar orang-orang tetap bisa merawat kulit tapi tidak repot. Mereka tidak perlu ke mana-mana, tetap bisa dari kantor atau rumah namun bisa berkonsultasi dan bisa dapat treatment yang cocok,” katanya.
Klinik keluarga yang didirikan orang tua Shinta itu sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Adapun bisnis pemasaran digitalnya diterapkan sejak tiga tahun lalu. “Saat ini, fokus kami lebih ke digital,” ujar Shinta. Setiap hari platform digitalnya dikunjungi 250-300 pelanggan. Dari jumlah itu, sekitar 10% biasanya membeli produk dengan cakupan harga Rp 200 ribu-350 ribu.
Kini kontribusi penjualan platform digital terhadap total penjualan Callista cukup dominan, sebanyak 70 persen. “Selling platform digital Callista rata-rata naik 30 persen per tahun. Hanya memang di tiga bulan terakhir kami cukup masif. Kami sedang mengejar target yang lebih besar dari 30 persen per tahun itu. Kurang-lebih kami naik 20 persen setiap bulan pada tiga bulan ke belakang,” Shinta membeberkan. Adapun target pertumbuhan di 2019 sebesar 20 persen setiap bulan.
Bagaimana strategi bersaingnya di industri ini? Menurutnya, kalau dari produk, Callista adalah produk kosmetik tetapi mempunyai fungsi layaknya obat. Maka, pihaknya bisa menjual secara bebas dan ada registrasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan. “Beda kalau obat, kan harus melalui jalur dokter (resep), apoteker. Kalau kami memang tetap skincare/kosmetik, tapi memiliki bahan aktif yang lebih tinggi dan lebih banyak. Selain efektif, juga aman digunakan dalam jangka panjang dan secara luas,” Shinta menjelaskan.
Pelanggan seperti memiliki konsultan kecantikan pribadi karena setiap langkahnya diarahkan. Semua layanan konsultansi ini gratis. “Beauty consultant kami ini dilatih oleh dokter. Kalau misalkan ada masalah yang aneh, akan ada dokter yang siap membantu. Bisa dibilang mereka ini adalah perpanjangan tangan dokter,” ungkap Shinta setengah berpromosi.
Mengenai strategi pemasaran, Callista memanfaatkan media sosial seperti Instragram. Lalu, bekerjasama dengan beauty influencer untuk me-review dan menginformasikan produknya kepada masyakarat melalui medsos. Selain itu, bermitra dengan beberapa agen dan klinik. “Yang ingin kami tonjolkan di sini adalah service-nya,” kata Shinta yang pernah bekerja di perusahaan sekuritas ini.
Diakuinya, tantangan terbesar dalam bisnis ini adalah inkonsistensi. “Namanya membangun bisnis awal sendiri, belum punya tim yang proper. Jadi, kami benar-benar urus sendiri. Itulah hambatan kami,” ungkap Shinta. Namun, ia berupaya tetap fokus dalam menjalankan bisnis ini.
Apalagi, ada stereotip dalam masyarakat bahwa skincare yang bagus itu berasal dari luar negeri. Seperti yang sedang ngetop, dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. Hal itu membuat Shinta tanpa mengenal lelah mengedukasi pasar bahwa produk lokal tak kalah bagus. Dan, kini ada cara mudah mendapatkan produk skincare yang personalized: lewat online. “Jadi, mereka tidak perlu lagi keluar biaya untuk ke dokter, tidak wasting time, dari mana pun mereka bisa konsultasi. Itu yang ingin dihadirkan Callista,” katanya.
Rencana ke depan, pihaknya akan terus berekspansi. Saat ini pangsa pasar Callista belum besar karena tergolong masih pemain baru. “Ke depan, kami ingin terus improve dari marketing. Kami ingin menjadi pionir personalized skincare di Indonesia,” kata Shinta tandas. (*)
Dede Suryadi dan Nisrina Salma