My Article

Mafia dan Pengusaha Alkes

Mafia dan Pengusaha Alkes

Oleh: Ahmad Muntaha, Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan (Gakeslab) periode 2014-2019

Ahmad Muntaha

Dalam khasanah kemajuan bangsa yang mau maju, diperlukan setidaknya didukung kalangan entrepreneur lebih dari 14 persen. Dengan jumlah itu, roda ekonomi untuk menyangga berbagai kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi. Di negara kita baru sekitar 3 persen saja. Itu pun jumlah sebaran pengusahanya berada di kelas yang masuk perusahaan ‘tempo’, ya ‘tempo’ ada kerjaan ‘tempo’ bayarnya lama dan lain lain. Bahkan banyak sektor informalnya dengan pasar yang cukup ketat persaingannya. Sehingga kontinyuitas usahanya juga bisa dibilang sangat riskan apabila ada kejadian yang tidak terduga.

Di dalam pemenuhan kalangan entrepreneur tersebut, beberapa hari ini tentu kita dikejutkan sinyalemen, “Ada mafia pengusaha alkes (alat kesehatan).” Kawan-kawan yang bergerak di bidang usaha alkes agak kaget juga dengan pernyataan itu. Meskipun bukan tuduhan, tapi setidaknya menimbulkan pertanyaan, apakah yang mereka kerjakan selama ini masuk kategori mafia atau bukan. Dalam beberapa kesempatan saya sampaikan apa definisi mafia itu. Jangan ‘baper’ dulu, supaya mereka dingin menyikapi itu. Dalam istilah perdagangan, mungkin bahasa mafia itu sesuatu yang agak bernada negatif, bahkan mereka mungkin juga takut terstigma dengan istilah mafia itu. Kenapa begitu? Karena mafia yang ada dalam benak kita adalah sindikat kejahatan. Jadi, ada modus untuk berbuat sesuatu, yakni bersekongkol untuk tujuan kejahatan, merampok, bahkan mengambil dengan paksa, yang dilakukan secara terorganisir atau berjamaah, kemudian menakut-nakuti produsen maupun pembeli. Itulah barangkali ‘dramatisasi’ kata mafia yang membuat kawan-kawan pengusaha alkes agak kikuk menyikapinya.

Lantas bagaimana pengusaha yang sekarang ada ini? Adakah mereka tergolong mafia dan bersekongkol dengan cara-cara jahat dan kasar? Secara legal, kalangan pengusaha ini tentu, secara umum, memiliki aspek hukum perusahaan. Mereka memang bisa berkelompok membentuk usaha bersama-sama. Tentu, dalam strategi bisnis bisa berkolaborasi dan bersinergi untuk mengembangkan usaha, jadi bukan dalam berusaha dengan cara-cara mafia. Lantas mereka pun harus bisa survive dalam berusaha dan harus untung. Bergeraknya pun mulai dari produsen sampai distributor, bahkan sampai pada jaringan yang lebih mikro, yakni jejaring ritel dan personal selling yang jumlahnya berjuta-juta orang. Kalau bermain di e–commerce pun sudah demikian banyak persaingannya.

Untuk membicarakan bisnis alkes, barangkali ada baiknya melihat ragam produknya. Produk alkes dikategorikan dari kelas yang hanya kebutuhan rumah tangga, seperti kursi roda, tongkat untuk membantu jalan para lansia (lanjut usia) atau yang berkebutuhan, ada juga alat alat untuk memudahkan dalam perawatan yang intinya tidak masuk ke dalam tubuh (non invasive medical device). Kemudian, juga alkes dengan kategori sedang sampai dengan alat bedah (invasive), dan bisa juga alat kesehatan yang mampu mendiagnosa, bahkan bisa mengobati melalui alat pacu jantung ataupun bedah jantung. Alat ini memang teknologi tinggi dengan presisi yang bisa membantu kalangan medis untuk mengobati penyakit. Juga, ada alat pengganti jantung berdetak. Bahkan, bisnis alkes ke depan sudah berdasar pemindaian lewat gadget jarak jauh.

Kembali ke istilah mafia yang jadi trending topic. Karena yang menyampaikan Pak Erick Thohir ( ET), Menteri BUMN, mungkin kita agak kaget. Saya coba memahami kegalauan ET ini, di mana beliau memang dikenal pengusaha sukses, bahkan di level global, dengan berbagai jurus profesionalnya. Pola kerja ET tentu menggunakan logika yang selama ini berada dalam benak pengusaha, yakni kecepatan dan terpenuhinya kebutuhan pembeli. Tentunya saat ini pembeli adalah kalangan rakyat yang sedang sakit, atau yang perlu pencegahan supaya tidak kena dampak virus Covid 19. Kata kunci kecepatan, ketepatan waktu, kualitas barang, serta ketersediaan produk adalah kunci keberhasilan menangani darurat ini. ET tentu melihat di lapangan bagaimana BUMN sekarang sebagai penopang utama keperluan barang untuk wabah ini. Beliau pasti khawatir jangan sampai tidak ada stok, karena yang jadi korban adalah masyarakat semua. Sebab, semua kebutuhan itu ada di BUMN, beras ada di bulog, alat kesehatan ada juga tersedia di BUMN, obat ada produsen BUMN, pantas kegalauannya memuncak ketika informasi beredar tentang kondisi barang alkes yang harganya naik 10 kali lipat, untungnya beras tidak. Tetapi harga alkes, mulai masker sampai alat-alat dasar lain luar biasa kenaikan harganya. Dan, satu hal dalam pandemi global ini bahwa semua berebut alkes. Ventilator untuk bantu pernafasan di pasar Indonesia kosong dan berebut mendapatkan barang tersebut dari produsen langsung. Beredar kabar antar pengusaha di tempat produsen sudah saling berbagi harga.

Kemudian, vitamin C harganya juga naik tajam dan beberapa distributor kewalahan. Begitu juga masker yang tiap hari harus ganti, juga diborong, bahkan sudah ada yang ekspor sebelumnya. APD (alat pelindung diri) yang sangat dibutuhkan kalangan medis yang berada di garda terdepan, keberadaannya dibuat kalang kabut, di mana sejak awal kejadian Covid-19 sampai dengan beberapa hari terakhir ini masih kedodoran ketersediaanya. Belum lagi alat tes Covid yang sangat diperlukan untuk tes massal, juga harus impor.

Tentu pemandangan yang tidak nyaman dan kondisi yang melelahkan dengan adanya permintaan dan pasokan yang tidak seimbang. Bangsa ini berpacu dengan waktu. Sebuah suasana chaos buat CEO sekelas ET. Bagaimana bisa supply bahan baku yang diperlukan tidak ada di dalam negeri? Apa bisa BUMN berfungsi sebagai agent of development yang berada di depan tanpa mengenal margin saat pandemic? Lantas yang muncul dibenak beliau ada apa gerangan ini? Siapa saja pelaku usaha ini? Bisakah BUMN memelopori ikhtiar baru yang strategis?

Tentu kita ikut geram melihat situasi sekarang dalam memenuhi kebutuhan dasar industri kesehatan, baik farmasi dan alkes yang masih juga ditemukan kurangnya stok di pelayanan kesehatan ataupun di apotek maupun toko obat dan distributor alat kesehatan. Karena itu, yang perlu kita ambil hikmahnya dalam situasi sekarang adalah penting untuk melihat ke depan juga, sekaligus berusaha sekuat tenaga keluar dari situasi chaos ini. Dari dulu kita sering ungkapkan kemandirian bangsa. Jangan sampai itu jadi jargon lama yang sampai sekarang terbukti belum bisa diaplikasikan .

Melindungi hidup rakyat banyak adalah tugas negara yang diatur oleh konstitusi, layak hidup sehat dan terhindar dari wabah adalah harapan semua pihak. Oleh karena itu, kolaborasi sinergitas dari semua kalangan sangat diperlukan. Pengusaha alkes sudah waktunya, ke depan harus berorientasi produk dalam negeri. Kita bukan mafia tapi hanya perlu melakukan usaha dengan lompatan teknologi. Kalau selama ini lebih banyak berproduksi di kategori kebutuhan rumah tangga kesehatan, sudah saatnya merintis ke arah teknologi maju. Pemerintah perlu memfasilitasi hal ini dengan kebijakan yang mempermudah lahirnya produk berdaya saing tinggi.

Masalah produk dengan penggunaan secara invasif ke dalam tubuh pasien memang memerlukan riset yang cukup memakan waktu dan biaya, memerlukan clinic evidence yang melibatkan banyak ahli. Di sisi inilah selama ini kelemahan pengusaha kita. Produk untuk bedah urolog , bedah jantung dan produk untuk pengobatan paru-paru misalnya, memang seolah menjadi hak dari negara maju, dan ini menjadi entry barrier yang amat sulit karena melalui uji laboratorium dan uji klinik, memerlukan standar global yang harus dipenuhi dengan pengawasan lembaga-lembaga penguji kualitas produk. Konsekuensi bermain global harus dilalui untuk bisa melakukan perawatan pasien yang memang berlaku untuk seluruh manusia di seluruh jagad dunia lintas negara dan kawasan. Tentu kepada ET, saya yakin tidak berhenti pada statement heboh mafia alkes, tapi akan bertahap mengelola BUMN dengan menjadikan pionir untuk memproduksi alkes dengan teknologi tinggi, dan bukan terlena dengan hanya sebagai pemain trader. BUMN yang memiliki jaringan kuat dan luas akan dicatat sejarah kelak sebagai tonggak kemajuan bidang produksi alat kesehatan. Go ahead bangsaku menuju persaingan global.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved