Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman MarkPlus Inc.: “Surviving dan Preparing Menghadapi Corona”
Wabah corona (Covid-19) berdampak luas ke berbagai industri di Tanah Air. Meskipun ada beberapa industri yang saat ini justru menikmati panen, terutama yang berbasis online, secara umum industri kita mengalami kesulitan. Dalam hal supply chain, misalnya, otomatis sangat terganggu karena proses produksi antarnegara/antardaerah semuanya terhenti dan klasternya tidak kuat. Jadi, saat ini bukan hanya demand-nya yang turun, tetapi supply-nya juga terhambat.
Saran saya bagi kalangan usaha adalah bagaimana surviving the corona dan preparing the post corona. Ini penting, bagaimana seharusnya perusahaan menyiapkan diri dan membangun strategi sesudah wabah corona ini usai? Sebab, kalau panik, tidak akan menyelesaikan masalah. Perusahaan yang hanya survive, tidak bersiap-siap untuk the post corona, akan rugi. Mengapa? Karena setelah menghadapi guncangan luar biasa, konsumen akan menjelma menjadi konsumen baru. Mereka akan semakin “gila” dan akan menjadi new customer. Di sinilah perusahaan dan pemasar harus mulai berbenah dan menyiapkan diri menghadapi konsumen baru.
Di bidang pariwisata, contohnya, bisa jadi destinasi sustainable (nature, culture, dan local economy) akan banyak diburu. Pasalnya, konsumen baru bisa jadi sudah tidak ingin pergi jauh-jauh, sudah tidak mau merusak, mereka sudah semakin sadar barangkali krisis ini akibat dari kerusakan lingkungan yang pada saat sebelum krisis hal ini tidak terpikirkan. Nah, ini kesempatan bagi kalangan usaha untuk membuat terobosan wisata baru yang tak lagi mengandalkan gen Y dan gen Z untuk pergi ke tempat sustainable, melainkan juga gen X yang selama ini banyak ditinggalkan.
Untuk menggaet konsumen baru, perusahaan harus memulainya dari sekarang. Perusahaan juga harus berbenah secara organisasi, bagaimana menyiapkan skema work from home (WFH) yang benar-benar WFH, tidak terpaksa karena wabah corona. Dari penglihatan saya, WFH yang banyak dilakukan sekarang kan bukan WFH yang siap, karena karyawan belum memiliki kedisiplinan. Selain itu, jiwa entrepreneur juga harus segera dibangkitkan. Jika karyawan sudah memiliki mindset entrepreneur, dia tidak akan mengejar gaji saja. Mereka lebih senang gaji yang tidak terbatas.
Ada empat hal yang harus disiapkan kalangan usaha dalam menghadapi wabah corona. Pertama, kendalikan pemasaran. Gunakan pendekatan strategi, taktik, dan value umtuk menggarap konsumen baru. Harap diingat bahwa kebutuhan customer sekarang berubah total. Selain karena daya belinya turun, customer juga tidak bisa bergerak karena imbauan di rumah saja.
Dari segi taktik –terkait marketing mix dan selling— juga harus berubah. Pasalnya, kebutuhan konsumen berubah. Kini, bukan hanya behaviour-nya yang berubah, melainkan juga anxiety desire atau tingkat kecemasannya juga berubah, sehingga preferensi mereka turut berubah. Dengan demikian, kalangan usaha harus bersiap mengubah produk dalam waktu cepat sesuai dengan aspirasi konsumen yang baru.
Kalau strategi dan taktik berubah menyesuaikan konsumen baru, value akan semakin kuat. Apabila brand memiliki value yang kuat sebelum ada krisis, dia akan tetap dipercaya, bahkan akan semakin dipercaya. Merek semacam itu pasti akan dikejar-kejar orang.
Kedua, kelola finance. Ini penting karena new finance harus lebih banyak revenue yang bersifat kontrak jangka panjang, membership, subscription, di mana model tersebut lebih aman karena orang repeat.
Ketiga, perhatikan biaya karena walaupun akan lebih banyak variabelnya, beban biaya harus lebih efisien. Beban biaya mahal tidak bisa lagi diterapkan. Dan keempat, benahi organisasi juga, agar tidak banyak orang tetapi produktivitasnya tinggi, karena menggunakan omnichannel.
Intinya, ada banyak hal yang harus diperbaiki di zaman baru nanti (setelah corona). Kalau kita bicara kultur, bukan hanya marketing yang membutuhkan kultur yang berbeda, tetapi beyond marketing. Kultur melekat juga pada finance, SDM, teknologi. Maka, bahasa saya adalah surviving dan preparing. Begitu corona ini berakhir, enam bulan mendatang, siapa yang mulai lebih dahulu, dialah pemenangnya.
Dalam masa-masa surviving ini, perusahaan memang harus lebih efisien. Secara umum, pendapatan pasti akan turun, tetapi bukan berarti berdiam diri. Justru inilah saatnya keandalan leadership pimpinan mengelola bisnis diuji. Pada saat ini, mempertajam konsep bisnis, memperkuat pelatihan, mendalami riset, dan menjalankan komunikasi yang efektif justru sangat disarankan. Perusahaan harus bisa melihat, mana yang bisa diefisienkan, dan mana yang justru harus ditingkatkan. Investasi fasilitas bisa ditunda, tetapi investasi SDM jangan sampai ditangguhkan, misalnya.
Untuk diketahui, dengan mempertajam konsep, memperkuat pelatihan, dan mendalami riset, boleh jadi kita akan menemukan opportunity membuat produk baru yang cocok di era krisis. Banyak contoh perusahaan menemukan keberuntungan justru di saat krisis, seperti lahirnya kartu Halo dari Telkomsel atau lipstik Duo Warna dari Martha Tilaar Group yang justru menjadi penyelamat perusahaan.
Tidak kalah penting, sekarang saat tepat untuk mendekati konsumen baru. Di masa krisis seperti ini, sebenarnya banyak konsumen yang “kesepian”. Karenanya, sekarang waktu yang tepat untuk mengajak konsumen berbicara dengan perusahaan. Apa sebenarnya aspirasi mereka, apa concern mereka, dsb. Jika semua itu dapat diformulasikan dalam bentuk produk baru, melalui proses yang terbuka dan intens, niscaya produk tersebut akan menjadi primadona. Maka, saran bagi kalangan usaha dan pemilik merek, ayo saatnya memperbaiki hubungan personal dengan konsumen. (*)
Dyah Hasto Palupi dan Anastasia A.S.