Lucky Man
Siang itu kami bersantap bertiga di sebuah hotel di bilangan Sudirman. Saya baru berkenalan dengan Bang Doel — begitu kami memanggilnya — yang merupakan mitra di salah satu proyek yang sedang dikerjakan bersama.
“Bang, kita sudah berjuang sejak 2005 dan sudah memenangi proyek ini pada 2008, tetapi belum ada tanda-tanda akan mulai. Giliran Pak Paulus baru masuk — saya diangkat sebagai preskom — amandemen perjanjian langsung ditandatangani Pak Menteri. Dan kita yang menunggu bertahun tahun belum dapat hasil, eh Pak Paulus baru sebulan sudah merasakan hasilnya,” kolega saya berujar sambil tertawa.
Saya langsung menyambarnya dengan berkilah, “Dalam hidup ini, saya memegang tiga prinsip sukses dalam bidang apa pun. Pertama, orang kerja keras kalahnya sama orang hoki (beruntung alias lucky). Kedua, orang kerja pintar juga sering kalah sama orang hoki. Ketiga, namun, orang tidak akan hoki kalau nggak kerja keras dan kerja pintar. Kami bertiga tertawa lega. Ketika mau pulang, Bang Doel memeluk dan menyebut saya “Mr. Hoki”.
Lain lagi kisah Bro Aria. Sahabat saya ini mendapat hoki setelah mengalami serangkaian peristiwa yang tidak mengenakkan. Ketika menginap di Taj Mahal Mumbai, dia mendapat kamar dengan tambahan perlengkapan “surprise”. Di lemari pakaian masih ada tertinggal bra warna merah. Terkejut mendapat peninggalan ini, dengan cepat ia minta penggantian kamar. Malam yang sudah menjelang pagi itu membuat tidur nyenyaknya menjadi terganggu. Bra merah masih mengganjal di imajinasinya. “Kok bisa terjadi?”
Keesokan harinya Bro Aria kena masalah lagi. Lift yang saya gunakan aman- aman saja, tetapi lift Bro Aria macet. Dengan segala cara dia berusaha memberi tahu pihak hotel, termasuk upaya menelepon rekan lain. Sekitar lima sampai sepuluh menit, Bro Aria tersandera di negeri orang di hotel yang konon the best hotel that others try to emulate.
Kemalangan belum usai baginya. Setelah check in, kami antre untuk pemeriksaan sinar X di bandara. Bagi yang sudah mahfum, setiap tas yang dibawa ke kabin harus diberi tag. Ini memang tidak lazim, sehingga Bro Aria yang sudah sering melanglang buana pun tidak tahu ada peraturan begini. Sudah lebih dari 30 menit antre, tiba-tiba ditemukan bahwa salah satu tasnya tidak memiliki tag. Petugas memintanya mengambil tag dan kembali antre. Tentu ini sangat mengesalkan. Aria meluncur keluar untuk mengambil tag yang diperlukan. Beruntung, di tengah-tengah orang yang bingung dengan antrean panjang seperti itu, ada petugas yang menyodorkan tag yang diperlukan. Kali ini dia sedikit tertolong dan langsung bisa diproses selanjutnya tanpa memulai dari awal antrean lagi.
Kesulitan belum selesai. Setelah Bro Aria duduk di pesawat dan ingin menikmati penerbangan dengan santai, dia menyalakan televisi 17 inci standar kelas bisnis. Sekali lagi, kemalangan memang tidak bisa dihindari. Tevenya tidak berfungsi dengan baik. Dia meminta perbaikan atau penggantian tempat. Kebetulan hari itu pesawat penuh, tidak ada alternatif tempat lain.
Kekesalan semakin meningkat. Setelah terjadi serangkaian negosiasi, akhirnya Bro Aria mendapatkan uang pengganti kerugian teve rusak sebesar Sin$ 150. Dengan tertawa, Bro kita berujar, “Kali ini kemalangan yang berbuah cantik,“ sambil mengipaskan voucer yang didapatkannya. “Hoki you”, kata saya sambil meringis karena teve saya dalam kondisi prima. Artinya, uang Sin$ 150 tak akan saya dapatkan.
Dalam bahasa sononya, hoki berasal dari dua kata, yakni “persiapan” dan “kesempatan”. Kedua hal tersebut harus selalu ada bagai dua sisi mata uang. Persiapan yang baik akan memudahkan kita melihat kesempatan yang ada di sekitar kita. Kesempatan yang tidak baik akan diubah menjadi peluang unggul karena ada persiapan yang mampu mengubah tantangan jadi peluang.
Persiapan adalah kunci untuk membuka pintu kesempatan yang masih terkunci. Itu sebabnya, kita tak boleh berhenti melakukan persiapan diri dengan memperkaya ilmu, amal dan hubungan baik. Menambah satu kenalan membuka satu kesempatan baru. Memberi bibit baik kepada satu orang mempersiapkan diri untuk menuai buah di kemudian hari dari banyak orang. Karena, orang yang kita tolong akan memasarkan kebaikan kita ke sepuluh orang lain, tentu dengan bumbu yang sering lebih indah ketimbang aslinya.
Tanpa adanya persiapan, kesempatan yang ada akan berlalu tanpa kesan. Atau kalaupun kesempatan diambil, tanpa persiapan matang, kesempatan emas jadi bumerang dan bahkan tak sedikit yang jadi prahara karena bahasa bijak orang Jawa, “Kegeden empyak keciliken jagak”. Artinya, atapnya kebesaran, sedangkan tiang penyangganya kecil.
Sebenarmya, kesempatan selalu ada di sekitar kita. Ada yang sibuk mencari kesempatan karena tidak melihat yang ada di sekitar, ada pula yang sibuk memanfaatkan kesempatan yang ada di sekitar tanpa upaya keras harus mencari di negeri seberang. Kesempatan itu selalu datang. Kesempatan itu selalu ada di dekat orang yang punya persiapan baik. Itu sebabnya, tidak perlu mencuri kesempatan, atau mencari kesempatan yang sebenarnya disediakan buat orang lain. Masing masing sudah punya jatahnya.
Kalau mau replikasi keberuntungan, kuncinya adalah persiapan. Kerja keras dan kerja pintar adalah persiapannya. Kalau kita terus-menerus mendapat berkat Tuhan dan keberuntungan karena persiapan, barulah kita pantas disebut lucky man.
Paulus Bambang W.S.
Penulis buku best seller Built to Bless, Lead to Bless Leader and Balancing Your Life.