Trends Economic Issues

Prospek Bisnis Hidroponik Menjanjikan

Nursyamsu Mahyudin, Presiden Direktur PT Nudira Sumber Daya Indonesia, melalui unit usahanya, Nudira Fresh, baru saja menandatangani kerja sama dengan perusahaan pembeli asal Korea Selatan yang memesan tomat ceri sebanyak 10 ton per hari. Sementara kapasitas produksi tomat ceri di lahan hidroponik Nudira Fresh di Pangalengan kabupaten Bandung baru 6 ton per bulan.

Selain itu, Nursyamsu juga telah menandatangani kerja sama dengan perusahaan pembeli asal Nagoya Jepang yang memesan cabe dari Nudira Fresh sebanyak 2 kontainer per bulan. Sedangkan kemampuan produksi cabe dari Nudira Fresh belum sebanyak itu.

Dari fakta itu, Nursyamsu ingin menggambarkan betapa potensionalnya bisnis tanaman hidroponik/green house di negeri ini karena konsumennya ada, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hanya saja, kemampuan dan kapasitas produksi tanaman hidroponik dari petani di Indonesia masih tergolong kurang memadai alias perlu terus ditingkatkan. Hal ini ia ungkapkan saat menjadi salah satu pembicara dalam “Seminar Internasional Hydroponics & Beyond 2023” yang digelar di IPB International Convention Centre, Botani Square Bogor, Sabtu (4/2/2023).

Dalam seminar ini hadir juga sejumlah pembicara dan pakar di bidang hidroponik dari Indonesia dan luar negeri seperti Wierd Vonk (General Manager Asia Hoogendoorn Growth Management Belanda), Lennart Knot (Business Development Indonesia Food Ventures Belanda), Novianto (Chain Manager Southeast Asia Rijk Zwaan Belanda), dan Teddy Prayoga (Data Driven Specialist Letsgrow.com Belanda).

Lalu hadir juga Supriyanto (pakar dari IPB University) dan Edi Sugiyanto (Direktur Nudira dan Presdir Agrifarm yang telah memiliki segudang pengalaman membangun green house di Bahrain, Arab Saudi, Burma, Malaysia, Singapura, dan juga di Indonesia).

Teknologi Hidroponik Semakin Berkembang

Seperti kita ketahui, hidroponik merupakan salah satu metode dalam budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan media tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Saat ini, teknologi pertanian hidroponik pun semakin berkembang dengan hadirnya teknologi 4.0.

Rektor IPB University, Prof Arif Satria yang menjadi keynote speaker dalam seminar ini mengatakan kita perlu melakukan transformasi pertanian di Indonesia. Jadi percepatan transformasi ini tak bisa tawar-tawar lagi. Hal ini karena terjadinya perubahan iklim, dampak Covid-19, adanya revolusi industri 4.0, dan terjadinya perubahan geopolitik global akibat perang Rusia dan Ukraina. Dengan adanya 4 disrupsi yang terjadi tersebut membuat perubahan semakin cepat dan kita juga harus meresponnya dengan cepat.

“Cara kita merepon tersebut adalah dengan mengubah cara berpikir baru, cara belajar baru, dan cara bekerja baru. Untuk itulah teknologi menjadi penting,” katanya.

Dalam bidang pertanian pun demikian. Satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana merubah cara berpikir, cara berkeja, dan cara berbisnis karena bisnis saat ini sudah bergeser dari product base menjadi platform base. Itu sebabnya negara perlu mempercepat proses transformasi dengan mengubah mindset para perlaku di bidang pertanian. Hal ini karena pertama, pertanian itu masih penting. Kedua, pertanian menjadi penyelamat dari krisis apapun. Ketiga, kita menghadapi tantangan global di mana krisis pangan diprediksi akan terjadi.

Lalu apa yang terjadi dengan hidroponik yang saat ini semakin meluas? Tentunya, hidroponik didorong dengan terjadinya Covid-19 karena dengan adanya pandemi ini membuat hidroponik semakin populer. Kemudian, terjadi revolusi industri 4.0 sehingga segala sesuatunya bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien. “Pengembangan teknologi pun semakin canggih termasuk di bidang pertanian,” kata Arif.

Saat ini, teknologi hidroponik pun sudah semakin maju dan tantangan kita adalah bagaimana teknologi hidroponik ini menjadi semakin inklusif. Dalam arti, teknologi ini bisa diakses dan digunakan oleh sekian banyak lapisan masyarakat, mulai dari pemodal besar hingga petani kelas menengah ke bawah.

Senada dengan itu, Lennart Knot mengamini bahwa pertanian adalah solusi dalam menghadapi krisis agar planet ini tetap survive dengan mengontrol lingkungan. Teknologi pun tentunya diperlukan. “Namun demikian, teknologi bukan sebuah kunci yang berdiri sendiri tanpa adanya ahli yang mengoperasikannya sehingga produksi bisa menghasilkan yang maksimal,” ujarnya.

Edi Sugiyanto juga mempertanyakan apakah pertanian mengikuti perkembangan teknologi. Sementara berdasarkan kondisi saat ini diperkirakan jumlah buruh tani akan menurun karena berkurangnya minat dari anak-anak pertani untuk ikut menjadi petani. “Tantangan ke depan ialah banyaknya orang terdidik yang akan turun menjadi petani dan hal ini harus didukung oleh teknologinya,” kata Edi.

Pasar Hidpronik Masih Terbuka Lebar

“Sektor pertanian sangat penting dalam kehidupan manusia untuk menyediakan kecukupan pangan,” ujar Rachmat S Marpaung, Direktur Nudira dalam sambutannya pada seminar ini.

Itu sebabnya, kata Novianto, kebutuhan pangan tidak mungkin disubstitusi dengan produk lain selain pertanian. Namun demikian, diakuinya, untuk melakukan modernisasi pertanian di Indonesia tidaklah mudah. “Hal itu karena faktor regulasi dan mindset, termasuk masalah tenaga kerja yang belum sepenuhnya mendukung” cetusnya.

Namun disatu sisi, teknologi hidroponik sangat cocok diterapkan di Asia termasuk Indonesia karena saat ini kondisi cuaca dan perubahan iklim tidak menentu. Perusahannya pun, Rijk Zwan Belanda yang merupakan produsen khusus benih, telah memiliki 1500 jenis benih khusus untuk tanaman hidroponik/green house di Asia.

“Apapun tanamannya, perlu benih. Untuk mencapai target produksi yang sesuai standar yang ditentukan oleh konsumen maka diperlukan sebuah benih yang didesain secara khusus yang cocok dengan kondisi tempat menanamnya,” ungkap Novianto.

Wilayah Asia pun merupakan pasar yang potensial untuk produk pertanian termasuk hidroponik. Seperti hasil pertanian dari Australia, lebih dari 50% targetnya adalah pasar Asia.

Sejalan dengan itu, Nursyamsu menyebutkan pasar produk pertanian masaih terbuka lebar, tidak hanya di dalam negeri namun juga luar negeri. Ia sendiri sudah memiliki pengalaman melakukan ekspor produk holtikultura ke luar negeri sejak tahun 1990-an.

“Peluang ekspor pertanian ke luar negeri masih sangat besar sehingga bertani itu tidak kalah dengan profesi lainnya,” ujar Nursyamsu.

Dede Suryadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved