Technology

Kiprah Toto Sugiri Besarkan Bisnis Data Center

Toto Sugiri, President Director PT. Data Center Indonesia.
Toto Sugiri, President Director PT. Data Center Indonesia.

Selain jaringan telekomunikasi, pusat data (data center) juga merupakan infrastruktur penting untuk menopang berbagai aktivitas digital di era sekarang. Namun, industri data center Indonesia relatif masih tertinggal jika dibandingkan negara lain, seperti Singapura dan Jepang yang masing-masing saat ini memiliki kapasitas 370 MW dan 700 MW. Adapun total kapasitas data center Indonesia masih di angka 50-70 MW.

Berdasarkan laporan Cushman & Wakefield, konsumsi data di Jepang sudah mencapai 10 Watt per kapita. Jika kita memakai patokan tersebut, asumsikan semua penduduk Indonesia menggunakan fasilitas data center yang ada di negeri ini, Indonesia perlu kapasitas di atas 2.000 MW atau 2 Gigawatt. Dengan demikian, industri data center di Indonesia masih punya ruang tumbuh yang besar.

Melihat kondisi ini, Toto Sugiri, sebagai figur senior di dunia TI nasional, merasa tertantang untuk bisa menghadirkan data center kelas dunia di Indonesia. Mantan pendiri PT Sigma Cipta Caraka –telah diakuisisi Telkom– ini tidak tanggung-tanggung: meluncurkan layanan data centerTier IV pertama di Asia Tenggara pada tahun 2013, di bawah bendera PT DCI Indonesia.

Ceritanya, setelah keluar dari Sigma pada 2011, Toto melihat masih banyak kebutuhan data center di negara ini. Apalagi, banyak perusahaan multinasional yang menempatkan datanya di Singapura, sedangkan bisnisnya di Indonesia. “Tantangan pada saat itu, belum ada data center dengan kualitas internasional. Hal ini merupakan peluang yang dilihat pemain bisnis asing untuk meletakkan data center di lndonesia,” kata Toto. “Akhirnya, saya tergerak untuk mendirikan data center yang memenuhi standar internasional,” lanjut pria yang sekarang berusia 67 tahun ini.

Sebagai data centerTier IV atau yang tertinggi, DCI memiliki SLA 99,99%. Artinya, dalam setahun hanya boleh mengalami downtime maksimal lima menit. Selain itu, juga harus memiliki redundancy, baik dari sisi power, cooling, maupun aspek mechanical electrical lainnya. Meski demikian, Toto mengaku bangga dari hari pertama DCI beroperasi hingga saat ini pihaknya mampu menjaga uptime achievement atau zero downtime. “Berarti, pelanggan dapat memiliki kepastian bahwa pusat data DCI mampu menawarkan operasi tanpa gangguan,” katanya menegaskan.

Berada di kawasan industri Cibitung seluas 8,5 hektare, lokasi data center DCI berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat bisnis Jakarta. DCI menggandeng Equinix untuk mengadopsi best practices dan standar operasional global, sekaligus untuk mempercepat pengembangan SDM di perusahaan.

Toto mengungkapkan, DCI adalah pusat data pertama di Indonesia yang memperoleh Service Organization Controls (SOC) 1 tipe-2 dan SOC 2 tipe-2 berdasarkan standar American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Laporan SOC 1 tipe-2 memberikan kepada pengguna perusahaan beberapa jaminan bahwa informasi keuangan ditangani dengan aman, juga menunjukkan bahwa kontrol perusahaan berjalan secara efektif selama periode tertentu.

Adapun SOC 2 tipe-2 adalah kerangka kerja untuk membantu organisasi layanan mendemonstrasikan cloud serta kontrol keamanan pusat data, dan dikembangkan sebagai laporan yang hanya fokus pada keamanan, dengan aspek-aspek: cybersecurity, availability, processing integrity, confidentiality, dan privacy.

Menurut Toto, rata-rata nilai investasi pada bisnis data center berkisar US$ 8 juta-10 juta per MW. Saat ini DCI telah mengoperasikan tiga gedung data center (JK1, JK2, JK3) dengan total kapasitas 22 MW dan sedang membangun gedung terbaru (JK5) dengan kapasitas 15 MW.

Sejauh ini, DCI telah melayani lebih dari 150 pelanggan, baik perusahaan multinasional maupun lokal, di sektor-sektor finansial, e-commerce, cloud service provider, network service provider, dan enterprise. Sebanyak 90% pelanggan DCI perusahaan multinasional dan 10% perusahaan lokal. Pelanggannya antara lain bank terbesar di Asia Tenggara, kantor perwakilan bank terbesar kedua dan ketiga di Amerika Serikat, serta perwakilan layanan asuransi terbesar kedua di dunia.

Namun, menurut Toto, pencapaian tersebut diperoleh setelah melalui berbagai tantangan. “Jika melihat ke belakang, dari tahun 2013 hingga 2016 dengan hanya memiliki 3 MW kami sering menangis karena setiap tahun rugi jutaan dolar,” ungkapnya. “Bisa dibilang kami ahead of time, sehingga harus banyak yang dikorbankan. Pasar pada saat itu belum terlalu siap,” katanya. Ia menceritakan, untuk mengejar satu klien bank multinasional saja butuh waktu tiga tahun.

Ketika sudah berhasil menggaet sejumlah klien multinasional dengan persyaratan yang tinggi dan servis tingkat global, DCI kemudian berhasil memperoleh pertumbuhan bisnis 100% setiap tahunnya. DCI pun terus meningkatkan kapasitasnya.

Selain DCI, Toto juga sebenarnya memiliki perusahaan internet service provider, yaitu Indonet. “Di samping itu, saya juga menjalankan misi lain dengan memiliki program inkubasi untuk digital entrepreneur muda, di mana saya memfasilitasi belasan perusahaan sebagai komisaris, konsultan atau advisor di bidang software, cybersecurity, payment, financial inclusion, dan lainnya,” ungkapnya.

Ke depan, menurut Toto, DCI berencana mengembangkan skala data center dengan melakukan pembangunan gedung pusat data secara bertahap. Tujuannya, agar dapat memperbesar pasar dan berkontribusi untuk ekonomi digital Indonesia. “Kami ingin memiliki layanan yang lebih baik dan bisa membuat biayanya Iebih affordable,” ujarnya. (*)

Jeihan K. Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved