Business Champions Companies zkumparan

UT Pandu Engineering, Terus Perdalam Kompetensi

UT Pandu Engineering, Terus Perdalam Kompetensi
Arinto Danardono, Direktur Operasi & Engineering Pabrik UTE
Arinto Danardono, Direktur Operasi & Engineering Pabrik UTE

Di industri alat berat nasional, PT United Tractors Pandu Engineering (sering disebut UTE) bisa dikatakan pemain yang komplet. Perusahaan yang berdiri sejak 8 Februari 1983 ini adalah pabrikan terkemuka. Produk-produknya beragam. Di hutan, pertambangan, dan jalan raya, produk dump truck, truk tambang, forklift, karoseri tangki semen, bulk tanker, truk trailer, dan mobil pengangkut batu bara buatan mereka sangat mudah dijumpai. Cukup melihat satu merek yang menempel: Patria. Dan kalau Anda di bandara, lalu melihat towing tractor yang menarik atau mendorong kepala pesawat, atau mengangkut bagasi, bisa dipastikan Anda juga akan melihat merek Patria tertera. Merek ini memang sangat dominan berlalu lalang di apron.

Bukan hanya di darat (jalan raya, hutan, dan pertambangan), di maritim pun mereka telah masuk ke galangan kapal untuk angkutan batu bara, dan bergerak ke penangkapan ikan. Sementara di sektor kehutana & agro mereka telah memproduksi Patria Core Sampler, alat untuk mengukur rendemen (tingkat kualitas) tebu dari para petani. Alat ini mempercepat proses penghitungan rendemen dengan hasil yang lebih akurat. Jika sebelumnya butuh waktu sebulan, dengan alat ini nilai rendemen diketahui hanya dalam 2-4 menit.

Khusus Patria Core Sampler, ini adalah revolusi digitalisasi industri gula di Indonesia. Pasalnya, alat ini menerapkan smart data communication system sehingga output nilai rendemen dapat langsung diunggah ke peladen (server) kantor pusat user untuk menjadi nilai rendemen secara real-time. Dengan demikian, petani akan mengantongi pembayaran yang lebih cepat buat setiap tebu yang mereka kirimkan. Sistem ini pun bisa mencegah terjadinya manipulasi data nilai rendemen lantaran bersifat single database.

Tak ada yang datang dalam sekejap. Perjalanan yang dominan di alat berat, dan kemudian melebar ke sektor lain ini tidak mudah dijalani UTE. Untuk menjadi kampiun di industrinya, kata kuncinya: selama 36 tahun berdiri, anak usaha United Tractors (UT) ini konsisten memperdalam kompetensi rekayasa dan manufaktur.

Merunut ke belakang, ini bukan isapan jempol. Di Cakung, UTE berdiri atas dasar impian sejumlah pendiri UT yang menginginkan adanya perusahaan nasional yang mampu menciptakan produk sendiri. Mereka, yang kebanyakan para insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung, merasa gerah lantaran baru bisa sekadar memasarkan alat berat buatan Komatsu lewat UT. Mereka ingin lebih dari sekadar distributor.

Awalnya, itu dilakukan UTE dengan merakit ulang komponen-komponen dari prinsipal perusahaan induknya (UT). Namun, perlahan-lahan, mereka bukan hanya mampu meniru, tetapi juga membuat produk sendiri, dengan desain yang mandiri. Bahkan, seperti laiknya perusahaan rekayasa serta manufaktur kelas dunia, UTE telah memiliki standar industri sendiri, yang disebut Standar Industri Patria (SIP). Ini adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, hingga mutu, serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, hingga cara menguji yang berlaku di lingkungan UTE.

Di dunia industri global, ada banyak standar yang digunakan. Paling terkenal tentu saja ISO. Dan, mayoritas perusahaan manufaktur kelas dunia memiliki standar industrinya sendiri-sendiri, yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Komatsu, misalnya, punya Komatsu Engineering Standard (KES). Toyota punya Toyota Engineering Standard (TES). Begitu juga di level negara. Australia, umpamanya, punya The Australian Design Rules (ADRs). Jadi, UTE memang harus diakui cukup maju sebagai perusahaan rekayasa dan manufaktur.

Mereka bisa sampai melakukan itu merupakan perjalanan yang panjang. Di sisi skill dan knowledge SDM, mereka mengirim orang-orang terbaiknya –para engineer dan desainer– ke Jerman, Jepang, atau Amerika Serikat untuk bersekolah dan menjalani training, guna mendalami kompetensi rekayasa dan manufaktur. Di sisi desain, produksi, dan rekayasa, mereka belajar mulai dari benchmarking hingga membuat sendiri.

Biaya untuk pendalaman kompetensi itu tentu tidaklah sedikit. “Untuk mengembangkan R&D, kami menganggarkan 10-15% dari profit. Selain kami beri fasilitas (kepada para engineer), kami punya program yang ter-update dan juga punya workshop untuk mengembangkan R&D,” papar Arinto Danardono, Direktur Operasi & Engineering Pabrik UTE.

Hasil dari pendalaman kompetensi ini sekarang begitu terasa. Dari fasilitas produksinya di Cikarang, UTE memberi nilai tambah yang banyak. Mereka bukan hanya sanggup memproduksi secara massal, tetapi juga mampu melakukan kustomisasi produk demi yang terbaik bagi klien. Tak mengherankan, slogan citranya adalah “Solution for Your Productivity”. Contohnya, di batu bara. Untuk mengangkut batu bara, perusahaan ini bisa membuat alat angkut yang disesuaikan dengan jenis batu bara setempat sehingga sanggup meraih produktivitas yang lebih tinggi.

Kini, secara total, UTE menggeluti beberapa sektor, di antaranya pertambangan, minyak & gas, kehutanan dan agro, juga maritim. Saat ini, kontribusi terbesar masih pertambangan. Namun, seiring perjalanan waktu, sektor maritim dan agro diprediksi akan semakin prospektif. Di sektor maritim, mereka punya empat anak usaha, yakni Patria Maritime Lines, Patria Maritime Industry, Patria Maritime Perkasa, dan Patria Perikanan Lestari Indonesia.

Di tengah laju yang dipacu, UTE merasa akan bisa berkembang jika pihak pemerintah lebih bisa membantu di sisi hulu. “Contohnya, jika kami men-develop produk seperti truck, tetapi industri hulu permesinan dan sebagainya belum ada, mau tidak mau masih impor sehingga cost-nya lebih mahal,” kata Teguh Patmuryanto, Deputi Direktur Engineering, Produksi, dan CIST, UTE.

Di luar faktor itu, UTE sendiri pastinya tak henti mengembangkan diri agar tetap menjadi kampiun di industrinya. Maklum, persaingan semakin ketat. Termasuk, dengan datangnya produk-produk impor dari China yang relatif lebih miring harganya. (*)

Teguh S. Pambudi dan Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved