My Article

Production Cost dan Selling Price dalam Perspektif Akuntansi Syariah

Production Cost dan Selling Price dalam Perspektif Akuntansi Syariah

Oleh: Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., Pengurus IAI Jatim Bidang Akuntansi Syariah dan Penulis Buku

Dr. Kautsar R. Salman,

Ruang lingkup akuntansi syariah tidak saja mendalami laporan keuangan bagi entitas syariah saja dan akuntansi atas akad atau transaksi syariah. Akuntansi syariah sejatinya juga tidak hanya bicara akuntansi keuangan dan audit syariah saja, juga akuntansi biaya masuk dalam ranah nya akuntansi syariah. Pada tulisan ini, pembaca akan bawa pada narasi akuntansi biaya dalam perspektif syariah, khususnya mengenai biaya produksi dan harga jual dalam perspektif syariah.

Paham seluk beluk muamalah

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah memperingatkan orang-orang yang tidak paham prinsip muamalah untuk tidak berdagang di pasar. Sahabat Nabi, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” Selain itu, Ali bin Ali Tholib juga mengatakan, “Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.

Kaidah bahan baku dan bahan pembantu

Hukum asal dari segala sesuatu dari berbagai jenis makanan dan minuman adalah halal. Analogi yang sama dapat diterapkan pada bahan baku dan bahan pambantu, yaitu semua bahan baku dan bahan pembantu adalah mubah kecuali ada dalil yang melarang. Hal senada dengan kaidah yang telah disepakati oleh para ulama. Di antara dalil yang menguatkan kaidah ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Q.S. al-Baqarah ayat 29, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi….” Selain itu, di dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 15, Allah berfirman “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Sebagai dalil penguat lain, datang dari hadits Nabi, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan dalam kitab-Nya, dan apa yang Ia diam darinya, maka itu termasuk yang dimaafkan.” (HR. at-Tirmidzi no. 1726, al-Baihaqi 10/12, al-Hakim 4/129, dari Salman radhiallahu ‘anhu. Hadits ini dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’)

Perilaku biaya produksi

Bicara biaya produksi, tidak dapat dilepaskan dari yang namanya perilaku. Masing-masing biaya memiliki perilaku yang berbeda dan dampak yang berbeda terhadap unit cost dan selling price. Dalam perspektif akuntansi biaya, konsep ini dikenal dengan production cost behavior. Semua biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap ini bersifat tetap secara total dan semakin kecil seiring dengan meningkatnya jumlah produksi. Tetapi, jumlah tetap disini tidak selamanya karena hanya dalam dalam rentang waktu tertentu (baca: relevan) saja. Sebaliknya, biaya variabel berjumlah variabel dan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah produksi. Namun, untuk biaya variabel ini, unit costnya sama untuk produk yang homogen.

Pembaca khususnya para pengusaha, harus secara detail memahami perilaku biaya ini karena urgen dalam rangka pengendalian dan efisiensi biaya.

Selling Price dalam perspektif akuntansi syariah

Dalam perspektif akuntansi syariah, sepanjang harga jual telah di-share penjual kepada pembeli secara terang dan tidak ada paksaan dalam jual beli tersebut maka transaksi tersebut adalah sah. Dari kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah (KDPPKS), disebutkan bahwa salah satu karakteristik transaksi syariah adalah prinsip saling paham dan saling ridha. Dalam prinsip ini, harga telah disepakati antara penjual dan pembeli serta tidak adanya paksaan dalam jual beli. Dalam sebuah hadits riwayat at-Tirmidzi, disebutkan bahwa “sesungguhnya jual beli hanya dengan sukarela (tidak boleh paksaan).”

Lebih lanjut disebutkan bahwa tidak ada standar baku tentang keuntungan yang disyariatkan. Hanya saja, sebagian pendapat mengemukakan bahwa dibolehkan batasan harga di pasaran pada barang-barang tertentu, misalnya jika harga pasar sudah ada, maka lebih baik (afdhol) jika menggunakan harga pasar yang berlaku. Disini bicara ke-afdhol-an saja, bukan bicara halal haram.

Namun, timbul pertanyaan, “Bagaimana jika belum ada harga pasar?” Maka jawabannya, diserahkan sepenuhnya ke penjual dan atas keridloan pembeli, bisa harga jual dengan keuntungan 30%, 50% atau lebih, sesuai dengan kesepakatan keduanya.

Selling price yang “Samhan”

Konsep “samhan” disini diartikan dengan memudahkan. Harga jual yang memudahkan, demikian kira-kira artinya. Konsep ini terambil dari sebuah hadits shahih, dimana disebutkan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati seseorang yang memudahkan ketika menjual dan membeli, dan ketika menagih haknya dari orang lain.” (HR. Al Bukhari no.2076)”

Benang merahnya adalah bahwa termasuk bagian dari “samhan” adalah menjual dengan keuntungan yang wajar yang tidak membebani konsumen. Juga penting dicatat bahwa, tidak boleh mengelabui pembeli yang tidak mengetahui harga dengan harga jual yang terlampaui tinggi karena itu bentuk kezhaliman kepada pembeli. Maka hendaknya menjual dengan harga standar yang berlaku di tengah masyarakat

Merujuk pada kaidah muamalah yaitu “hukum asal muamalah adalah boleh, sampai ada dalil yang melarang”, maka harga jual dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu (a) harga jual dihitung dari biaya produksi ditambahkan dengan margin yang wajar; (b) harga jual menggunakan dasar biaya variabel saja, biasa dikenal dengan variable costing; dan (c) harga jual menggunakan harga pasar yang berlaku di tengah masayarakat. Dasar mana yang dipilih, tergantung dari pilihan pihak penjual, dan ada kebebasan dalam menentukan pilihan tersebut.

Penutup

Setelah menelaah tulisan ringkas ini, pembaca dapat mengetahui secara jelas dan tegas bahwa konsep biaya produksi dan harga jual dari perspektif akuntansi syariah telah diatur secara gamblang. Pada akhir tulisannya, penulis kembali menegaskan bahwa harga jual diserahkan kepada mekanisme pasar dan pembatasan harga yang dilakukan secara dzalim tidak diperbolehkan karena dapat merugikan pihak penjual. Selain itu, barang yang sangat dibutuhkan masyarakat diperbolehkan dilakukan pembatasan harga oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mencegah harga yang tinggi dan tidak logis, dan ini sah dilakukan serta wajib diikuti oleh pebisnis. Semoga bermanfaat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved