Technology Trends

Pentingnya Bangun Ketahanan Digital Atasi Ancaman Siber

Ajar Edi, Direktur Corporate Affairs Microsoft Indonesia dalam Cybersecurity Masterclass kepada media, (7/2).

Perkembangan ancaman dan kejahatan siber terus berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Meskipun jenis ancaman utama seperti phishing, scam, malware, dan sebagai tetap sama, namun modus yang dilakukan pelaku terus bervariasi tergantung pada waktu, momen terkini, berita, dan lainnya.

Kejahatan siber pun tercatat sebagai penyebab kerugian ekonomi terbesar ketiga di dunia; dengan angka kerugian diprediksi mencapai US$10,5 triliun pada 2025 mendatang. Menyadari gentingnya situasi ini, Microsoft merilis Microsoft Digital Defense Report (DDR) 2022 yang menyelami masalah keamanan siber paling mendesak saat ini, dan Cyber Signals Desember 2022 yang menawarkan perspektif ahli tentang lanskap ancaman siber terkini, serta membahas taktik, teknik, dan strategi yang digunakan oleh pelaku ancaman di dunia.

“Penjahat siber terus beraksi layaknya perusahaan. Mereka menemukan cara-cara baru untuk mengimplementasikan aksi mereka, meningkatkan kompleksitas serangan, sambil di saat bersamaan menciptakan sumber ekonomi kejahatan baru melalui penjualan perangkat atau panduan sederhana yang memungkinkan pelaku serangan siber lain melancarkan aksinya secara lebih mudah – tanpa kemampuan teknis sekalipun,” ujar Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia.

“Melalui dua laporan terbaru Microsoft, kami pertama-tama menyoroti dua serangan siber yang paling merajalela, yaitu ransomware dan phishing, kemudian menempatkannya ke dalam konteks ancaman negara. Selanjutnya, kami juga menggarisbawahi risiko konvergensi sistem TI, Internet-of-Things (IoT), dan Operational Technology (OT) terhadap infrastruktur kritikal, serta bagaimana kita dapat melindungi diri dari berbagai serangan ini,” lanjut Panji.

Menurut Microsoft DDR 2022, jumlah password attack diperkirakan mencapai 921 serangan per detik, meningkat 74% dalam satu tahun. Banyak dari serangan ini memicu serangan ransomware yang berujung pada peningkatan permintaan uang tebusan hingga lebih dari dua kali lipat. Dulunya, sebagian besar ransomware menargetkan individu. Namun, belakangan ini ransomware kiriman manusia yang menargetkan organisasi–baik itu bisnis maupun institusi pemerintah–menjadi lebih dominan, di mana penjahat yang melakukan serangan ini berhasil menyusupi sepertiga target organisasi, dengan 5% di antaranya menghasilkan tebusan.

Pada saat yang sama, email phishing juga menunjukkan peningkatan stabil dari tahun ke tahun. Serangan phishing—titik masuk umum untuk sebagian besar serangan siber—telah meningkat lebih dari 300% di seluruh dunia, dengan lebih dari 710 juta email phishing diblokir setiap minggunya pada tahun 2021. Dari berbagai macam model phishing, skema business email compromise (BEC) meningkat pesat, dengan BEC lure–situasi di mana scammer menggunakan email untuk mengelabui seseorang agar mengirimkan uang atau membocorkan informasi rahasia perusahaan–mendominasi tema BEC hingga 79,9%.

Kedua serangan siber tersebut pun digencarkan oleh nation state threats—ancaman siber dari negara tertentu dengan maksud yang jelas untuk memajukan kepentingan nasional negara bersangkutan. Dalam beberapa tahun terakhir, nation state threats telah meningkatkan ketegangan antar negara, yang semakin mendorong pentingnya penguatan postur keamanan siber. Temuan Microsoft dalam DDR 2022 menunjukkan bahwa serangan yang menargetkan infrastruktur kritikal negara meningkat sebesar 40% dalam satu tahun terakhir, dengan sektor TI, layanan keuangan, sistem transportasi, dan infrastruktur komunikasi sebagai target utamanya.

Merespons situasi tersebut, Ajar Edi, Direktur Corporate Affairs Microsoft Indonesia menyampaikan pentingnya integrasi teknologi komputasi awan ke dalam sistem dan infrastruktur yang esensial. Sebab, layanan komputasi awan berjalan di jaringan pusat data yang aman di seluruh dunia, memiliki keandalan dalam pencadangan data dan pemulihan bencana, serta mampu memberikan keamanan dari penyedia layanannya melalui teknologi yang dapat melindungi berbagai elemen masyarakat dan negara dari potensi ancaman siber.

“Ketahanan digital tidak lepas dari peran pemerintah. Yakni melahirkan kebijakan yang mendukung akselerasi adopsi teknologi komputasi awan, kebijakan lintas batas data, dan keamanan siber. Sebuah semangat yang sudah terekam dalam Deklarasi Pemimpin G20 Bali dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP),” papar Ajar. Tugas yang menanti berikutnya yaitu menyiapkan aturan turunan UU PDP dan harmonisasi peraturan lainnya, guna mendukung ekosistem ekonomi digital nasional.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved