Business Champions

Prudential Life Assurance, Transformasi Organisasi Hadapi Era Pascapandemi

Prudential Life Assurance, Transformasi Organisasi Hadapi Era Pascapandemi
Indrijati Rahayoe, Chief Human Resources and Community Investment Officer Prudential Indonesia.

Sebagai institusi yang menerapkan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia/PI) berkomitmen membangun dan menyempurnakan struktur organisasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. PI yakin, mengikuti prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, serta kesetaraan dan kewajaran akan bisa memberikan nilai tambah bagi perseroan, pemegang saham, nasabah, maupun pemangku kepentingan

Sejak awal berdiri tahun 1995, PI memang dikenal sangat memperhatikan dan mendengarkan kebutuhan masyarakat, terutama dalam solusi perlindungan asuransi jiwa yang komprehensif. Bagi PI, perlindungan terhadap nasabah dalam menghadapi kondisi yang menantang dan penuh dengan ketidakpastian merupakan prioritas utama yang harus dijalankan.

Terbukti pada saat Covid-19 menerjang, PI termasuk salah satu perusahaan asuransi jiwa nasional yang mampu melewati badai hingga menunjukkan pemulihan tercepat. Sehingga, dalam ajang CNBC Indonesia Awards tahun lalu, PI meraih skor terbaik dari sisi resiliensi (daya tahan) untuk kategori The Best Life Insurance 2021.

Selain itu, PI juga dinilai layak menjadi role model dalam manajemen perusahaan asuransi di tengah era pemulihan pandemi. Alasannya, PI konsisten melayani nasabah, menjaga nilai bagi pemegang saham, menjalankan bisnis sesuai dengan peraturan, dan berkomitmen membangun literasi asuransi.

Akankah performa gemilang ini terus dipertahankan PI di era pascapandemi? Indrijati Rahayoe, Chief Human Resources and Community Investment Officer Prudential Indonesia, mengatakan, untuk menghadapi perubahan gaya hidup dan kebutuhan pasar saat ini, pihaknya memang harus bertransformasi di seluruh aspek, termasuk SDM.

Ada tiga hal yang terkait transformasi organisasi. Pertama, PI membangun budaya yang tepat, membangun keberagaman (diversity), inklusi (inclusion) dan kepemilikan (belonging), serta kesejahteraan (well-being) di tempat kerja.

Kedua, mengoptimisasi kemampuan kerja dengan melakukan upskilling terhadap seluruh workforce. Dan ketiga, mengembangkan SDM sehingga menjadi tim yang kuat, yang mampu mengisi posisi-posisi kritikal di perusahaan. “Kami mentransformasi budaya ini untuk bisa berubah dan bisa menjadi lebih agile,” ujar Indri. Ia menggarisbawahi bahwa budaya harus didukung oleh nilai-nilai, perilaku, dan pola pikir.

Setelah mentransformasi budaya, perilaku, dan pola pikir, PI bergerak mengajarkan cara-cara baru di dalam bekerja yang bisa memberikan dukungan terhadap budaya kerja yang lebih agile dan lebih digital. “Tentu saja, reskill dan upskill akan menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa kemampuan individu di dalam organisasi sudah relevan dengan kebutuhan bisnis,” Indri menjelaskan. Ia yakin jika hal itu dilakukan secara konsisten, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis PI.

Menurut alumni Teknik Industri Institut Teknologi Bandung ini, sejak tahun lalu PI memperkenalkan lima value baru yang diperuntukkan bagi setiap karyawan. Pertama, Ambisius: sikap antusias menghadapi perubahan. Kedua, Curious: peka dan selalu ingin tahu serta belajar apa saja perubahan yang terjadi di sekitar kita.

Ketiga, Empati: memberikan perhatian kepada customer terutama di pandemi ini dan care terhadap karyawan. Keempat, Courage: berani melakukan perubahan terhadap apa pun yang selama ini belum pernah dilakukan. Dan kelima, Agile: kaki harus bisa agile, fleksibel, dan harus bisa bergerak dengan cepat dan forward.

“Intinya, seluruh organisasi harus sudah bertransformasi. Dari yang tadinya hanya di bidang IT, sekarang sudah ada hampir 30 tribes yang kami bangun di dalam organisasi,” kata Indri. Ia menyadari tidak semua pekerjaan dalam bisnis ini bisa ditransformasi. “Tetapi, yang kami bangun di sini tidak hanya cara kerja yang baru tetapi juga mindset yang baru,” ia menegaskan.

