Management zkumparan

Prestasi Dunia dari Tulungagung

Supriyanto Dharmoredjo, Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung (Dok RSUD dr. Iskak)
Supriyanto Dharmoredjo, Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung (Dok RSUD dr. Iskak)

Siapa bilang RSUD selalu jelek?

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Iskak Tulungagung membuktikannya. RSUD yang berlokasi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, ini baru saja menorehkan prestasi internasional sebagai rumah sakit terbaik versi International Hospital Federation (IHF). Mereka diganjar Gold Award sebagai rumah sakit terbaik untuk kategori IHF/Bionexo Excellence Award for Corporate Social Responsibility. Anugerah ini diumumkan dalam forum International Hospital Federation Congress and Award ke-43 di Oman, Uni Emirat Arab, November 2019.

Supriyanto Dharmoredjo, Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung, mengatakan, sebelumnya mereka telah mendapatkan penghargaan sebagai RS terbaik versi BPJS Kesehatan dan penghargaan Marketer of The Year, baik dari pemerintah maupun NGO. Inilah yang menjadi tiket untuk maju ke ajang tersebut dan bersanding dengan wakil-wakil dari seluruh dunia seperti Jepang, Taiwan, Uni Emirat Arab, Kuba, wilayah Amerika Latin, serta Amerika Serikat.

“Penilaiannya berdasarkan portofolio RS dan presentasi di sana. RS yang bagus memang banyak, teknologi dan dokter yang canggih juga banyak, namun tingkat kesembuhan dan keterjaminan orang yang berkunjung apakah sepenuhnya dilayani atau tidaklah yang penting,” Supriyanto memaparkan.

Ada pembenahan panjang yang dilakukan RS tipe B ini sehingga berhasil meraih penghargaan tersebut. Supriyanto menerangkan bahwa mereka dinilai mampu memadukan new concept management hospital dan program Public Service Center (PSC) dengan baik. RSUD ini melakukan lean management ke semua unit dan berbagai inovasi di semua lini dengan landasan entrepreneurship. Tak mengherankan, ketika tahap awal penerapan BPJS Kesehatan yang menuntut banyak penyesuaian sering membuat kalang kabut pihak RS, mereka bisa melaluinya dengan mulus.

Intinya, RSUD ini menyinergikan dua manajemen besar, yakni manajemen administratif dan manajemen klinik. Dengan adanya manajemen administratif, dokter bisa bekerja secara profesional sehingga tidak perlu lagi memikirkan hal-hal lain di luar profesinya.

Supriyanto menekankan bahwa kolaborasi tersebut bisa langgeng karena dilandasi keterbukaan. Manajemen terbuka kepada siapa saja, bahkan Supriyanto juga kerap berdiskusi dengan para dokter terkait penghasilan yang mereka dapatkan sehingga terjadi kesepakatan dan kolaborasi antarkeduanya.

“Kami mungkin RS yang paling mandiri dan paling tahan. Meskipun 80% merupakan pasien BPJS, dalam lima bulan kami kuat menalangi BPJS. Kami pun tidak punya utang jasa, obat, atau investasi. Saat itu BPJS belum membayar selama 5,5 bulan saja kami tidak merasa terganggu,” ungkapnya.

Bahkan saat ini, lanjut Supriyanto, mereka nyaris tidak bergantung pada APBN dan APBD. Dia mengungkapkan, 87% dana operasional didapatkan dari pendapatan sendiri, sementara 13% dana dari pemerintah untuk dana PNS yang berjumlah 30% dari total karyawan RSUD.

Terkait pelayanan medis, Supriyanto menerapkan semboyan tidak boleh ada satu pun pasien yang ditolak karena alasan biaya. Mereka akan memberikan biaya gratis bagi yang tidak mampu. Atau, “Misalkan ketika pelayanan gratis hanya untuk kelas 3, dan kelas itu penuh, kami menempatkan pasien di kelas atasnya. Intinya, tidak boleh ada satu orang pun yang tidak bisa menikmati fasilitas dan layanan RS hanya karena tidak ada biaya,” katanya menegaskan.

Mereka juga ingin akses terhadap pelayanan medis bisa menjangkau semua kalangan. Maka, digunakanlah inovasi teknologi informasi (TI). Di antaranya, Si Poetri (sistem pendaftaran online tanpa antre), Si Tole (sistem pendaftaran tutol dewe), serta TEMS (Tulungagung Emergency Medical Service).

Si Poetri merupakan aplikasi berbasis Android. Pasien bisa melakukan registrasi di rumah tanpa antre di rumah sakit. Dengan program itu, pasien mendapat kepastian estimasi jam layanan yang akan diperolehnya. Lalu, Si Tole merupakan sistem layanan pendaftaran secara mandiri yang disediakan di rumah sakit. Pasien mendaftar melalui dua cara: manual di loket ataupun menggunakan komputer yang telah disediakan. Adapun TEMS adalah layanan yang terintegrasi dengan berbagai instansi kedaruratan lain seperti Kepolisian, Pemadam Kebakaran, hingga kesehatan (serupa konsep 911 di AS). Masyarakat yang membutuhkan layanan darurat cukup menelepon 199. Layanan tersebut terpantau secara online. “Dengan adanya TEMS, masyarakat bisa lebih mudah meminta bantuan berupa ambulans atau tenaga medis,” ujar Destyan Sujarwoko, salah seorang pasien.

Di luar hal di atas, pembenahan mendasar yang paling dirasakan pasien adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) tertata dengan baik. Sebab, pasien langsung ditata dalam kelas-kelas perawatan sehingga lebih efisien.

Prestasi yang telah diraih ini tentu saja membanggakan. Namun, Supriyanto tak mau berpuas diri. Dia telah melambungkan harapannya ke depan. “Kami ada keinginan menjadi seperti hospital tourism,” ujarnya. Kendati demikian, dia menyadari jalan ke arah itu tidak mudah. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Alhasil, sembari merintis ke arah itu, dia beserta jajaran manajemen serta para dokter dan tenaga medis/paramedis lainnya bertekad membuat RSUD dr. Iskak Tulungagung mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerjanya. (*)

Yosa Maulana & Chandra Maulana

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved