Tommy Yuwono, Besut Pintek untuk Pinjaman Pendidikan
Kesamaan gagasan memang sering mengantarkan pada berdirinya sebuah bisnis. Saat sama-sama bekerja di startup pembayaran digital yang memfasilitasi toko-toko dan sekolah-sekolah melakukan pembayaran secara online, Tommy Yuwono dan Ioann Fainsilber melihat sebuah potensi. Mereka melihat pinjaman pendidikan di Indonesia masih sangat jarang, berbeda dibandingkan di luar negeri yang sudah sangat umum dan nilainya sangat besar.
“Yang mereka (masyarakat) tahu, kalau butuh uang untuk bayar sekolah, biasanya pinjam ke teman atau saudara. Itu potret betapa minimnya akses pada pinjaman pendidikan. Setelah kami kaji, ternyata 20% dari pengeluaran keluarga adalah untuk pendidikan. Dari sini kami simpulkan bahwa kebutuhan untuk pendidikan itu sangat tinggi,” kata Tommy. Maka, tahun 2018 mereka mendirikan fintech yang diberi nama Pintek, di bawah bendera PT Pinduit Teknologi Indonesia. Tommy menjadi CEO-nya.
Di tangan mereka, Pintek bergerak sebagai financial technology peer–to–peer (P2P) lending yang fokus pada sektor pendidikan. Sebagai penghubung lender dan borrower, Pintek memiliki dua jenis produk: pinjaman untuk siswa (Pintek Students) dan untuk institusi pendidikan (Pintek Institutions).
Tommy menjelaskan, skema Pintek Students adalah memberikan pinjaman kepada siswa/mahasiswa yang kemudian mereka cicil. Pintek bermitra dengan sekolah untuk melakukan observasi dan assessment seberapa besar nominal yang dipinjamkan. Kemudian, persetujuan pinjaman tetap ada pada lender. “Melalui sekolah, kami mencari tahu biayanya berapa, bayarnya ke rekening mana, dan verifikasi apakah siswa tersebut benar bersekolah di sana,” ujarnya. Skema pada Pintek Institutions juga serupa, tetapi pinjaman diberikan untuk institusi pendidikan.
Untuk menyetujui pinjaman, Pintek melihat dari kemampuan finansial pihak peminjam. “Ini sudah pakem aturannya karena pemberi pinjaman juga berasal dari institusi keuangan dengan standar tertentu (yang) harus kami patuhi. Ini juga termasuk mitigasi fraud,” kata Tommy. Selain itu, karakter peminjam juga menjadi pertimbangan. Siswa dan orang tua ditinjau rekam jejaknya. Begitu pun motivasinya dalam mengambil pendidikan di institusi tersebut.
Tommy menekankan bahwa dana pinjaman disalurkan tidak dalam bentuk tunai ke peminjam melainkan langsung ke institusi pendidikannya. Begitu pengajuan sudah disetujui dan dana sudah dibayarkan, peminjam mendapatkan notifikasi dan bukti sudah dibayarkan. “Perlu digarisbawahi, Kami selalu membayarkan pendanaan langsung ke rekening sekolah, bukan ke peminjam. Begitu juga kalau peminjam adalah lembaga pendidikan, pendanaan langsung kami bayarkan ke penyedia yang bersangkutan,” Tommy menjelaskan.
Selain itu, Pintek juga memperhatikan kualitas institusi pendidikan. Pihaknya hanya memberikan ke institusi pendidikan berakreditasi “A” dan “B” atau yang sudah bermitra. Pertimbangan sebuah institusi untuk jadi mitra antara lain dilihat dari pemilik/manajemennya, izin berdiri, serta kinerja dan kualitasnya. Pintek juga bekerjasama dengan lembaga e-KYC (Know Your Customer) dan memiliki sejumlah parameter risiko untuk melakukan pengecekan.
Tommy berpendapat, pinjaman pendidikan di Indonesia masih banyak tantangannya. Menurutnya, ini hal baru sehingga masyarakat masih banyak yang skeptis. Salah satunya, adanya kekhawatiran data akan dibawa kabur. Menghadapi hal ini, pihaknya terus menyosialisasikan ke sekolah-sekolah bahwa Pintek sudah tersertifikasi ISO 270001 dalam hal keamanan data dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. “Tantangan lain yaitu terkait data peminjam maupun data sekolah, terutama untuk masyarakat yang unbankable. Risikonya cukup tinggi sehingga menghambat pendanaan,” ujarnya.
Berdiri pada 2018, kini Pintek telah menyalurkan pembiayaan pendidikan lebih dari Rp 70 miliar. Tomy mengungkapkan, Pintek saat ini sudah bermitra dengan lebih dari 150 lembaga pendidikan, dan sekitar 3.000 peminjam yang tersebar di 25 provinsi seluruh Indonesia, dengan porsi pinjaman terbanyak adalah ke pendidikan tinggi dan lembaga nonformal seperti bimbel, kursus, dan pendidikan vokasi. Pada Januari 2021, Pintek baru saja mendapatkan fasilitas pinjaman sebesar US$ 21 juta dari Accial Capital.
Ke depan, Pintek akan meningkatkan inovasi yang bisa mempercepat proses pinjaman dengan pengembangan teknologi, seperti otomatisasi dalam proses pengajuan, sehingga memberikan pengalaman yang cepat, tapi tetap aman bagi para pengguna. Untuk fokus tahun 2021 ini, Tommy dan Ioann akan menggenjot Pintek Institutions untuk memperluas cakupan B2B. Salah satunya, membantu pelaku bisnis di dunia pendidikan terkait pelaksanaan pembelajaran jarak jauh dalam hal pengadaan barang kebutuhan sekolah, seperti yang sedang berjalan saat ini, yaitu memberikan solusi permodalan bagi UMKM/vendor yang ada di Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) Kemendikbud.
“Ke depannya, Pintek akan terus memperluas kerjasama dengan vendor-vendor lainnya. Tidak hanya siswanya, tetapi juga lembaga dan supplier alat-alat kebutuhan sekolah,” kata Tommy.
Peluang di ranah pinjaman pendidikan ini masih sangat lebar dan masih bisa digarap banyak pemain lain. Namun, menurut Tommy, hanya mereka yang memahami keseluruhan ekosistem pendidikan yang akan berhasil penetrasi. Dan, ia percaya diri bahwa Pintek sudah sangat terhubung dengan baik kepada ekosistem pendidikan itu.
“Karena, kalau hanya memberikan pendanaan tanpa mengerti kebutuhan sekolah, pergerakan cash flow sekolah, supplier, itu bahaya. Di sinilah kelebihan Pintek. Kami sudah terkoneksi dengan asosiasi, supplier, customer individu, dan penyedia infrastruktur penunjang sehingga bisa scalable dari segi bisnis,” paparnya.
Di atas itu semua, Tommy percaya bahwa semua pihak harus bergotong-royong untuk memberikan akses pendidikan, pelatihan formal ataupun nonformal, untuk seluruh SDM Indonesia, demi menyambut bonus demografi tahun 2030. (*)
Yosa Maulana & Andi Hana M.E.