Berikutnya, dalam melakukan reskill dan upskill itu, membangun budaya dan values mulai dimasukkan dalam kepemimpinan para leader. “Tahun ini kami mulai membangun leadership values untuk seluruh jajaran C-Levels untuk memastikan mereka menjadi role model di dalam budaya dan values,” ungkap Indri. Dengan demikian, akan diketahui bahwa kesukseskan perubahan budaya dan values dimulai dari leaders-nya.

PI juga menjalankan feedback and performance culture. Yakni, budaya setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan umpan balik dua kali setiap bulan dan menerima umpan balik dua kali setiap bulan (minimum), dan itu menjadi KPI setiap individu.

“Jadi, mereka harus punya target itu,” ujar Indri. Umpan baliknya lebih mengenai implementasi values. “Jadi, lebih kepada behaviour yang dipresentasikan oleh tiap-tiap leader maupun tiap-tiap individu di dalam organisasi ini. Dan, semua feedback itu ada ter-capture di dalam aplikasi online yang kami miliki,” katanya.

Wanita yang pernah bergabung dengan Unilever itu memastikan bahwa seluruh kegiatan learning dan komunikasi dijalankan sesuai dengan aspirasi perseroan. Artinya, setiap ada event di PI, selalu disampaikan di awal bahwa aspirasi perseroan adalah membuat Indonesia lebih sehat dan lebih sejahtera. Ini adalah nilai-nilai yang dikembangkan di dalam perusahaan.

“Kami menyadari bahwa perubahan budaya atau perubahan ke nilai-nilai yang baru tidak bisa hanya dilakukan oleh leaders. Mereka tetap akan menjadi role model, tetapi perubahan harus digerakkan oleh seluruh individu di perusahaan,” Indri menegaskan kembali.

Menurutnya, transformasi PI memang harus dilakukan serentak di seluruh elemennya. Namun, khusus untuk human resources, diakuinya, memang merupakan rangkaian panjang, dimulai dari mencari talent-talent baru, membina dan menggodog para talent, kemudian menyiapkan mereka sebagai leader-leader baru.

“Intinya, bagaimana kami bisa menyiapkan rumah yang bagus buat talent-talent yang baik di Indonesia, menciptakan budaya yang inklusi bagi brand kami, karena di bidang keuangan itu kecenderungannya adalah relationship dilihat sebagai transaksional belaka. Jadi, bagaimana kami harus men-shifting relationship itu menjadi lebih humanis. Dan, bagaimana kami meng-embrace innovation and digital,” Indri menyimpulkan.

Untuk itu, PI telah menyiapkan tiga kanal yang difokuskan di HR, yaitu CONNECT, GROWTH, dan SUCCED. “Mula-mula CONNECT dengan para talent istimewa, kemudian bagaimana selalu GROWTH, dan selalu berhasil dalam menyiapkan karyawan untuk future ready skills yang dibutuhkan. Selanjutnya, SUCCED dalam meng-empower SDM untuk fulfill their potential in a purpose led culture which creates peluang untuk mencapai performa terbaik mereka,” paparnya.

Setelah itu, meningkatkan SDM PI dengan keterampilan masa depan melalui PruUniversity. Ada enam skill yang jadi fokus utamanya, yaitu Work collaboratively, Tell stories, Look broadly, Think conceptually, Imagine possibilities, dan Build iteratively.

“Ini adalah skill-skill yang kami pikir akan sangat bermanfaat bagi workforce kami di masa depan. Apalagi, kami juga mengajarkan kepada mereka tidak hanya ilmunya tetapi bagaimana mempraktikkannya,” kata Indri.

Dengan total penguasaan pasar 11% di tahun 2021, mencakup 145 kota di Indonesia, dengan agensi sekitar 200 ribu dan 1.900 karyawan, serta melayani sekitar 1,5 juta pelanggan individual dan 400 ribu yang dari syariah ⸺kalau digabung dengan pelanggan grup menjadi sekitar 30 juta pelanggan⸺ Indri memastikan pihaknya juga harus membangun social connection. Apalagi, PI saat ini memiliki 18 organisasi sebagai wadah untuk seluruh kegiatan di perusahaan.

“Kami juga menyadari bahwa tantangan perusahaan adalah masih bagaimana me-retain dan memberikan reward yang terbaik bagi seluruh karyawan, tapi tetap harus lebih kompetitif, lebih align terhadap karyawan,” ungkapnya. Hal ini, katanya, sebagai bagian strategi mengelola karyawan.

Intinya, PI mempunyai sistem performance management yang transparan, mulai dari level divisi hingga level korporat. “Dengan demikian, setiap orang akan dilihat sebagai talent of the company, bukan hanya talent of the division karena company is the owner of the talent.The owning of the talent juga tecermin di dalam masing-masing KPI leader-nya,” kata Indri tandas. (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved