Technology

Envoy, Jagonya Solusi Perkantoran

Envoy, Jagonya Solusi Perkantoran

Solusi perkantoran cerdas bukan hanya bisa dinikmati perusahaan teknologi terkemuka sekelas Google dan Apple, tetapi juga perusahaan kecil dan rintisan sekalipun. Cukup dengan solusi dari Envoy. Lalu, apa tawarannya di masa pandemi ini?

Larry Gadea, founder dan CEO Envoy (Foto: moneyinc.com).
Larry Gadea, founder dan CEO Envoy (Foto: moneyinc.com).

“Mulai dari orang hingga paket, Envoy membantu menangani segala sesuatu yang datang melalui pintu depan perusahaan Anda. Namun, pekerjaan Anda tidak berhenti hanya di lobi.”

Begitu bunyi keterangan tentang Envoy di halaman “About” pada website Envoy.com.

Perusahaan startup yang meluncur pada 2013 ini memang membangun semacam smart tools untuk perkantoran. Kapabilitas inti solusinya adalah mempermudah dan mengefisienkan proses yang membutuhkan registrasi atau sign–in. Karena itu, dengan kemampuan fitur-fitur untuk mengelola segala sesuatu, mulai dari check-in tamu sampai booking ruangan rapat, solusi dari startup ini bisa menjadi semacam otak bagi ruang kantor Anda.

Bagaimana popularitas pasar solusi Envoy ini? Apabila Anda mengunjungi sebuah ruang kantor yang beraroma hi-tech di Amerika Serikat, boleh jadi Anda akan menggunakan solusi dari Envoy. Pasalnya, perusahaan rintisan asal Bay Area, San Francisco, AS, itu memiliki lebih dari 13 ribu lokasi kantor yang telah menggunakan software-nya. Termasuk, perusahaan ternama seperti Mazda, Tesla, Airbnb, dan Slack.

Software itu memungkinkan tamu kantor melakukan check-in (visitor registration) menggunakan tablet di kiosk yang tersedia, dan di sisi lain mengingatkan karyawan ketika tamu datang. Envoy juga mengembangkan kapabilitas software-nya ke manajemen antaran (delivery management), yang akan mengingatkan karyawan ketika paket muncul di muka kantor dan mengarahkan para admin untuk memantau pengambilannya.

Mulanya Envoy memang lebih dikenal sebagai penyedia solusi visitor registration system. Belakangan, Envoy bergerak tidak hanya sebatas ruangan lobi (yang disebut solusi Envoy Visitors), tetapi lebih dalam memasuki urusan perkantoran. Di antaranya, dengan solusi yang disebut Envoy Rooms, karyawan dapat memesan conference room melalui mobile app ataupun melalui integrasi aplikasi ini dengan Slack dan Microsoft Teams.

Envoy pun mengeluarkan dasbor analitik buat para admin untuk melihat bagaimana sebuah kantor dikelola. Envoy juga menyediakan API (application programming interface) untuk memperluas integrasi produknya.

Yang jelas, ribuan lembar kertas yang digunakan sehari-hari telah digantikan dengan sistem dari Envoy. “Tujuan perusahaan kami adalah menjadi sistem operasi untuk urusan perkantoran,” kata Larry Gadea, kini 33 tahun, founder dan CEO Envoy.

Envoy sesungguhnya agak terlambat dalam mengatasi masalah penyediaan conference/meeting room ini, karena sudah diperkenalkan oleh aplikasi seperti Robin, Teem, Roomzilla, dan Skedda. Namun, aplikasi-aplikasi itu hanya fokus pada conference room. Adapun tawaran utama Envoy adalah konsolidasinya dengan layanan-layanan lain.

Contohnya, ketika seorang manajer teknologi informasi telah menggunakan Envoy untuk kebutuhan check-in tamu dan antaran, untuk menambahkan pemesanan conference room akan menghemat biaya dan kompleksitas. Fitur room-booking ini menjadi semacam bagian pendahulu terhadap peluncuran platform manajemen kantor dengan platform yang lebih luas di bidang manajemen perkantoran.

Envoy telah menghimpun dana dari sejumlah investor. Yakni, sebesar US$ 15 juta pada 2015 dan US$ 43 juta pada 2018. Saat ini, Envoy mengambil bidang lebih besar lagi, menuju penyediaan analytics tools dan developer tools.

Melalui dasbor analitik, Gadea berharap kantor-kantor akan memperoleh gambaran lebih tepat berapa banyak ruang yang sebetulnya mereka butuhkan. Salah satu ide yang berkembang, dan telah dicobakan di kantor Envoy sendiri, adalah Hot Desking, di mana karyawan merelakan meja permanen mereka, sedangkan mereka sendiri bisa bekerja di mana pun di kantor tersebut dengan reservasi lebih dulu. Maka, perusahaan pengguna pun dapat menghemat luasan ruang kantor mereka.

Sebelum mendirikan startup ini, Larry Gadea, anak muda imigran Rumania yang tinggal di Kanada sebelum berkarier di AS, bekerja di Google dan Twitter di bidang system engineering. Ia terinspirasi mengembangkan solusi registrasi setelah menggunakan sistem sign-in yang canggih yang telah digunakan perusahaan teknologi besar. Ia memang pernah mengunjungi kantor temannya di Google dan Apple.

“Google, Facebook, dan Apple telah membuat sistem itu sendiri,” ungkapnya. “Hal ini terasa aneh bagi saya bahwa perusahaan-perusahaan ini hanya membangun untuk diri mereka sendiri, padahal sistem ini berguna buat siapa pun,” ujarnya lagi.

Maka, Gadea membangun aplikasi Envoy sendirian sejak Februari 2013. Software ini dapat digunakan di kantor-kantor untuk mendata tamu yang datang (check-in) dan memantau mereka. Jadi, tamu akan dipersilakan melakukan sign-in melalui sebuah aplikasi iPad, mencetak name tag berikut foto mereka. Pada versi yang lebih baru, pengguna dapat mengirim push notification ke iPhone dan memperlihatkan foto orang tersebut di Apple Watch.

Memang, ada sejumlah manfaat sistem registrasi digital. Yaitu, keamanan kantor yang lebih baik, lebih mudah menjaga rekaman datanya, serta potensi untuk melakukan sinkronisasi dengan fitur kalender, surat elektronik, dan aplikasi lainnya.

Setelah selesai pengembangannya, Gadea menaruh aplikasi registrasi Envoy buatannya itu di App Store. “Di masa awal, tidak ada seorang pun yang mengunduhnya,” ia mengenang. Satu ketika, ia bertemu dengan orang Airbnb di sebuah pesta. “Dia menceritakan, bahwa mereka telah berupaya membuat sesuatu yang mirip dengan Envoy, tapi tak pernah menyelesaikannya,” tutur Gadea. Setelah itu, Airbnb menjadi pelanggan pertama Envoy.

Efek jaringan kemudian bergulir dari sana. Tamu-tamu Airbnb yang datang dari perusahaan lokal lainnya –seperti Pandora dan GoPro– ikut menggunakan sistem registrasi ini, dan kemudian menyarankannya kepada perusahaan mereka.

Seperti halnya Airbnb, beberapa perusahaan memang berupaya mengembangkan sistem serupa untuk mereka sendiri, tetapi sering cuma proyek dengan prioritas rendah dan cuma diserahkan kepada anak-anak magang yang datang dan pergi. Karena itu, Envoy menjadi solusi.

Pertumbuhan perusahaan yang menggunakan solusi Envoy tergolong cepat. Hanya tiga tahun berselang dari posting aplikasi Envoy di App Store, lebih dari 2.000 perusahaan berhasil digaet menjadi paying customer-nya. Termasuk nama-nama perusahaan besar, seperti Yahoo, Box, Pixar, GitHub, Airbnb, Pandora, GoPro, dan Tesla –sebagian besar dari efek word of mouth marketing.

Selain itu, di dalamnya juga ada kantor firma hukum, sekolah, pusat kebugaran (gyms), bahkan perusahaan kilang minyak. “Pada dasarnya, semua bisnis yang membutuhkan sistem sign-in merupakan pelanggan potensial kami,” ujar Gadea.

Proses pertumbuhan organik ini membawa orang-orang Envoy bisa berkolaborasi erat dengan pelanggannya. Dari sana ada usulan-usulan untuk pengayaan fitur sesuai dengan kebutuhan dan permintaan mereka.

“Kami menerima permintaan fitur itu dengan sangat serius,” ujar Gade. “Banyak fungsionalitas yang akhirnya kami bangun karena pelanggan menginginkannya,” ujarnya lagi. Di antaranya, ada fitur untuk pre-registration tamu, memasukkan video pelatihan dan dokumen NDA (non-disclosure agreement), hingga fitur notifikasi ketika ada makanan pesanan yang tiba di muka kantor. Termasuk juga fitur integrasi dengan aplikasi lain, seperti dengan Google, Slack, Salesforce, dan Eventbrite.

Mungkin yang bisa dianggap bonus, spirit kolaborasi itu menghadirkan budaya yang khas di perusahaan teknologi yang dipenuhi para engineering talent, yakni: karyawan akan berinisiatif mencari solusi sendiri dari isu-isu harian –seperti bila memerlukan ketersediaan ruang untuk mendengarkan musik, ngopi bareng, atau untuk conference/meeting– baik demi alasan efisiensi maupun lebih sebagai fun. Misalnya, ada seorang engineer di Envoy yang membuat fitur gong selebrasi, yang akan berbunyi tiap kali perusahaan membuat program penjualan baru.

Sukses pertumbuhan organik itu juga berdampak bisnis. Dalam dua tahun pertamanya, revenue-nya tumbuh 20% dari bulan ke bulan. Dari sisi kepercayaan investor, pada Juni 2015, Envoy mengumumkan masuknya pendanaan seri-A senilai total US$ 15 juta dari Andreesen Horowitz, yang seiring dengan itu Chris Dixon bergabung dalam jajaran pimpinan (the Board).

Lalu, pada 2018, Envoy mendapatkan pendanaan senilai US$ 43 juta dari pendanaan seri-B. Sebelumnya, pada November 2014, Envoy memperoleh pendanaan US$ 1,5 juta dari para tokoh Silicon Valley, yakni Marc Benioff (Salesforce), Adam D’Angelo (Quora), dan Jeremy Stoppelman (Yelp).

Tentu saja, masa-masa bekerja penuh waktu dan penuh sukaria di kantor tak bisa dilakukan di masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Banyak perusahaan yang kemudian memberlakukan aturan work from home (WFH) buat karyawannya. Belakangan, ketika kebiasaaan baru sudah diterapkan masyarakat, kantor-kantor sudah menyatakan niatnya untuk dibuka kembali bagi karyawannya.

Sebagai platform di bidang workplace technology, Envoy berupaya berkontribusi dengan menginisiasi survei bertajuk “Protecting the Workplace Study” untuk memotret isu-isu penting terkait pandemi ini.

Dalam laporan yang dirilis pada Oktober 2020 itu, di antara temuan pentingnya, 73% karyawan di AS khawatir kembalinya mereka ke tempat kerja akan meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keamanan diri mereka. Mayoritas bersedia bekerja kembali di kantor asalkan prosedur pembatasan terkait Covid-19 diterapkan.

Lalu, 75% responden bahkan mempertimbangkan keluar dari pekerjaan mereka apabila perusahaan tidak menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang memadai. Mereka yang bekerja di industri teknologi (84%) cenderung untuk keluar dari pekerjaan mereka daripada yang bekerja di industri konstruksi atau manufaktur (71%) dan ritel atau servis (67%).

Menurut Larry Gadea, meskipun banyak perusahaan cukup berhasil dengan WFH dan transisi bekerja secara remote, tetap ada kebutuhan untuk sebuah tempat kerja di mana tim tertentu harus berkolaborasi menciptakan suatu program/produk. Hanya saja, kembalinya ke kantor ini tentu harus dijamin aman.

Karena itulah, Envoy mengeluarkan solusi khusus yang disebut Envoy Protect, yakni semacam suite of tools untuk menjaga tempat kerja sehat dan aman, yang secara umum terdiri dari sekumpulan fitur. Versi betanya cukup sukses pada Mei 2020, dalam rangka memenuhi kebutuhan semasa dan setelah pandemi.

Untuk melengkapinya, Envoy juga meluncurkan solusi Envoy Desks, yakni sebuah hot desking tool untuk membantu tim perusahaan mengelola tempat kerja mereka dan sekaligus memenuhi aturan physical distancing.

Envoy Desks masih dalam versi beta. Solusi ini disediakan terutama untuk mendukung transisi menuju pola hybrid, antara bekerja secara remote dan di dalam kantor. Solusi Envoy Desks memungkinkan karyawan memesan meja kerja di hari ketika ia melakukan registrasi. Kepala tempat kerja akan memastikan semua meja kerja yang dipesan berjarak aman satu sama lain, telah disanitasi, dan siap digunakan.

Gadea menceritakan, pada periode Maret dan April 2020, sejumlah perusahaan pelanggannya meminta Envoy membuat solusi yang membantu kalangan perusahaan bisa membuka kembali kantornya dengan aman. Penggunaan versi beta-nya mengonfirmasi bahwa ada permintaan untuk produk seperti ini. “Lebih dari 5.000 perusahaan telah sign-in, dan dalam waktu kurang dari lima bulan, kami akan membantu jutaan karyawan di seluruh dunia masuk kembali ke tempat kerjanya dengan aman,” ungkap Gadea.

Sejumlah fitur dalam Envoy Protect memang dimaksudkan membantu perusahaan mempekerjakan kembali karyawannya di kantor secara aman. Fitur pentingnya, antara lain adanya survei (health questionnaire) dan screening karyawan sebelum mereka masuk ke kantor, mengelola kapasitas kantor, dan melacak kontak karyawan yang sakit (contact tracing).

Ada juga fitur pengumuman untuk berbagi update penting dengan tim, integrasi dengan sejumlah provider untuk menjamin hanya karyawan yang sehat yang bisa memasuki tempat kerja, fitur touchless sign-in dengan QR code, customizable registration, integrated temperature screening, new analytics dashboard, capacity management tools; dan sebagainya lagi.

Hingga Oktober 2020, Envoy Protect antara lain sudah digunakan di sejumlah perusahaan seperti 23andMe, Buzzfeed, Clorox, Lululemon, Okta, dan Ripple. “Begitu kantor kami harus ditutup (akibat pandemi), kami langsung memikirkan bagaimana caranya nanti membuka kembali dengan tetap memprioritaskan keamanan dan kesehatan karyawan kami,” kata Armen Vartanian, SVP Global Workplace Services di Okta.

“Sebagai pelanggan dan mitra integrasi Envoy, kami percaya mereka bisa menjadi bagian kunci dari strategi menyambut kembali karyawan kami di tempat kerja kami,” kata Vartanian lagi.

“Covid telah memberikan kita sense of purpose yang lebih kuat,” kata Gadea, dalam wawancara dengan Reuters.com (18 Januari 2021). “Membantu orang dengan kesehatan dan keamanan menjadi lebih penting daripada sebelumnya,” katanya lagi. (*)

Joko Sugiarsono; Riset: Armiadi Murdiansah (dari berbagai sumber)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved