Peluang Investasi di Apartemen Kelas Menengah
Kalau Anda rajin menyimak halaman koran nasional terbitan Sabtu-Minggu, pasti banyak menemui iklan penjualan apartemen. Para pengembang berlomba menawarkan rumah jangkung kepada masyarakat. Mereka saling mengklaim penjualannya telah mencapai di atas 50% untuk menarik calon pembeli.
Gayung pun bersambut. Saat ini terjadi pergeseran gaya hidup masyarakat kelas menengah. Dulu, mereka memilih tinggal di pinggiran, yaitu kawasan elite seperti Serpong, Karawaci, Cibubur dengan harapan punya rumah luas dan udara sejuk. Namun, kini mereka beralih bermukim di tengah Kota Jakarta. Maklum, makin berkembangnya Kota Jakarta dan padatnya jalan, tapi tidak diimbangi pembangunan infrastruktur, mengakibatkan tinggal di pinggiran makin lama kian tidak nyaman. Macet, banjir dan stres selalu mengancam. Alhasil, apartemen menjadi alternatif masyarakat kelas menengah yang hidupnya diburu waktu dan ingin praktis.
Potensi pasar itulah yang akhir-akhir ini dilirik para investor dan pengembang apartemen. Khususnya apartemen kelas menengah pasarnya cukup ramai. Lihat saja PT Agung Podomoro Group cukup sukses menjual 4 proyek apartemen seharga Rp 200-400 juta/unit di Kelapa Gading, Tanjung Duren, Gajah Mada dan Kemayoran. PT Agung Sedayu tak mau kalah. Proyek apartemennya City Resort di Kamal, Cengkareng, diklaim telah terjual 500 unit. Juga, PT Gapura Prima dengan proyek Serpong Town Square dijual mulai Rp 120-300 juta masih diminati pembeli. Dan, masih banyak lagi apartemen baru ukuran kelas menengah lain (lihat Tabel).
Berdasarkan data Pusat Data Properti Indonesia, harga apartemen kelas menengah-atas Rp 10-14,99 juta/m2, kelas menengah Rp 5-9,99 juta/m2, dan kelas menengah-bawah kurang dari Rp 5 juta/m2.
Beberapa pengembang mengaku, para pembeli apartemen kebanyakan investor untuk disewakan lagi. Mereka yang beli untuk tujuan tempat tinggal sendiri lebih sedikit. “Betul, sebagian besar yang beli apartemen kelas menengah untuk kepentingan investasi. Sebab, mereka meraih keuntungan ganda: dari rental yield dan capital gains,”? papar Manajer Riset PT Colliers International Ferry Salanto.
Bila Anda tertarik beli apartemen untuk tujuan investasi, pastikan kawasan itu peluang pasarnya besar. Indikasinya, bagaimana tingkat okupansi bangunan komersial di sekitarnya, seperti apartemen lain, trade center, hotel atau residensial tetangga. Jangan lupa, fasilitasnya harus memadai. Apabila minimal dua kriteria itu terpenuhi, Anda tidak akan kesulitan mencari penyewa, dan harga jual kembali apartemen berpeluang kian melambung.
Simaklah pengakuan Naomi Susan. Direktur PT Ovis International ini memiliki lebih dari lima apartemen yang dijadikan mesin uangnya. “Prinsip investasi saya, apartemen harus beranak apartemen,”? ujar Naomi yang menghindari beli apartemen di lantai 10-20 karena view-nya tidak bagus. Itulah sebabnya, saban meraih untung dari satu apartemen, maka akan dibelikan apartemen berikutnya. Lokasi apartemen milik wanita lajang itu tersebar di wilayah Jakarta Barat, Pusat dan Selatan. Apartemen-apartemen itu dibeli dari harga Rp 200-an juta hingga miliaran.
Lokasi memang menentukan target pasar penyewa yang dibidik. Andre Utoro Puspo, Direktur PT Jamu Puspo, melirik investasi apartemen di Kuningan untuk ekspat. Sementara itu, Naomi investasi apartemen di Jak-Sel. Ia juga membidik kalangan eksekutif asing di sini. Untuk daerah Jak-Pus, cocok bagi keluarga. Untuk apartemen di Jak-Bar, lanjut Naomi, ditujukan bagi mahasiswa, karena dekat dengan beberapa universitas. Biasanya untuk kelas mahasiswa, ia lebih suka beli apartemen tipe kecil (studio) dan untuk famili berukuran 2-3 kamar.
Wiwie Kurnia, Direktur Pengelola Grup Indomobil, juga melirik investasi apartemen di dekat kampus. Menurutnya, selama ini orang terjebak membeli apartemen di kawasan sentra bisnis. Padahal, ada peluang lain yang masih jarang dijamah pemodal, yakni membeli apartemen di daerah kampus dengan tujuan disewakan kembali. “Jika harga jual kembali apartemen kurang signifikan, sebaiknya disewakan lagi. Untuk jangka panjang prospeknya bagus dan animo konsumen tinggi,”? tutur master keuangan dari Universitas Oklahoma, Amerika Serikat itu.
Berapa tarif sewa apartemen yang mereka patok? Menurut Naomi, untuk apartemen di dekat kampus sewanya Rp 22 juta/tahun, untuk ekspat US$ 8-10 ribu/tahun, dan keluarga Rp 65-90 juta/tahun. Kalau Andre membanderol sewa ke ekspat Rp 6 juta/bulan. Dan Wiwie pasang harga sewa Rp 500 ribu/bulan untuk kalangan mahasiswa.
Untuk service charge menjadi tanggungan masing-masing penyewa, ungkap Andre dan Naomi. Di luar biaya listrik, air dan telepon, ongkos pemeliharaan apartemen milik Andre yang dipungut pengelola gedung senilai Rp 500 ribu/bulan. Adapun service charge apartemen Naomi di daerah kampus Rp 136 ribu/bulan, serta Rp 500 ribu/bulan untuk kawasan ekspat dan famili.
Setelah memperhitungkan harga beli, biaya pemeliharaan dan tarif sewa apartemen, lantas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk balik modal? Wiwie dan Andre mengaku tidak pernah mengalkulasi secara detail. Yang jelas, lanjut Andre, untuk apartemenya yang dibeli seharga Rp 500 juta pada 2003 kini sudah ditawar Rp 600 juta. Belum lagi, pendapatan sewa Rp 6 juta/bulan yang bisa digunakan mencicil kredit pemilikan apartemen (KPA) Rp 5 juta/bulan.
Begitu halnya trik jitu yang dilancarkan Naomi. Dikatakannya, rata-rata uang sewa apartemen Rp 65-90 juta digunakan untuk bayar down payment beli apartemen baru di tahun pertama. Tahun kedua, uang sewa bisa dimanfaatkan untuk bayar angsuran KPA. Keuntungannya memang menggiurkan. Naomi mencontohkan apartemennya yang dibeli seharga Rp 500 juta. Setelah disewakan selama dua tahun dengan tarif Rp 75 juta/tahun, tiba-tiba apartemen itu dibeli oleh si penyewa seharga Rp 650 juta. Dengan demikian dalam tempo dua tahun, Naomi mengantongi keuntungan Rp 300 juta.
Boleh jadi, tidak semua investor apartemen seberuntung Naomi. Akan tetapi, jangan berkecil hati. Perhatikan penuturan Ferry berdasarkan hasil pengamatannya. “Soal return apartemen memang tidak bisa diprediksi secara pasti. Untuk beberapa lokasi bisa naik 7%-9%/tahun. Sementara, lokasi yang sangat strategis bisa mencapai 10% per tahun,”? ungkapnya.
Prospek apartemen kelas menengah? “Sekarang saatnya membeli karena harga relatif murah, tapi harus selektif,”? Ferry berujar. Namun, menurutnya, pasokan apartemen saat ini mulai mengerikan. Dari 54 proyek apartemen baru yang dibangun para developer (tahun 2005-07) saja sudah tampak kelebihan pasokan beberapa tahun mendatang. Jadi, ketika membeli harus mempertimbangkan faktor lokasi dan akses.
“Sebaiknya dekat dengan tengah kota, kampus atau pusat bisnis,”? ia menyarankan. Sebagai contoh, Sudirman Park (harga Rp 240-500 juta) dekat dengan pusat perkantoran. Juga, Mediterania Garden Residence di Tanjung Duren, dekat dengan kampus (harga Rp 280-500 juta).
Beberapa tip investasi apartemen disodorkan para konsultan properti. Lucy Rumantir, Direktur Nasional John Lang LaSalle, menyebutkan ada lima faktor yang harus diperhatikan. Pertama, lokasi yang prima untuk mendapatkan rental return dan capital gains yang optimal. Kedua, perhatikan total unit yang tersedia, tata letak unit dan spesifikasi bangunan. Jika total unit sampai 300 lebih di satu tower, otomatis pertumbuhan harga melambat lantaran kurang privasi plus eksklusif. Ketiga, siapa pengembangnya. Pilihlah pengembang yang selalu menepati janji dan jauhi yang suka mengingkari janji muluk. “Untuk pengembang baru harus berhati-hati karena belum punya track record yang bisa dijadikan tolok ukur,”? ia menambahkan. Kemudian, keempat, tim proyek. Artinya, siapa saja di balik proyek itu, mulai dari arsiteknya, kontraktor, desain interior, konsultan pemasaran dan sebagainya. Kelima, harga harus sepadan dengan keempat butir yang telah disebutkan.
Sementara itu, Ferry menambahkan beberapa strategi. Pertama, tanyakan kelengkapan surat izin kelayakan berdirinya apartemen, seperti block plan, izin pendahuluan, izin mendirikan bangunan, sertifikat atas tanah, bank yang memberikan KPA. Kedua, luas ruangan. Sebaiknya beli apartemen yang berukuran 2-3 kamar karena para ekspat banyak yang membawa anggota keluarga. Terakhir, anggarkan dana yang memadai dan pilih manajemen properti yang tepat.
Nah, kalau Anda sudah siap beli, belilah apartemen saat masih berupa gambar. Alasannya, ketika apartemen dipasarkan hanya berbentuk brosur, justru saat itulah peluang untuk mendapatkan harga murah. Ini dibenarkan oleh Ferry dan Naomi. “Sebelum soft launching atau dijual ke publik, biasanya saya sudah blokir 12-16 unit apartemen yang view-nya bagus. Saya berani beli banyak karena harganya cenderung murah dan cuma bayar down payment sebagai tanda jadi. Dalam tempo 2-3 bulan apartemen itu saya jual lagi dengan untung Rp20-30 juta/unit. Selanjutnya pembeli yang melanjutkan bayar cicilan KPA. Tidak apa-apa untung sedikit, tapi duit cepat kembali,”? papar Naomi.
Ferry makin memperkuat alasan perlunya beli apartemen sejak dini. “Sebelum di-launching atau saat konstruksi, biasanya harga apartemen lebih rendah. Tapi begitu apartemen sudah jadi, maka harganya langsung naik,”? tutur Ferry. Toh, ia membenarkan pesan itu berlaku hanya untuk proyek apartemen dari pengembang yang track record-nya bagus. Sebab, jika proyek macet di jalan, malah berisiko uang investor sukar kembali. Selain itu risiko investasi apartemen adalah kenaikan harga jual kembali tidak sefantastis rumah. Jadi terserah Anda pilih mana: apartemen atau rumah (landed house)?