Business Tips

Cara Menghindari Dominasi Emosi dalam Trading dan Investasi

Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) menyampaikan terdapat peningkatan minat berinvestasi dalam bitcoin di tengah masyarakat. Hal ini terlihat dari jumlah investor yang meningkat sebesar 280% dari 1,5 juta di 2020 menjadi 4,2 juta di 2021, dan volume perdagangan mencapai Rp 1,7 triliun per hari. Investor merupakan Gen Z dan millenial yang didominasi oleh Jakarta, Bali, Surabaya, Batam, dan Bandung.

Melihat perkembangan ini dan potensi ke depan, A-B-I bersama KVB sebagai Public Relations Partner berpartisipasi dalam Voice of Startups’ New Economy Talks, salah satu cara untuk membentuk ekosistem blockchain dan cryptocurrency yang berdampak positif. Kegiatan ini juga sebagai edukasi kepada masyarakat tentang blockchain dan cryptocurrency.

“Seiring dengan perkembangan ekosistem cryptocurrency, A-B-I berharap literasi masyarakat Indonesia mengenai cryptocurrency dan trading dapat meningkat. Untuk mendukung perkembangan ekosistem tersebut, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak seperti sektor publik dan sektor privat,” ujar Oham Dunggio, Chairman Asosiasi Blockchain Indonesia.

Menurutnya, literasi masyarakat tentang blockchain dan cryptocurrency bersifat penting, apalagi di bidang baru seperti trading dan fluktuasi harga crypto yang disebabkan oleh regulasi yang belum sematang sektor trading lainnya dan sebagainya. Karena itu, pihaknya selaku Asosiasi Blockchain Indonesia ingin membantu meningkatkan literasi masyarakat melalui beragam platform.

Oham pun berbagi edukasi tentang “Cara Menghindari Dominasi Emosi Dalam Trading dan Investasi dengan Mengenali Beberapa Bias Psikologis”. Mengutip pesan dari Bitocto, ia menjelaskan ada bias kognitif dan bias emosional.

Untuk bias kognitif, pertama terlalu percaya diri. Saat seseorang terlalu percaya diri karena kemampuan atau pengetahuan yang dimilikinya, di mana kepercayaan diri ini tidak terjamin karena umumnya hanya berdasarkan intuisi, penilaian, dan kemampuan kognitif individu itu sendiri. Risikonya seseorang akan lebih sulit menerima informasi lain, ataupun memikirkan untuk manajemen risiko investasinya.

Kedua disonansi kognitif, perasaan tidak nyaman yang muncul dikarenakan adanya informasi baru yang seseorang peroleh dan berbeda dengan pemahaman awal yang ia miliki. Sehingga menghadapi rasa tidak nyaman dengan penolakan atau biasa juga dikenal dengan denial. Risikonya penilaian terhadap suatu investasi yang dilakukan tidak apa adanya karena psikologis penolakan ini.

Ketiga ilusi kontrol, keyakinan akan keberhasilan suatu investasi yang dipilih oleh seseorang dikarenakan keyakinan mereka terhadap diri, yang dianggap bisa mengontrol atau mempengaruhi hasil investasi tersebut meski pada nyatanya tidak benar adanya. “Jadi seperti gambling, karena kepercayaan terhadap suatu investasi yang dilakukan bukan dari pengetahuan atau perhitungan, melainkan kepercayaan lebih ke terhadap nasib sendiri,” kata Oham.

Adapun bias emosional, pertama enggan merugi. Dimana saat seorang investor atau trader memiliki ketakutan akan loss atau merugi lebih tinggi dari keinginannya untuk profit. Bias ini membuat individu menjadi gegabah dalam mengambil keputusan karena berdasarkan panik dan rasa takut.

Kedua enggan menyesal, perasaan takut merasa menyesal atas pengambilan suatu keputusan investasi. Umumnya bias ini dialami oleh trader dimana saat setelah menjual ternyata harga aset masih naik lagi, atau setelah membeli suatu aset nilainya malah turun. Salah satu risikonya jika mengalami bias ini adalah seorang trader bisa saja menahan atau hold suatu aset yang ternyata memang tidak bernilai hanya karena ketakutan menyesal.

Ketiga enggan berubah, memilih suatu investasi hanya karena sudah kenal dan nyaman, tanpa melihat tujuan atau risiko keuangan lebih jauh. “Umumnya bias ini dialami investor sehingga membuat investasi mereka tidak berkembang dengan maksimal atau bahkan sulit berkembang dikarenakan enggan terhadap perubahan, dan dikarenakan ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahuinya,” tutur Oham.

Editor: Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved