Yustine Yovita Mulyono
Kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada hampir semua sektor industri. Hal ini dirasakan Yustine Yovita Mulyono, Corporate Finance & ALM Support Head Maybank Indonesia Tbk. Salah satunya, efek perlambatan ekonomi yang mengakibatkan pertumbuhan menjadi stagnan, bahkan minus. Akibatnya, banyak perusahaan yang kinerjanya terpuruk, sehingga melakukan pemutusan hubungan kerja, atau kolaps.
“Bagi industri perbankan, dampak penyebaran infeksi virus corona memiliki tantangan tersendiri. Setidaknya, ada empat tantangan penting. Pertama, Covid-19 berdampak pada potensi kenaikan non performing loan dan memengaruhi profitabilitas perbankan,” kata wanita kelahiran 27 November 1986 ini.
Tantangan kedua, Yustine melanjutkan, perkembangan financial technology (fintech) yang layanannya berkompetisi dengan perbankan. “Saat ini, fintech mulai menawarkan jasa-jasa yang dulunya hanya bisa ditawarkan oleh perbankan. Misalnya, untuk jasa cicilan sudah ada yang namanya Pay Later. Begitu juga investasi, sudah ada fintech yang menjual obligasi. Secara tidak langsung ini menjadi kompetisi bagi perbankan,” katanya.
Tantangan ketiga, menurut lulusan Jurusan Akuntansi serta Perbankan & Keuangan Monash University Malaysia from Business and Commerce ini, adalah masalah keamanan data. Dulu trennya lebih ke arah phising, sekarang ke arah cyber crime. Ini lebih berbahaya karena terkadang dilakukan tanpa korban menyadari. Mereka sadar ketika tabungannya sudah habis atau datanya sudah dicuri.
Tantangan keempat, perubahan perilaku konsumen. Ini bisa dilihat dari perubahan kondisi kantor cabang bank. Dulu orang masih datang ke kantor cabang, mengantre, dan bertemu customer service untuk melakukan transaksi. Namun, saat ini yang diutamakan adalah kecepatan, efisiensi, serta kenyamanan dengan kemajuan teknologi.
“Kelima, regulasi yang berlaku. Peraturan yang cukup banyak ini secara tidak langsung akan menyebabkan biaya dan penerapan inovasi perbankan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan industri lain,” ungkap eksekutif yang pernah berkarier di Asuransi Manulife, Bank Danamon, dan ANZ Bank Indonesia ini.
Strategi Maybank Indonesia pasti tidak jauh dari fungsi perbankan itu sendiri, ditambah mengadopsi dari teknologi digital yang ada. “Salah satu yang saya pikirkan adalah online (mobile) individual remittance yang fokus pada transaksi ringgit dan rupiah. Ini yang akan kami sasar,” kata Yustine.
Target pasar yang diincar adalah pekerja migran, pelajar dari dan ke Malaysia, pasien yang ingin berobat ke Malaysia, turis, dan investor. Di dalam menjalankan inovasi ini, Maybank Indonesia bisa menggandeng berbagai pihak, seperti Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (sebelumnya bernama BNP2TKI), industri asuransi, serta pariwisata di Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini memiliki beragam event yang sudah dicanangkan oleh pemerintahnya seperti Wonderful Indonesia dan Visit Truly Asia Malaysia, juga program Malaysia Healthcare Travel Council.
Dengan posisinya saat ini, tugas dan tanggung jawab Yustine antara lain merencanakan, mengelola, dan menerapkan aksi korporasi terkait pendanaan jangka panjang dan permodalan bank, termasuk menerbitkan saham baru (saham terbatas), obligasi, sukuk, dll.
Lantas, apa kontribusi pentingnya bagi perusahaan? “Beberapa tahun belakangan ini, obligasi yang diterbitkan Maybank Indonesia selalu mencapai target. Bahkan, bisa lebih dari target. Tahun 2019 diterbitkan obligasi totalnya Rp 1,6 triliun, kami bisa mencapai semuanya,” Yustine menjelaskan. (*)
Vina Anggita/Eva M. Rahayu