Companies

Indah Golden Signature, Penyumbang Devisa Tertinggi di Jawa Timur

Benny Muliawan, Direktur Pengelola PT Indah Golden Signature (IGS)
Benny Muliawan, Direktur Pengelola PT Indah Golden Signature (IGS)

PT Indah Golden Signature (IGS) yang bermarkas di Surabaya, Ja-Tim, pada 4 Januari 2018 tercatat sebagai perusahaan pertama Indonesia yang mendaftarkan mereknya di Protokol Madrid (perjanjian internasional yang mengatur pendaftaran internasional untuk merek). Karena pencapaian tersebut, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2014-2019) memberikan piagam penghargaan kepada IGS. Di dalam negeri, IGS memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan SNI (Standar Nasional Indonesia).

Pengakuan internasional dari instansi di luar negeri, keberhasilan menembus pasar Swiss, dan legalitas dari dalam negeri ini merupakan rangkaian strategi bisnis IGS untuk meningkatkan laju ekspor emas. Strategi lainnya, pada 2013 mengucurkan dana investasi senilai Rp 100 miliar untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) emas seluas 1 hektare di Sidoarjo (Ja-Tim), membeli mesin untuk memproduksi emas batangan dan perhiasan yang tingkat kemurniannya mencapai 99,99%, mendatangkan tenaga ahli asal Italia untuk melatih pegawai IGS memproses bijih emas menjadi emas berkualitas internasional, serta mengembangkan laboratorium yang dikelola tim riset dan pengembangan IGS. Sebelum memiliki pabrik itu, IGS memproduksi aneka produk emas yang tingkat kemurniannya berkisar 99,2-99,3% serta mengekspor emas batangan tanpa merek dari 2009 hingga 2013.

Awalnya, usaha IGS sebatas pedagang logam mulia alias trader. Embrio bisnis IGS adalah Toko Emas Indah di Pasar Blauran, Surabaya. yang didirikan pada 1997 oleh keluarga Benny. “Orang tua saya, Agianto dan Woen Jiu Fun, hanya menjual emas di pasar tradisional,” ujar Benny Muliawan, Direktur Pengelola IGS. Maka, kehadiran pabrik dan pegawai yang mampu mengolah emas berstandar tinggi itu mengubah model bisnis IGS menjadi perusahaan manufaktur emas berkelas internasional, dari sebelumnya pedagang emas tradisional.

Omset Toko Emas Indah meroket tatkala harga logam mulia itu melonjak di tahun 1997-1998. Keuntungan berlipat ganda pun diperoleh. Keuntungan itu digunakan Benny sebagai modal kerja mengembangkan bisnis keluarga. Karenanya, selepas meriah gelar Sarjana Ekonomi, ia kian berpartisipasi aktif mengelola bisnis keluarga; memperluas jangkauan bisnis; dan berinisiatif bersama sang istri, Dwi Lestari, dan dua anggota keluarganya mendirikan IGS di tahun 2008.

Setelah perusahaan itu berdiri, pada 2008 Benny mengurus surat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian agar bisa mengekspor emas dan menerbitkan surat rekomendasi untuk diajukan kepada Kementerian Perdagangan guna mendapatkan izin ekspor di tahun 2009. Dengan bekal Surat Rekomendasi dari Kemendag, IGS memantapkan langkahnya untuk menembus pasar ekspor.

Pasokan bahan baku emasnya diperoleh dari 100-an toko emas di berbagai daerah di Indonesia untuk diolah kembali menjadi emas batangan. Kemudian, lulusan Fakultas Ekonomi, Universitas Surabaya (1999) itu bergerilya mencari pembeli ke Singapura.

Ekspor perdana IGS sebanyak 100 kg direalisasikan pada 2 September 2009. Pada tahun itu juga, IGS berhasil menggaet pembeli emas dari Hong Kong. Kisah selanjutnya adalah cerita manis yang dipetik Benny bersama pendiri IGS lainnya yang berhasil menembus pasar global. Di pasar domestik, kontribusi penjualan hanya 5%.

Namun, perusahaan ini tidak bisa menghindar dari pandemi Covid-19. Ekspor emas IGS ke Swiss tersendat-sendat. Sebab, Pemerintah Swiss sejak Maret 2020 menerapkan kebijakan lockdown atau penutupan negara untuk menghentikan penyebaran wabah virus corona. Meski begitu, menurut Benny, manajemen perusahaan mencari negara tujuan ekspor lainnya yang menyerap emas batangan.

“Kami mengantisipasinya dengan mencari negara lain yang tidak lockdown, yakni Hong Kong. Seluruh emas yang seharusnya dikirim ke Swiss dipindahkan ke Hong Kong,” katanya. Hong Kong diibaratkan Benny sebagai penyelamat bisnis IGS lantaran merupakan satu-satunya negara yang membeli emas di masa pandemi ini.

IGS berancang-ancang mengirim kembali emas batangan ke Swiss dalam waktu dekat. Pemerintah Swiss pada April lalu setahap demi setahap membuka lockdown untuk memulihkan perekonomian. Ini peluang bisnis yang dibidik IGS. Sebab, Swiss merupakan barometer perdagangan emas global. Berbicara ekspor emas di masa pandemi, Benny menyebutkan, pertumbuhan ekspor emas IGS meroket tiga kali lipat atau senilai US$ 1,5 miliar per Juli 2020

Untuk ekspor emas batangan, IGS melakukannya pada 2009-2014 dan sempat absen setahun. “Karena, di tahun 2015 kami hanya mengekspor perhiasan. Kemudian, kami kembali mengekspor emas batangan di tahun 2019 yang merupakan core bisnis IGS,” tutur Benny yang juga lulusan S-2 Hukum, Universitas Pelita Harapan Surabaya (2016).

Pengusaha kelahiran Jember, 44 tahun lalu, itu menyinergikan fungsi kantor dan gudang di Menara IGS untuk mempermudah operasional dan efisiensi biaya. Juga, mengalihkan pengiriman emas dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya, ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, di masa pendemi ini.

Berbagai langkah adaptasi bisnis itu diharapkan menyokong target penjualan. “Kami berharap bisa mencapai target omset ekspor di akhir tahun ini senilai US$ 2 miliar, sekitar Rp 28 triliun,” ungkap Benny. Target ekspor tahun ini diproyeksikan melonjak 252,73% dibandingkan realisasi ekspor pada 2019 yang senilai US$ 567 juta. Adapun volume ekspor di tahun lalu sebanyak 12.619 kg.

Perihal pencapaian ekspor, IGS diganjar penghargaan oleh berbagai instansi. Antara lain, Kantor Pengawasan Pelayanan Bea dan Cukai Bandara Internasional Juanda, Surabaya, yang pada 2012 memberikan penghargaan “Amat Baik” atas kepatuhan IGS di bidang kepabeanan dan cukai. IGS membayar pajak sepanjang tahun 2011.

Pada 2014, IGS juga diapresiasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai penyumbang devisa terbesar se-Jawa Timur yang nilainya US$ 1,4 miliar. Perusahaan ini juga meraih Primaniyarta Award 2015, penghargaan Pemerintah Indonesia kepada eksportir terbaik.

Emas buatan IGS pun mengantongi sertifikasi internasional dari sejumlah negara. Sebagai contoh, emas batangan dan logo IGS diakui otoritas di Afrika Selatan yang berlaku sejak 2013. Masih di tahun yang sama, Australian Trademarks Office memberikan pengakuan untuk produk emas batangan dan perhiasan IGS. Sertifikasi semacam itu diberikan pula oleh otoritas merek dagang di Singapura, Singapore Trade Marks Act, dan Kementerian Ekonomi Uni Emirat Arab pada 2014.

Selain menggaet pengakuan dari aspek kualitas produk, merek dagang dan logo IGS yang berwarna emas dan hitam itu pun memperoleh legalitas dari Intellectual Property Office di Inggris.

IGS berencana mengembangkan bisnis emas online pada 2021. Demi menjaga kepercayaan konsumen, Benny menanamkan filosofi pendiri IGS agar bisnis perusahaan berkesinambungan dan menjaga kepercayaan konsumen. “Founding fathers IGS menanamkan wisdom untuk menepati janji. Ketika tidak terlaksana, apa pun alasannya, konsumen harus diberi kompensasi. Ini wisdom yang selalu kami ingat,” tutur Benny. (*)

Vicky Rachman & Anastasia Anggoro Suksmonowati

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved