Trends Economic Issues zkumparan

Kebijakan yang Kredibel Tingkatkan Iklim Investasi Industri Hulu Migas

Kebijakan yang Kredibel Tingkatkan Iklim Investasi Industri Hulu Migas
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.(tangkapan layar saat IOG 2021)

Kebijakan fiskal melalui pajak dan subsidi dinilai bukan menjadi satu-satunya kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi dan produksi bagi industri hulu. Beberapa kebijakan yang ada yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 sebagaimana diubah menjadi PP 27/2017 terkait kontrak bagi hasil cost recovery dan PP 53/2017 terkait kontrak bagi hasil gross split. Kedua kebijakan ini memberikan pilihan bagi investor dalam mengembangkan investasi di Indonesia sesuai dengan risikonya.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat menjadi pembicara kunci pada The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 (30/11/2021).

“Saya ingin tekankan bahwa menggenjot investasi di industri hulu migas tentu membutuhkan dukungan atau insentif fiskal. Tapi ini bukan satu-satunya faktor. Kepastian kontrak akan menjadi sangat penting. Efisiensi dan teknologi juga sangat penting. Transparansi tata pemerintahan yang baik juga sangat penting,” jelas Menkeu.

Menurut Menkeu, berbicara tentang sumber daya alam yang diambil dari bumi yang ada dalam perekonomian Indonesia berarti berutang kepada generasi berikutnya. Oleh karenanya, mengelola dan membangun kerangka kebijakan yang kredibel dan kuat sangat dibutuhkan.

Menkeu mengungkapkan, pihaknya akan mendukung dan bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar dapat membentuk kerangka kebijakan yang sehat, akuntabel, serta bertanggung jawab tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi berikutnya.

Untuk itu dalam konteks pembahasan industri minyak dan gas tidak terlepas dari komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim. Sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen akan mengurangi emisi CO2 sebanyak 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional untuk mencapai net zero emission pada 2060.

“Pencapaian ini menjadi isu yang relevan dalam konteks industri migas ini. Pertama, bagaimana kita akan meningkatkan dan memanfaatkan lebih banyak energi terbarukan. Kedua, bagaimana kita akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Ketiga, memanfaatkan teknologi untuk mengurangi emisi karbon misalnya dengan menerapkan carbon capture and storage,” jelas Menkeu.

Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pemerintah juga melanjutkan kebijakan terkait migas yaitu pajak karbon. Pajak karbon akan mengoptimalkan potensi sumber daya alam bahan bakar fosil tetapi pada saat yang sama berkomitmen pada perubahan iklim.

Berdasarkan data SKK Migas, pada 2020, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited, sektor hulu migas telah menyumbang Penerimaan Negara sebesar Rp 103,5 triliun. Rinciannya, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Migas dan PNBP Lainnya sebesar Rp 70,5 triliun, serta pajak penghasilan (PPh) Migas sebesar Rp 33 triliun. Pada 2021, berdasarkan perhitungan outlook bagi hasil kontrak kerja sama (Production Sharing Contract/PSC), diperkirakan sektor hulu migas akan kembali memberikan kontribusi yang besar bagi Pendapatan Negara.

Sampai dengan 31 Oktober 2021, Penerimaan Negara telah mencapai US$10,93 miliar atau sekitar 150 persen dari target APBN 2021. Hingga akhir tahun, diperkirakan Penerimaan Negara diproyeksikan mencapai sebesar US$12,36 miliar atau mencapai 170% dari target APBN 2021. Capaian tersebut belum memperhitungkan komponen kewajiban kontraktual Pemerintah kepada Kontraktor KKS terkait.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved