Management Strategy

Manajemen Talenta di Balik Laju Adira

Manajemen Talenta di Balik Laju Adira

Kecemerlangan kinerjanya tak bisa dilepaskan dari kemampuannya mengelola dan menjaga ketersediaan karyawan-karyawan nomor wahid. Bagaimana pengelolaannya?

Kinerja Adira Finance (PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.) meroket tajam? Ah, itu bukan berita yang kelewat menarik. Dari tahun ke tahun ia memang terus tumbuh fantastis, baik dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan maupun pendapatan atau laba yang berhasil dibukukan. Tahun 2010, misalnya, laba bersihnya Rp 1,47 triliun dan mencatatkan pembiayaan baru senilai Rp 25,9 triliun, alias tumbuh 78% dari tahun sebelumnya. Jumlah piutang pembiayaannya di 2010 bahkan mencapai Rp 29,1 triliun. Memang hebat, meskipun independen atau tak terafiliasi dengan salah satu prinsipal otomotif, perusahaan pembiayaan ini sanggup menjadi pemimpin pasar di industrinya.

Kendati demikian, bukan soal kinerja yang menjadi isu menggelitik, melainkan bagaimana perusahaan ini melakukannya. Terutama bagaimana bisa memiliki, mengelola, dan menjaga SDM terbaiknya sehingga bisa menggerakkan roda perusahaan ke arah kinerja yang ciamik itu. Maklum, saat ini perang memperebutkan SDM terbaik tak henti berkecamuk di industri pembiayaan berhubung industri ini kian menggeliat. Sederet perusahaan pembiayaan baru bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tak ayal, kebutuhan SDM di industri ini cukup banyak sehingga bajak-membajak karyawan merupakan fenomena tak terhindarkan. Otomatis banyak karyawan Adira yang juga diincar perusahaan lain.

Adira termasuk perusahaan yang serius dalam mengelola dan menjaga ketersediaan SDM terbaik, atau yang oleh kalangan ahli biasa disebut sebagai talent management. Perusahaan pembiayaan sepeda motor dan mobil yang mempekerjakan 26.500 orang ini bahkan menyiapkan sistem tersendiri terkait talent management, dengan tujuan akhir: perusahaan tetap bisa mendapatkan, memiliki dan menjaga orang-orang berkualitas yang bisa membawa roda kemajuan bisnis. “Sasaran talent management ialah sustainability perusahaan. Makanya, kami bangun kulturnya dan kami susun sistemnya,” kata Stanley Setia Atmadja, CEO PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Berbagai hal dilakukan di sini. Salah satunya, membuat sistem untuk memastikan agar tidak kehabisan pemimpin usaha pada tiap level. Untuk itu, manajemen kaderisasi dilakukan pada semua jenjang. Pemimpin di tiap level, dari level direksi hingga manajer di cabang-cabang, kantor wilayah, bagian, dan divisi-divisi, diwajibkan menyiapkan kader-kader yang siap menggantikannya. Mereka harus tahu siapa saja kader terbaiknya dan mementorinya (grooming) agar berkembang sehingga celah kompetensi antara dirinya dan kader-kader itu tak terpaut jauh.

Cara itu dilakukan karena Adira memegang filosofi “promote from within”. Setiap kekosongan orang pada jabatan tertentu diutamakan diisi orang dalam. Orang luar baru akan diambil kalau pasokan internal tak mencukupi. Contohnya, ketika sedang agresif buka cabang hingga butuh 30 manajer cabang baru sementara dari dalam yang sudah siap baru 25 orang, maka lima orang mesti diambil dari luar.

Dengan prinsip ”promote from within”, kaderisasi dirasa perlu oleh semua pemimpin agar ketika dia akan dipromosikan, penggantinya sudah ada. “Kalau tak punya kader, pemimpin itu juga akan sulit promosi,” ujar Stanley. Sistem seperti ini bak roda yang sudah berjalan baik sehingga pihaknya tak merasa resah karena pool of talent sudah tersedia pada semua lini. “Terutama selama lima tahun ini,” tunjuk Swandajani Gunadi, Deputi Direktur (HRD) PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Sistem pool of talent dan penyiapan kader itu bisa efektif karena kulturnya dibangun. “Kami ciptakan dulu kultur dan mindset-nya. Kalau tidak, bisa-bisa akan terjadi mispersepsi,” ujar Stanley yang dikenal sebagai salah satu CEO terbaik Indonesia. Dia kemudian memberi gambaran implementasi prinsip bahwa “tiap pemimpin mesti menyiapkan pengganti dan harus siap digantikan”. Bila budaya dan mentalitas belum siap, prinsip itu akan menjadi momok. “Kalau mentalnya belum siap, dia akan bertanya-tanya, ’Kenapa saya harus siapkan pengganti, memangnya saya mau segera diganti?’” Stanley menggambarkan.

Di Adira, kultur dibangun dulu agar orang tidak merasa tabu atau takut mencari pengganti. Mereka sadar bahwa mereka harus siap diganti dan cari pengganti bukan karena perusahaan ingin memberhentikannya. “Kami ingin melihat organisasi perusahaan ini berkembang sehingga semua pemimpin mesti menyiapkan penggantinya,” Stanley memberikan alasan.

Orang-orang ”bintang” yang merupakan kader pemimpin itu sudah dimasukkan dalam pool of talent yang berisisikan karyawan-karyawan terbaik, atau oleh Stanley disebut best rank. Mereka ada di semua lini dan disiapkan untuk mengisi jabatan tertentu. Bahkan, Adira mengelompokkan mereka dalam beberapa kategori berdasarkan kesiapannya menduduki jabatan. Ada kategori “Ready for Now”, “Ready for One Year”, “Ready for Two Years”. “Masing-masing ada kriterianya dan kebutuhan training-nya untuk mengisi jabatan yang dipersiapkan,” Swandajani menerangkan.

Tak bisa dinafikan, manajemen talenta bisa berjalan baik di Adira karena didukung beberapa perangkat lain, seperti ketersediaan sistem penilaian, sistim imbalan dan pelatihan. Sebagai contoh, ketika seorang pemimpin menunjuk kader-kader calon pengganti yang masuk best rank, hal itu tak bisa dilakukan sembarangan atau subjektif. Mengapa? Karena, semua berbasis data sistem penilaian (performance appraisal) sehingga semua bisa dicek ulang. Tiap karyawan punya nilai kinerja dengan rentang 1-6. “Kalau tiba-tiba pemimpin itu menunjuk anak buahnya yang nilainya hanya 2, bukan 5 atau 4, hal itu akan dipertanyakan. Minimal harus nilai 4,” Swandajani merinci. Sistem penilaian ini dari tahun ke tahun terus disempurnakan. Awalnya perangkat penilaian masih sederhana dan masih ada unsur subjektivitas, tetapi dari tahun ke tahun perangkat ini terus dilengkapi, termasuk dengan disusunnya indikator kunci (key performance indicator/KPI) untuk setiap jabatan.

Menariknya, selain berbasis pada hasil performance appraisal sesuai dengan KPI masing-masing, menjaga objektivitas pemilihan karyawan best rank juga dilakukan melalui mekanisme talent review. Cara melakukannya ada dua. Pertama, melalui proses di assessment center. “Jadi, potensi orang itu apa, dites dulu,” ujar Swandajani. Cara kedua, melalui komite.

Adira memang punya komite yang terdiri dari berbagai jenjang. Ada komite manajer, komite general manager, komite kepala divisi, dll. Komite itu berisi banyak orang, berasal dari lintasdepartemen, tugasnya me-review orang yang satu level di bawahnya. Komite manajer, misalnya, terdiri dari kumpulan banyak manajer, bertugas mengkaji karyawan level penyelia. Mereka mencari siapa saja para penyelia potensial yang bisa dikader sebagai calon manajer. Lalu untuk me-review para manajer, ada komite GM yang terdiri dari para GM lintasdepartemen. Mereka aktif memotret manajer-manajer potensial. Karena yang menilai banyak orang – bukan hanya satu – subjektivtas bisa terhindari.

Komite ini dinamakan Komite Talent Management yang dihidupkan sejak empat tahun lalu. Para anggota komite itu disebut sebagai Faculty Member Adira karena tugasnya memang tak hanya me-review karyawan, tetapi juga sebagai pelatih dan melakukan mentoring. Kalau ada anak buah yang sedang dimagangkan enam bulan, misalnya, selain ditugaskan me-review, anggota Komite juga harus melakukan mentoring dan menjadi trainer pada kelas-kelas pelatihan yang diselenggarakan Adira. “Komite ini tugasnya banyak dan menyita banyak waktu, sejak tahun lalu kami berikan point reward untuk para anggota komite,” kata Swandajani.

Dari sini kelihatan, pelaksanaan manajemen talenta tak hanya dijalankan bagian HRD. “Ya, di sini sudah berlaku bahwa every manager is HR manager. Manajer yang tidak mau melakukan mentoring anak buah akan mendapat teguran atasan. Selain itu, pasti dinilai tidak baik oleh anak buahnya karena di Adira atasan juga dinilai oleh bawahan,” Swandajani menerangkan. Bagian HRD sendiri hanya sebagai fasilitator.

Karyawan-karyawan terbaik yang termasuk dalam best rank diberi berbagai bentuk pelatihan untuk meningkatkan kompetensi – di luar pelatihan reguler yang sudah dijadwalkan. Pelatihan itu, antara lain, penugasan dan pemberian tanggung jawab khusus di luar job desk dan yang levelnya lebih tinggi. Misalnya, seorang asisten GM diajak ikut rapat bersama direksi, atau merumuskan rencana proyek tertentu.

Selain dengan memberikan special assignment semacam itu, juga bisa dengan memberikan kesempatan on the job training, lalu menawari kesempatan rotasi pada bidang kerja baru, dan memberikan kesempatan mengikuti soft learning menggunakan fasilitas e-learning Adira. Itu semua di luar training matrix (pelatihan reguler) yang sudah diagendakan kantor pusat karena di Adira sistem pelatihan sudah dibuat rapi per jenjang. Swandajani memberi contoh, untuk pelatihan level supervisor tahun ini hingga bulan September sudah ada 28 batch.

Kebutuhan pelatihan setiap karyawan tentu berbeda-beda. Di Adira masing-masing karyawan memiliki Individual Career Development Program (ICDP) yang berisi rencana karier seseorang ke depan. “Dia ke depan mau jadi apa dan butuh training apa, mereka akan menuangkannya di situ,” kata Swandajani.

ICDP tentu saja merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen talenta dan merupakan peranti yang sangat diperlukan. Dengan perangkat itu, “Kami tahu apa saja yang harus dipersiapkan untuk masing-masing talenta agar siap menduduki posisi tertentu,” kata Swandajani. Selain itu, si karyawan juga tahu ke depan mau jadi apa sehingga tidak mudah dibajak. “Misalnya dia ditawari perusahaan lain jabatan tertentu yang lebih tinggi, dia belum tentu menerima karena tahu pasti di Adira juga sudah jelas prospeknya mau jadi apa,” tambah Stanley.

Implementasi manajemen talenta di Adira tak bisa dilepaskan dari dukungan sistem reward (imbalan) yang tersusun apik. Swandajani menjelaskan, manajemen Adira tidak secara khusus memberi imbalan tertentu kepada karyawan bintang (yang masuk pool of talent). Yang pasti imbalan yang pantas akan diterima secara otomatis karena sistem didesain dengan pola meritokrasi sehingga karyawan dengan kinerja terbaik pasti imbalannya pun bagus. “Mereka yang highgrade otomatis kompensasinya bagus,” dia meyakinkan.

Dengan sistem imbalan fix-variable, karyawan-karyawan highgrade kalau ditotal dalam setahun bisa mendapatkan 21 kali gaji. Sementara karyawan berkinerja rata-rata bisa mendapat bonus enam kali dalam tahun. Imbalan itu tak hanya berupa uang, karena ada juga pergi ke luar negeri bersama anak buah, beasiswa kuliah, biaya untuk mengambil sertifikasi tertentu, kesempatan ziarah sesuai dengan agamanya masing-masing, atau jalan-jalan ke luar negeri bersama keluarga.

Terlepas dari banyaknya upaya yang dilakukan, tampaknya efektivitas implementasi manajemen talenta di Adira cukup menonjol. Mereka sanggup membangun pool of talent yang bisa menjamin ketersediaan orang-orang bintang yang dibutuhkan perusahaan. Apa buktinya? “Kini 85% kebutuhan pengisian jabatan sudah bisa dipasok dari dalam, yang 15% dari luar. Tahun 2003 kondisinya terbalik, 85% dari luar dan 15% dari dalam,” ungkap Swandajani.

Dengan demikian, program penggodokan manajemen talenta cukup efektif dalam melahirkan pemimpin organisasi. Di sisi lain, Adira tetap mempertahankan posisi 15% pengisian formasi dari luar sebagai upaya penyegaran. “Supaya kami juga mendapatkan informasi apa yang terjadi di luar,” ujar mantan karyawan PT Astra International Tbk. itu.

Dampak lain, kestabilan dan keberlanjutan organisasi berlangsung baik. Stanley menceritakan, dalam mengelola karyawan sering turnover tak bisa dihindari meski upaya meretensi karyawan sudah dilakukan. Misalnya, ada yang keluar karena ditawari gaji 300% atau posisi yang melonjak drastis. Adira tentu tak bisa menaikkan 300% gaji karyawan yang mau pindah seperti iming-iming di perusahaan baru karena tak ingin merusak sistem. “Kadang turnover tak bisa dihindari. Tapi di sini semua bisa digantikan dengan baik,” kata Stanley.

“Kami pernah kehilangan dari level direktur, kepala cabang, kepala divisi, namun nyatanya kami tidak bolong atau guncang karena langsung ada penyesuaian dan pengisian organisasi berbasis talent management itu. Walau mungkin saja ada satu-dua yang tidak digantikan dengan orang yang kualifikasinya sama, at least kadernya bisa melanjutkan walaupun mungkin tugas pemimpin yang keluar itu ditangani dua anak buahnya. Job-nya dipecah. Roda organisasi berjalan dengan baik,” Stanley merinci. Perusahaan tak perlu panik karena penyiapan kader-kader sudah dilakukan dengan rapi.

Yang juga menarik, dengan adanya manajemen talenta ini, Adira kini juga memiliki peta seluruh aset SDM-nya atau dalam istilah mereka disebut peta human asset value (HAV). “Dengan demikian, perusahaan tahu bagaimana me-manage orang seorang sesuai petanya, harus training apa yang dibutuhkan, posisi mana saja yang bisa diisi oleh orang itu, dll.,” sambung Stanley.

Selain itu, Stanley melanjutkan, dengan implementasi manajemen talenta, Adira bisa menghilangkan beberapa penyakit organisasi yang biasa berkembang di banyak perusahaan. Contohnya, di berbagai organisasi bisnis sering ada atasan yang justru menciptakan celah antara dirinya dan anak buah yang menjadi calon pengganti. Mungkin tujuannya untuk melindungi kepentingannya. Di Adira hal itu tak mungkin dilakukan seorang pemimpin karena akan ketahuan baik melalui performance appraisal maupun saat pertemuan di komite manajemen talenta. “Misalnya, ada anak buahnya yang magang jadi pemimpin enam bulan tapi kok nggak kunjung naik kompetensinya, mereka akan ditanya bagaimana dia melakukan mentoring ke anak buah itu.” Artinya, manajemen talenta membantu menghilangkan peluang pemimpin yang sengaja membangun celah.

Dari mana Adira memperoleh model manajemen talenta yang menjadi benchmark-nya? Swandajani menjawab, pihaknya tak mengambil benchmark dari satu perusahaan, tetapi dari berbagai perusahaan. “Kami ambil dari mana-mana lalu kami modifikasi sesuai kebutuhan kami,” katanya. Saat awal menyusun pihaknya memang meminta pertimbangan konsultan, tetapi saat penetapan dirumuskan sendiri karena lingkungan internal dirasa lebih tahu yang paling pas buat perusahaan.

Swandajani menambahkan, tantangan terpenting implementasi manajemen talenta justru saat proses awal, yakni meyakinkan seluruh dewan direksi. “Ketika dewan direksi sudah oke, anak buah akan mudah mengikuti. Kalau top management dan HRD nggak jalan, maka tak akan jalan.”

Octa Melia Jalal, pakar SDM yang juga Head of Center for Human Capital Development PPM, menjelaskan, salah satu ukuran penting untuk menilai manajemen talenta adalah promosi dari dalam (promotion within). Rata-rata perusahaan yang sukses berhasil melakukan promosi dari dalam sekitar 80% ke atas, baik bagi jalur struktural maupun fungsional. ”Berdasarkan ukuran ini, saya menilai Adira Finance cukup sukses mengelola talent management,” katanya.

Melia juga memandang sudah tepat cara manajemen Adira dalam menemukan formula manajemen talenta karena tidak asal meniru perusahaan lain. ”Praktik human capital tidak menganut best practices akan tetapi best fit. Setiap perusahaan disarankan mendesain sistem pengelolaan SDM sesuai strategi, leadership style dan budayanya.”

Namun, Melia menyarankan agar Adira terus mengevaluasi kembali apakah model manajemen talentanya telah membuat karyawannya lebih sukses dalam bekerja dan iklim organisasi menjadi sehat. Dalam catatan Melia, biasanya kegagalan implementasi manajemen talenta disebabkan ketidakkonsistenan manajemen dalam menerjemahkan model perilaku dan karakter ke dalam sistem rekrutmen dan seleksi, pengembangan kompetensi dan karakter, karier manajemen, penilaian kinerja, serta reward and pusnisment.

Ke depan, Adira tak akan terlena dengan pencapaiannya. Ia bakal terus menyempurnakan manajemen talentanya. Sementara ini, sistem yang sudah bergulir baik akan terus dipertahankan. Maklum, seperti diakui Swandajani, mencari orang-orang yang bisa masuk pool of talent cenderung makin sulit karena adanya war for talent di pasar. Di sisi lain Adira terus membutuhkan talenta baru karena bisnis terus tumbuh dan dibukanya jaringan cabang baru. “Manajemen talenta membantu untuk meng-attrack orang-orang bagus,” ujar Swandajani.(*)

7 Kunci Sukses Manajemen Talenta Adira

– Lebih dulu dibangun kulturnya sebelum sistem manajemen talenta diberlakukan

– Sistem manajemen talenta disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, tidak meniru satu perusahaan

– Implementasinya dilakukan secara serius, termasuk dengan pembentukan komite manajemen talenta

– Ditopang sistem kaderisasi yang dijalankan dengan baik

– Didukung perangkat lain yang memadai, seperti sistem pelatihan dan penilaian kinerja

– Dijalankan oleh semua lini manajer, tidak tergantung pada bagian HRD

– Dibarengi sistem imbalan yang menarik sesuai dengan prinsip meritokrasi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved