Rerata Ekspor Penyedot Debu SCNP Capai Rp 40 Miliar
PT Selaras Citra Nusa Perkasa Tbk (SCNP) mengekspor penyedot debu (vacuum cleaner) sekitar 100 kontainer per bulan kendati menghadapi tantangan yang diakibatkan kelangkaan kontainer. Chief Operation Officer (COO) SCNP, Shirly Effendy, mengatakan volume ekspor sebanyak 700 hingga 800 unit per kontainer. Apabila merujuk angka ini dan jumlah kontainer itu, maka volume ekspor perseroan berkisar 70 ribu hingga 80 ribu unit dalam sebulan. “Setiap bulan kami mengirim sekitar 100 kontainer, rata-rata satu kontainer memuat 700 hingga 800 pieces. Untuk nilai ekspor, rata-rata penjualan sekitar Rp 40 miliar per bulan,” ucap Shirly di sela-sela Pelepasan Ekspor Vacuum Cleaner ke Amerika Serikat Peti Kemas ke-600 di pabrik SCNP, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat pada Senin (20/12/2021).
SCNP, melalui anak perusahaan, PT Selaras Donlim Indonesia (SDI), mengekspor vacuum cleaner berjenama (brand) Bissel ke Amerika Serikat. Adapun, SDI merupakan perusahaan patungan antara SCNP dan Guangdong Xinbao (Donlim), perusahaan elektronik dari Tiongkok. Shirly menyebutkan SDI didirikan perseroan bersama Donlim yang khusus memasok vacuum cleaner Bissel ke Amerika Serikat. Selain brand Bissel, SCNP pada pada awal Desember 2021 mulai memproduksi air purifier dengan merek BlueAir yang bertaraf internasional dan juga telah diekspor ke Amerika Serikat.
Ke depannya, lanjut Shirly, perseroan berencana memacu volume ekspor seiring dengan peningkatan kapasitas produksi dan diversifikasi negara tujuan ekspor. “Kami juga menjajaki untuk diversifikasi pasar ekspor, misalnya ke Eropa. Direktur Keuangan SCNP, Donny Trinanta Herwindo, penjajakan kemitraan bisnis SCNP dengan prinsipil di Eropa masih dalam proses pembahasan sehingga detil rencana kemitraan ini belum bisa dipublikasikan lebih rinci. SCNP sedang diaudit oleh kandidat mitranya itu, mulai dari aspek operasional, produksi, dan lainnya.
Shirly menambahkan pihaknya membuka peluang kemitraan dengan perusahaan lokal dan global. “Kami membuka peluang kemitraan bisnis untuk memenuhi kebutuhan lokal dan global,” tutur Shirly. Adapun, industri elektronika merupakan salah satu sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan dalam melakukan transformasi digital sesuai dengan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya strategis ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas secara lebih efisien sehingga bisa berdaya saing di pasar domestik hingga global.
Pada kesempatan ini, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengapresiasi SCNP yang mengekspor penyedot debu ke AS untuk peti kemas yang ke-600. Menperin memberikan apresiasi kepada SDI, karena meskipun baru memulai kegiatan produksi komersialnya pada Februari 2021, namun pada akhir tahun ini SDI sudah mampu melakukan ekspor produk vacuum cleaner (peti kemas ke-600) ke negeri Paman Sam. “Hal ini merupakan pencapaian tersendiri bagi perusahaan dan menunjukkan kesiapan SDI untuk menjadi basis produksi vacuum cleaner di ASEAN,” Menperin Agus.
Pencapaian SDI tersebut menunjukkan bahwa produk hasil industri elektronika di dalam negeri dapat bersaing secara global dan secara kualitas memiliki standar internasional. Bahkan, kemampuan sumber daya manusia (SDM) industri di Indonesia sudah mampu kompetitif. “Ini suatu hal yang membanggakan, karena untuk mendapatkan tempat di pasar Amerika tidak mudah, baik secara kualitas dan prosedur untuk masuk ke sana. Ini suatu hal yang harus diapresiasi,” ujar Agus.
Pengembangan Produk Alkes
Di sisi lain, industri elektronika khususnya untuk kebutuhan rumah tangga (produk household) saat ini menunjukkan kinerja yang positif, khususnya dari segi ekspor. Pada Januari-September 2021, nilai ekspor produk household tercatat mencapai US$ 1,8 miliar atau naik 98% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. “Kami berkomitmen untuk menekan nilai impor, termasuk produk elektronik. Oleh karena itu, kami sedang mengakselerasi program substitusi impor 35% pada akhir tahun 2022,” tegasnya. Salah satu strateginya adalah dengan pendalaman struktur industri melalui peningkatan produksi komponen elektronika di dalam negeri.
SCNP, yang merupakan induk perusahaan SDI, telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1985. Menperin mengajak manajemen SCNP dan SDI sebagai perusahaan yang menguasai pasar ekspor dan melakukan pendalaman struktur dan peningkatan investasi untuk market domestik maupun global. “Jadi harus terus melakukan inovasi dan ekspansi, itu yang kami harapkan. Apalagi, ekspor merupakan hal yang sangat penting, selain mengisi kebutuhan domestik market yang juga perlu menjadi perhatian,” paparnya.
Agus menyatakan bahwa pemerintah saat ini sangat serius dalam hal pengelolaan dan perbaikan iklim usaha industri. Berbagai kebijakan untuk mendukung hal tersebut sudah dikeluarkan. “Saya berpendapat, tentunya tidak ada lagi keraguan untuk terus melakukan aktivitas investasi dan perluasan industri di Indonesia,” imbuhnya. Menperin Agus mengapresiasi rencana SCNP yang berencana mengembangkan alat kesehatan (alkes). “Ini adalah kabar yang sangat positif, karena pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi negara mandiri di bidang kesehatan. Artinya, kita harus mandiri di sektor farmasi dan alkes,” imbuh Agus.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, mengemukakan salah satu faktor utama dalam memacu daya saing industri manufaktur di Indonesia adalah terpenuhinya persyaratan SNI. Kondisi tersebut merupakan indikasi dari pengakuan pasar internasional terhadap persyaratan dasar yang ditetapkan dalam SNI.
Selain menjadi persyaratan teknis dalam menjamin ragam aspek (kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup), SNI juga menjadi suatu nilai tambah yang memperbesar peluang penetrasi industri domestik di pasar ekspor. “Selain SNI, kita juga punya instrumen sepertii TKDN dan lartas. Kalau ada produk yang nilai TKDN sudah di atas 40%, maka wajib untuk kementerian dan lembaga membeli produk tersebut. Nilai TKDN ini disusun dan dirumuskan oleh Kemenperin, dengan melihat kemampuan industri itu sendiri,” terangnya.
Kemenperin optimistis geliat ekspor merupakan wujud resiliensi pelaku industri di Indonesia masih sangat tinggi. “Sejak awal pandemi, kami sangat yakin terhadap resiliensi para pelaku industri manufaktur di Indonesia yang masih terus semangat untuk menjalakan usahanya,” tutur Taufiek.
Misalnya, peningkatan realisasi investasi industri terlihat pada periode Januari-September 2021, yang tercatat sebesar Rp 659,4 triliun atau mengalami kenaikan 7,8% dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2020. Sementara pada Januari-Oktober 2021, kontribusi ekspor sektor industri tercatat sebesar 77,16% atau senilai US$143,76 miliar dari total ekspor nasional US$ 186,31 miliar.
www.swa.co.id