Trends

Antara Work for Life dan Compassionate

Antara Work for Life dan Compassionate

Judul Buku : Lead with Compassion: Kepemimpinan Para Srikandi Bisnis di Masa Pandemi Covid-19

Penulis : Teguh Sri Pambudi (Editor)

Penerbit : PT Swasembada Media Bisnis, Mei 2022

Tebal : 268 halaman termasuk kover

Mendiskusikan peran perempuan dalam bisnis selalu menarik. Apalagi, ketika masuk era pandemi. Topiknya terus berkembang karena pada setiap babakan selalu ada perubahan dan tantangan yang semakin menarik. Sebab, bagaimanapun, pertama, dua tahun pandemi telah membawa satu pelajaran penting, yakni gaya compassionate leadership yang mungkin lebih menonjol pada kaum perempuan.

Kedua, ada perubahan menarik dalam pola hubungan antara urusan bisnis dan keluarga. Perubahan yang sudah muncul sebelum pandemi yang didorong oleh perkembangan sosial yang menarik adalah sikap dari sang anak ketika melihat ibu mereka bekerja.

Dulu sang anak selalu diposisikan sebagai “korban”, “dilupakan” sang ibu karena kesibukannya dalam mengelola atau memimpin perusahaan, misalnya. Sekarang berbeda.

Eranya telah berubah. Perkembangan teknologi mengubah perkembangan dan pemikiran sang anak.

Wawasan dan pengetahuan yang mereka dapatkan dari informasi yang mengalir, selain membuat mereka semakin kritis, juga bisa menjadikan mereka sebagai lawan diskusi yang menarik bagi sang ibu. Mereka mungkin protes, tetapi dalam protesnya mereka pun memberikan alternatif. Pengalaman ini yang mengubah pandangan tentang kiprah perempuan dalam bisnis.

Berbagai perubahan dan bagaimana para pemimpin perempuan menyikapinya dengan mengambil tindakan dan kebijakan inilah yang banyak dibahas di buku Lead with Compassion. Buku ini memuat kisah 14 Srikandi Bisnis di Tanah Air yang berjuang agar perusahaan yang mereka pimpin terus bergerak dalam situasi dua tahun pandemi. Sangat menarik karena bagaimanapun, di tengah-tengah masa sulit, mereka dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara memimpin perusahaan dan menjalankan peran mereka dalam keluarga.

Beberapa hari lalu, buku ini saya tunjukkan ke teman dosen, Aditya. Dia membaca beberapa halaman dan langsung berkomentar. “Sangat menarik, dan kisah-kisahnya sangat inspiratif,” katanya. Menurut dia, kisah-kisah mereka memang unik dan inspiratif.

Herni Dian, Chief of People and Culture Officer Matahari Department Store, misalnya. Sosok yang dalam buku Lead with Compassion disebut sebagai petarung sejati ini mempunyai pengalaman ditantang sang anak.

Suatu waktu, ketika akan mewawancarai pelamar kerja, Dian mengajak sang anak. Saat mulai wawancara, Dian meminta anaknya untuk duduk sedikit menjauh.

Usai wawancara, Dian mengucapkan terima kasih kepada sang anak karena memberinya waktu untuk mewawancarai pelamar. Dia menjelaskan kepada anaknya, pelamar tadi cocok bekerja di tempatnya. “Saat ini bapak itu sedang tidak bekerja, padahal dia mempunyai 3 orang anak,” kata Dian.

Mendengar penjelasan itu, anaknya berkata, “Bunda, jadi hidup saya berarti ya.” Sang anak lalu melanjutkan, “Dengan aku memberikan waktu 1-1,5 jam untuk Bunda, orang itu punya kesempatan untuk bisa bekerja.”

Momen seperti itulah yang membuat Dian tak percaya dengan konsep work and life balance. “Work and life never balance for me,” katanya. Dia lebih percaya pada konsep work and life is integrated. Wah, bagaimana bisa begitu?

Menurut Dian, balance itu berarti sama. Dalam konteks seorang perempuan yang terlibat dalam bisnis, itu berarti dia harus bekerja delapan jam, di rumah delapan jam, dan istirahat selama delapan jam. Namun, realitasnya tidak selalu demikian. Ketika seorang ibu tidur kelamaan, pekerjaan atau keluarganya terbengkalai.

Demikian pula, bila seseorang menyisihkan waktu untuk keluarganya lebih banyak, bisa jadi dia akan merasa bersalah. Mengapa? “Duh, sudah digaji, tapi kok kerjanya tdak benar,” ujar Dian. Karena itulah, dia lebih setuju dengan konsep work and life is integrated.

Diakui atau tidak, tantangan klasik perempuan karier adalah menyeimbangkan waktu untuk keluarga dan untuk pekerjaan. Work-life balance (WLB) adalah kapasitas karyawan untuk bekerja dan memenuhi tanggung jawab mereka terhadap keluarga, pekerjaan, dan orang lain di luar pekerjaan, termasuk waktu untuk teman, komunitas, dan pemanfaatan waktu luang lainnya.

Topik tersebut menarik perhatian sejak dulu. Para pemerhati melihat pentingnya WLB karena dengan keseimbangan tersebut, karyawan dapat memiliki kehidupan yang sesuai dengan harapannya (Delecta, 2011).

Gagasan ini sangat bermanfaat, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Menurut Oosthuizen, Coetzee, dan Munro (2016), WLB mampu meningkatkan produktivitas dan hubungan yang lebih bahagia, kreatif, dan baik antarkaryawan. Hubungan baik yang tercipta dari WLB tidak hanya menyangkut rekan kerja dan perusahaan, tetapi juga akan memengaruhi hubungan karyawan dengan pekerjaannya. Hubungan yang baik mendorong karyawan untuk mencintai pekerjaannya dan serius dalam menjalankan tanggung jawab.

Telah lama para praktisi pengembangan sumber daya manusia (SDM) menaruh perhatian pada WLB. Mereka berusaha menciptakan lingkungan yang tepat sehingga memungkinkan bagi karyawan untuk mengalami keseimbangan kehidupan kerja. Pada saat yang sama, organisasi yang peduli dengan hasil tingkat organisasi mereka mendorong peningkatan keterlibatan kerja karyawan.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pemimpin perempuan yang berhasil menjaga keseimbangan kerja-keluarga dan kesuksesan perusahaan atau lembaga yang dipimpinnya. Namun, hubungan itu tidak selalu linier.

Tahun 2014, Courtney dari University of Wyoming mewawancarai enam ibu yang memiliki jabatan tinggi di lembaga pendidikan tinggi. Dari hasil wawancara itu, dia menemukan bahwa keseimbangan kehidupan kerja mungkin kompleks, dan itu akan membuat perempuan menghadapi dilema peran kepemimpinan manajemen dan keluarga yang akan memengaruhi kinerja kepemimpinan perempuan.

Menurut Hilda Savitri, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Angkasa Pura II, untuk bisa membagi waktu untuk keluarga dan untuk pekerjaan membutuhkan perjuangan. “Sedih banget rasanya, cuma mau nganterin anak les saja tidak bisa. Terkadang, saya ingin nangis melihat orang lain bisa antar-jemput anaknya les,” katanya.

Salah satu kelebihan pemimpin perempuan adalah pada karakter compassionate, penuh kasih sayang. Perempuan dianugerahi sifat alami compassionate, termasuk ketika mereka memimpin perusahaan.

Karakter kepemimpinan seperti itu sangat dibutuhkan manakala perusahaan dalam situasi krisis, katakanlah dalam situasi pandemi. Dan, lagi-lagi tetap harus balance antara ketegasan dan kasih sayang. Agak berat menjalani, tapi tetap bisa dilakukan.

“Ibarat memegang leher burung merpati, jangan terlalu kencang, tetapi jangan terlalu longgar,” kata Irma Setyowati, Direktur Keuangan dan SDM PT Bhanda Ghara Reksa (Persero).

Menyeimbangkan ketegasan dan kasih sayang ini juga dialami Istini Tatiek Siddharta, Presiden Direktur PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (2016-2021). Pada akhir kuartal II/2021, ceritanya, 40% karyawannya dinyatakan positif Covid-19.

Menyadari kondisi seperti itu, tanpa ragu Istini memerintahkan penghentian produksi. Padahal, saat itu unit usaha edamame dijadwalkan berangkat ekspor. “Mereka bertanya kepada saya, ‘Jadi bagaimana, Bu?’ Saya bilang, harus tetap diberhentikan sampai kondisi karyawan pulih,” katanya.

Dalam artikelnya yang dimuat di Harvard Business Review, Maret 2022, Rasmus Hougaard dkk. menyebutkan, 86% karyawan yang diwawancarainya memiliki kepuasan kerja lebih tinggi bila dipimpin leader yang bijaksana dan penuh kasih. Siapa mereka?

Ada lebih dari 55% pemimpin perempuan yang mendapat predikat sebagai orang yang bijaksana dan penyayang dibandingkan dengan hanya 27% pria. Sebaliknya, 56% pria mendapat peringkat buruk dalam hal kebijaksanaan dan kasih sayang.

Secara makro, ini memberikan kontribusi pada ekonomi. Tahun 2015 McKinsey melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan global. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa memiliki lebih banyak wanita dalam pekerjaan di tingkat manajerial dan profesional akan memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian dunia. (*)

Edhy Aruman*) Dosen Institut Bisnis dan Komunikasi LSPR Jakarta

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved