Langkah Strategis Pengelolaan Human Capital Hadapi Tandem Distruption
Era pandemi mengakibatkan pelaku bisnis menghadapi tandem disruption, gangguan atau tantangan bisnis yang harus dihadapi bersamaan. Kuncinya ada pada penerapan humanizatuon human capital, demikian yang dipraktikan di BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam paparannya, Naufal Mahfudz Direktur Human Capital dan General Affair BPJS Ketenagakerjaan dalam “HR Excellence Webinar Series” yang diselenggaran secara rutin oleh SWA Group bersam Lembaga Managament FEB UI (29/01/2021) mengatakan bahwa dunia usaha dihadapkan pada tantangan-tantanhan berat secara bersamaan: krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19, automation di mana-mana sehingga fungsi manusia digantikan dengan mesin, dan persaingan yang makin ketat.
Ini tentu menyebabkan banyak pekerjaan hilang, namun di saat bersamaan, pekerjaan yang membutuhkan skill baru bermunculan. Bagi perusahaan terutama pengelola human capital, lanjutnya, di masa pandemi kondisi ini makin berat. “Makanya terjadi tandem disruption saya bilang, saat ini perusahaan di saat bersamaan harus bisa menjaga bisnis tetap berjalan, tidak jatuh, namun karyawan juga bisa tetap aman, bekerja dengan baik dan berkontribusi guna mendorong tercapainya target bisnis.
“Kami harus memastikan karyawan aman dan sehat, ini prioritas kami. Untuk itu kami membuat perusahaan bisa menjalankan 3M dengan benar dan menerapkan 3T. Kantor merupakan area wajib masker, jaga jarak, cek temperatur dan penyemprotan desinfektan,” terangnya. Adaptasi baru ini merupakan upaya yang dilakukan perusahaan agar karyawan aman ketika bekerja di kantor saat pandemi Covid-19 ini.
Mengikuti aturan pemerintah dalam hal pembatasan jumlah karyawan yang bekerja di kantor, BPJS Jamsostek melakukan edukasi agar terjaga kepercayaan pemimpin padanya. Yang disosialisasikan manajemen kepada karyawannya adalah: bangun pagi, berdoa 15 menit, olahraga, mandi, walau bekerja di rumah saja harus menyiapkan diri seperti layaknya mau bekerja di kantor dengan menggunakan seragam.
Tidak mudah bagi manajemen menaruh kepercayaan dengan cepat kepada human capital ketika mereka bekerja jauh dari pengawasan. Menurut Naufal untuk itu harus dibangun sistem dan budaya kerja baru dalam mengadapi kondisi new normal saat ini.
“Kami dorong budaya kerja baru pada karyawan. Walau bekerja di rumah saja, karyawan setiap harus harus menyiapkan jam kerjanya dari jam berapa hingga jam berapa. Kalau bisa menyiapkan ruang sendiri untuk bekerja yang tentunya layanan internet yang membuat karyawan tetap terhubung. Karyawan harus punya to do list juga, lalu jalankan. Meeting dengan video conference harus dibiasanya di era pandemi dan coba menekan gangguan saat bekerja,” paparnya.
Lalu agar bekerja lebih produktif selama pandemi yang lebih banyak dilakukan di rumah, yang didorong di BPJS Ketenagakerjaan, menurut Naufal adalah selain melaporkan setiap perkembangan pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan, karyawan selalu diingatkan untuk take a break atau selalu mengambil waktu untuk istirahat walau sebentar. Mengingat bekerja di rumah saja membuat sulit membatasi waktu pribadi dengan pekerjaan, maka itu karyawan harus diingatkan terus pentingnya take a break serta makan tepat waktu. Karena menjaga kesehatan badan dan mental sangat penting dilakukan di masa pandemi ini. Agar badan tidak drop sehingga cepet terserang virus.
Naufal juga mengingat, meski gerak kita dibatasi, meningkatkan knowledge dan competence harus tetap dilakukan. “Sekarang banyak webinar bagus seperti yang dilakukan SWA bersama Lembaga Manajemen FEB UI ini. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menambah ilmu. Kami mendorong karyawan BPJS Ketenagakerjaan untuk terus bergerak maju dan produktif meski di masa pandemi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan BPJS Ketenagakerjaan kini memiliki 6.211 karyawan. Dengan sebaran generasi karyawan yakni Baby boomer 2%, Gen-X 24%, Milenial 68%, dan Gen-Z 6%. Untuk diketahui sejak tahun 2014 perushaan telah bertransformasi, dari PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan atau disingkat BPJSTK. Diharapkan nanti tahun 2029 sudah ada gabungan badan jaminan sosial ketenagakerjaan yang meliputi BPJSTK, Taspen, dan Asabri.
Dalam rangka melaksanakan pekerjaan tersebut, perusahaan dengan visi “Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kebanggaan Bangsa, yang amanah bertatakelola baik serta unggul dalam operasional dan pelayanan” dan misi “Melindungi dan menyejahterakan seluruh pekerja dan keluarganya, Meningkatkan produktivitas dan daya saing pekerja, dan Mendukung pembangunan dan kemandirian perekonomian nasional”, perusahaan menanamkan nilai-nilai perusahaan secara konsisten.
“Kami mempunyai 5 kualitas insan, yaitu karakteristik utama yang harus dimiliki semua eksekutif. Hal ini diatur dalam Peraturan Direksi No: PERDIR/127/092015,” terangnya. Kelimanya yaitu: Pemimpin yang kompeten, Ahli di area tugasnya, Mempunyai motivasi dan etos kerja tinggi, Berorientasi pada performa kinerja, Memiliki semangat untuk terus belajar dan mengasah diri. Selain itu juga menerapkan nilai-nilai AKHLAK yang merupakan panduan nilai bagi BUMN di Indonesia.
BPJS Ketenagakerjaan juga telah membangun Human Capital Strategy Journey, dalam pengelolaan strategis human capital-nya. Di dalamnya aspek kepemimpinan yang bertujuan untuk menciptakan leader yang mampu memotivasi, menginspirasi, mendorong, mendukung, dan memandu entitas BPJSTK mewujudkan visi&misi. Sasarannya adalah menyiapkan pemimpin yang berasal dari dalam untuk memimpin di internal maupun eksternal, menyiapkan leader BPJSTK menjadi 50 top leaders nasional, dan membangun talent pool.
Dalam strategy journey tahun 2020 fokusnya adalah Best Leadership Practice. Fokus yang harus dicapai adalah high performance leader, excellent leadership practice, dan provide leaders for national public institution and corporation. Dalam membentuk pemimpin, BPJSTK menggunakan 3 pendekatan. Pertama melalui Assessment center. Kedua, Pengembangan kepemimpinan yang sifatnya untuk menduduki jabatan struktural, yaitu mulai dari Basic Leadership Development Program, Intermediate Leadership Development Program, Advance Leadership Development Program. Lalu Ketiga, program pengembangan tambahan yaitu executive development program yang diperuntukkan bagi pejabat di level 1 dengan menghadirkan narasumber para praktisi, akademisi, pemerintahan dan sebagainya. Serta juga dilakukan talent development.
Kemudian ada program coaching dan mentoring yang secara intens di empat tahun terakhir, namun baru secara efektif pada dua tahun terakhir. Pada progam ini, difokuskan pada coaching korporasi yang ditetapkan bersama dengan deputi direktur human capital. “Coaching di perusahaan ini lebih untuk peningkatan kinerja, jadi hanya ada beberapa kompetensi saja,” imbuhnya. Walau demikian dilakukan juta penadampingan-pendampingan yang terintegrasi. “Ini masuk ke dalam program penilaian struktural. Kami juga sudah menjalankan penilaian 360 derajat bahwa kompetensi seorang leader adalah dia bsia melakukan proses coaching. Semua yang terlibat di situ dilihat apakah bisa coaching atau tidak,” jelasnya.
Editor : Eva Martha Rahayu
www.swa.co.id