Entrepreneur zkumparan

Fara Shahab & Riza Assegaf: Menggarap Pasar Timur Tengah dengan Tas Kulit Premium

Riza Assegaf dan Fara Shahab, founder & owner Doris Dorothea.
Riza Assegaf dan Fara Shahab, founder & owner Doris Dorothea.

Bagi pencinta fashion, nama Doris Dorothea boleh jadi kurang akrab di telinga. Namun, percayalah, merek tas kulit dari Indonesia ini tak lama lagi bakal setara dengan Hermes, Dior, Coach, dan merek-merek ternama lainnya. Pasalnya, kini Doris Dorothea diburu para fashionista dunia. Tas kulit asli ini sekarang menjadi primadona kaum elite Timur Tengah dalam melakoni gaya hidup mereka. Tas bermerek ini diklaim sedang merajai dunia fashion Timur Tengah.

Adalah Riza Assegaf dan Fara Shahab, pasangan suami-istri di balik sukses tas branded tersebut. Berawal dari keinginan meneruskan legacy orang tua Riza yang sejak 1985 berbisnis di bidang perkulitan sebagai pemasok kulit –kulit (ular) piton, buaya, dan lizard– ke berbagai negara untuk dijadikan bahan tas dari merek ternama, Riza dan Fara ingin memiliki identitas sendiri dengan menciptakan merek baru, Doris Dorothea.

“Kami create brand Doris Dorothea dari nol, supaya tidak terganggu bayang-bayang orang tua,” kata Fara. Demi mewujudkan impian, ia memutuskan keluar dari pekerjaan di perusahaan furnitur untuk total membantu sang suami. “Saya lihat suami saya semakin padat pekerjaannya, work flow-nya makin banyak, brand-nya sudah mulai kelihatan butuh perhatian ekstra,” Fara menjelaskan.

Setelah terjun langsung ke lapangan, Fara sempat tergagap melihat kendala yang dihadapi. “Tidak mudah menjajakan barang bermerek di Timur Tengah. Kami dengan susah-payah bersaing dengan merek asal Thailand yang sudah dipercaya dan diakui kualitasnya oleh konsumen Timur Tengah,” ungkapnya.

Melalui blogger dan influencer, Doris Dorothea memberikan uji coba cuma-cuma demi memunculkan ketertarikan calon konsumen. Pameran demi pameran diikuti sampai kemudian waktu berlalu dan kini Doris Dorothea berhasil menarik hati para pelanggannya.

“Bisa dibilang sekarang Doris Dorothea masuk dalam the most wanted bag of exotic skin di Middle East. Sekarang kalau ke Middle East pasti banyak terlihat orang-orang pakai tas Doris Dorothea,” kata Fara yang memulai usaha tahun 2013.

Pemilihan Timur Tengah bukan tanpa alasan. Pasar di sana lebih banyak menyukai barang-barang bermerek serta gaya hidup orang-orangnya pun mewah. Fara melihat ada kesempatan yang terbuka lebar untuk mengepakkan sayap bisnisnya.

“Sekarang Doris Dorothea sudah ada di tujuh negara di Middle East dan sudah ada reseller-nya juga. Kami juga ada distributor yang butiknya bertetanggaan langsung dengan tas coach dan tas-tas branded lainnya,” kata Fara.

Melihat perjalanan Doris Dorothea, Riza dan Fara menyadari bahwa semua itu tak lepas dari dukungan orang tua dan kerjasama mereka sebagai suami istri yang dilakoni hingga saat ini. Menurut Riza, demi membesarkan Doris Dorothea, ia dan sang istri berbagi tugas.

“Saya, karena sudah punya pengalaman membantu bisnis ini (dari orang tua), lebih banyak mengurusi operasional, supply chain, dan manajerial,” ungkap Riza. Adapun Fara bertugas menangani penjualan dan pemasaran, juga desain. “Jadi, desain-desain Doris Dorothea yang ada sekarang hasil kreativitas Fara,” ujarnya.

Fara mengatakan, sang suami lebih banyak berkecimpung di urusan dapur di belakang layar, sedangkan dirinya berurusan dengan facing customer, komunikasi, desain, pemasaran, dsb. Namun, terkait kebijakan bisnis, mereka cenderung akan bicara dulu secara intens, baru kemudian dilempar ke karyawan.

“Kami berdua brainstorming dulu, saling kasih masukan. Setelah jelas, baru dilempar ke tim untuk didiskusikan kembali bersama-sama,” Fara mengungkap strategi yang ditempuhnya. “Intinya, saling komunikasi, pegang tanggung jawab masing-masing. Kalau itu sudah dijalankan dengan benar, yang lain akan lancar,” Riza menambahkan.

Sesungguhnya, pembagian tugas atau peran secara kaku sulit dilakukan. Mengapa? Karena, peran sebagai partner bisnis sekaligus sebagai suami-istri itu telah menyatu sehingga sulit dibagi-bagi atau dikotak-kotakkan.

“Sulit buat kami menghindari bicara soal kerjaan ketika di rumah, atau sebaliknya,” ungkap Fara. Terutama, katanya, di masa pandemi yang membuat semua orang lebih banyak berada di rumah. Yang bisa dilakukan saat ini, ia bersama suami sepakat: kalau lagi ada anak-anak, fokus dan perhatian untuk mereka. “Tapi begitu anak tidur, ya balik ngobrol kerjaan lagi,” ujar Fara sambil tertawa.

Menurut Riza, lambat laun soal membagi waktu ini secara bertahap semakin lebih baik. “Terutama, setelah anak kami (kembar) lahir, kami mulai bisa membagi waktu secara lebih baik dan konsisten,” ujarnya senang. Pendeknya, ia meyakinkan bahwa pasangan suami-istri harus selalu bersama-sama, di saat sulit ataupun senang.

Seperti pada 2020, Doris Dorothea juga terkena dampak pandemi Covid-19, terutama di tiga bulan awal lockdown (Maret-Mei 2020), karena terkendala untuk ekspor. Permintaan dari mitra-mitra di luar negeri pun turun karena banyak mal yang tutup. Begitu juga sebagian bahan baku yang diimpor tidak bisa masuk. Sehingga, omzetnya turun sekitar 60%.

Menghadapi situasi tersebut, Riza dan Fara mencoba menggeser produksi dengan membuat alat pelindung diri (APD). “Alhamdulillah, respons pasar baik dan bisa membantu menutupi lost dan bahkan omzetnya meningkat dibandingkan 2019,” ungkap Riza.

Kini perlahan-perlahan situasi kembali menuju kenormalan baru. Dari pertengahan September sampai Desember 2020, pelan-pelan mereka kembali fokus untuk Doris Dorothea. “Nah, di awal 2021 ini, demand Doris Dorothea sudah mulai kembali membaik,” ujar Fara.

Baginya, berkah pandemi bukan hanya bisa memproduksi APD, tetapi juga bisa menggarap pasar domestik yang sudah lama disiapkan. “Kami launching produk yang sebelumnya sudah kami siapkan untuk pasar domestik, yaitu memakai eco-friendly leather. Nah, dengan push down biaya, harga menjadi lebih terjangkau,” katanya bangga.

Pihaknya kini siap mengeluarkan beberapa koleksi baru untuk Ramadan, Lebaran, dan Natal. “Lalu, kami juga akan terus menggandeng mitra baru, brand fashion lokal yang mulai ekstensi produknya ke tas kulit. Kapasitas produksi akan kami naikkan, double atau triple,” ungkap Fara tentang rencananya. (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved