Column

Membina Bibit Milenial “Nyeleneh”

Oleh Editor
Membina Bibit Milenial “Nyeleneh”
Ilustrasi Generasi Milenial (Foto istimewa).

Elon Musk lagi naik daun. Ketajirannya semakin menguat. Kepiawaiannya memainkan prognosis semakin terbukti. Tidak mengherankan, karena satu kalimat Elon, bitcoin atau dogdecoin bisa meroket atau menukik tajam.

Elon memang bukan orang sembarangan, bukan orang biasa, bukan orang yang penurut apalagi suka ikut arus. Ia adalah “pemberontak”, penantang kemapanan yang tegar tengkuk. Namun, bukan sekadar mencaci-maki, atau mengkritik, atau sinis, tapi berbuat sesuatu untuk membuktikan bahwa yang dikritisi itu perlu direnovasi.

Bukan hanya Elon Musk. Dunia saat ini sudah dipenuhi dengan hegemoni dan kemapanan palsu oleh generasi sebelumnya yang merasa mampu. Selalu ada konflik antara generasi sebelum dan sesudah. Selalu ada tanpa jeda.

Elon Musk pada usia 17 tahun sudah memikirkan perubahan cara bayar dunia melawan dominasi kartu kredit dan cara bayar transfer dengan meluncurkan Paypal. Tatkala dunia otomotif dikuasai perusahaan “tua” yang ingin mempertahankan energi fosil, Elon meluncurkan gagasan mobil listrik Tesla.

Langsung cibiran muncul dan prediksi bahwa Tesla hanya akan seumur jagung. Elon membuktikan sebaliknya, Tesla adalah trend setter yang akan menjadi trend settler di kemudian hari. SpaceX, The Boring Company, Solarcity, Hyperloop, Neuralink adalah karya nyeleneh yang mendahului zamannya yang membuat para incumbent kalang kabut.

Selain Elon, anak muda pemberontak lain sangat banyak yang mengubah dunia. Bill Gates pada usia 19 tahun mendobrak teknologi informasi dengan Microsoft-nya. Mark Zuckerberg pada usia 19 tahun memperkenalkan cara baru berkomunikasi dengan Facebook. Steve Jobs pada usia 21 tahun memperkenalkan Apple sebagai komputer rumahan kelas tinggi. Duo pendiri Alphabet, karyanya sudah jadi buzzword, Google, pada usia 25 tahun. Jeff Bezos mengubah cara beli masyarakat dengan Amazon pada usia 30 tahun.

Di dalam negeri, Nadiem dan Kevin pada usia 26 tahun dan 24 tahun mendirikan Gojek yang membuat pengusaha transportasi gulung tikar. Mereka bukan hanya menciptakan pekerjaan baru bagi kalangan yang waktu itu dianggap sebagai profesi biasa, menjadi profesi yang dibutuhkan semua orang.

Duet William dan Leon pada usia 27 tahun dan 28 tahun membuat pedagang di pelosok bisa unjuk gigi untuk konsumennya di metropolitan lewat Tokopedia. Amanda Cole, 27 tahun, membuat petani dan ibu rumah tangga bahagia karena sayur yang mereka butuhkan datang di pintu pada waktu yang mereka butuhkan. Sayurbox adalah jawaban buat mereka tapi musuh buat tengkulak yang selama ini menjerat petani dengan cara yang tak wajar.

Nah, fenomena ini akan selalu ada di sekitar kita.

Pertanyaannya, mengapa tidak terjadi di perusahaan, komunitas, bahkan keluarga kita? Mengapa para pemberontak ini sukses di luar sistem yang seharusnya bisa menjadi pengayom dan pendukung?

Jujur kita menemukan jawabannya: karena perusahaan, komunitas, dan keluarga yang mapan enggan diusik, dikritik, diinovasi, didisrupsi oleh anak muda yang dianggap anak kemarin sore dan belum berpengalaman. Kemapanan, kesuksesan, dan pengalaman adalah penjara yang paling kuat untuk menciptakan pembaruan.

Banyak perusahaan di masa Covid ini yang hancur karena menisbikan pemikiran milenial pemberontak yang sangat mafhum dengan kondisi saat ini tapi tidak dipahami oleh pemimpin yang punya jiwa kolot. Jadi, ini bukan karena usia, tapi tua dalam pikiran dan pandangan.

Ada lima karakteristik jiwa milenial pemberontak yang ada pada pembaru tersebut, yaitu semangat untuk melakukan De-Orientasi, De-Birokratisasi, De-Konstruksi, De-Supermenisasi, dan Re-kreasi. Lima sikap ini membuat milenial yang nyeleneh dan pemberontak tidak memiliki tempat persemaian yang pas di kalangan yang mapan. Nutrisi mereka sangat berbeda dengan makanan para orang “tua” yang kolot tapi punya kuasa sebagai pemimpin (sekali lagi, ini bukan soal usia, tapi pola pikir usang dalam memimpin organisasi).

Karena tempat semai sudah tidak ada, tidak mungkin mereka tumbuh subur. Maka, mereka mencari tempat mainnya sendiri dalam bentuk startup bagi dunia usaha dan partai pembaru milik kalangan muda yang cocok dengan selera mereka.

Berita baiknya, kita semua memiliki jiwa pemberontak ini (4-De 1-Re). Karyawan dan bahkan anak kandung kita juga memiliki karakter ini. Namun, acapkali kita sendiri yang membunuh jiwa pemberontak dan ke-nyeleneh-an kita karena kita sudah terlalu banyak “punya” sehingga takut kehilangan pertemanan, persesuaian, dan persaudaraan. Itu sebabnya, kalau kita tidak melahirkan karya yang monumental di organisasi kita, jangan salahkan orang lain apalagi atasan, salahkan diri sendiri, karena kitalah pembunuh jiwa nyeleneh kita.

Juga kalau ada karyawan dan anak kita hanya menjadi milenial biasa, jangan-jangan karena kita yang membunuh dan memendam jiwa pemberontakan mereka untuk melahirkan karya nyeleneh yang awalnya butuh pengorbanan uang dan usaha. Kalau itu benar, kita patut menyesal. Sebelum terlambat, mulai tumbuhkan jiwa nyeleneh mereka, mumpung Tuhan masih memberi kita kesempatan hidup. (*)

Paulus Bambang WS

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved